Meneladani Resep Sehat ala Rasulullah

Alhamdulillah, bulan mulia rabi’ul awwal telah tiba. Bulan kelahiran manusia sempurna, berkah kelahirannya selalu dinanti umat sejagat raya. Semesta pun merindunya, bahkan al-Quran menyanjung keluhuran akhlaknya. Dialah baginda Rasulullah Saw yang senantiasa ada dalam sanubari kita.

Menurut mayoritas ulama sepakat bahwa Rasulullah lahir pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah atau bertepatan dengan 22 April 575 M. Merujuk kitab An-Ni’matul Kubra ‘Alal ‘Alam karya Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Haitami Asy-Syafi’i sebagaimana diuraikan buku Happy Birthday Rasulullah, beberapa perempuan mulia pernah mendatangi Sayyidah Aminah ketika hendak melahirkan Rasulullah, yang kala itu ia tengah sendirian. Mereka begitu cantik, anggun, harum, dan diliputi dengan cahaya yang memancar kemilauan. Hawa, Sarah, Asiyah dan Maryam binti ‘Imran.

Selain kitab An-Ni’matul Kubra ‘Alal ‘Alam karya Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Haitami Asy-Syafi’i, sungguh telah banyak kitab-kitab sirah yang ditulis oleh para ‘ulama. Cikal bakalnya ialah usaha luar biasa dari para sahabat periwayat hadits seperti Abu Hurairah. Berbagai sabdanya yang sahih menjadi dasar kajian sirah. Selain menjadi pedoman berbagai adab dan hukum, hadis juga bisa disusun sebagai sirah nabawiyah. Salah satu kitab hadis yang menjadi rujukan adalah al-Muwattha’ yang dikarang Imam Malik. Alim satu ini dikenal sebagai guru Imam Syafi’i. Karyanya banyak menjadi rujukan ulama, karena otoritatif dan inspiratif.

Baca Juga: Merenungi Tanda-Tanda Kebesaran Allah Swt lewat Isyarat Kauniyah

Upaya menuliskan karya sirah nabi pun terus berlanjut. Sekitar tahun 100 H, umat Islam sudah memulai pembukuan sirah nabawiyah, tapi sayangnya, buku-buku mereka sulit ditemukan. Setelah itu, banyak pengkaji yang merujuk kepada karya generasi berikutnya, seperti Muhammad bin Ishaq (wafat 152 H), tapi sayangnya, kitab dia berjudul al-Maghazi was Siyar telah hilang. Berikutnya adalah Muhammad bin Abdul Malik (Ibnu Hisyam). Semenjak itu kajian sirah semakin digiatkan. Ibnul Qayyim al-Jauziyah menulis kitab Zadul Ma’ad, dan banyak lagi ulama lain yang melakukan hal sama— salah satu ulama yang memiliki karya monumental di bidang sejarah nabi, adalah Dr. Said Ramadhan al-Buthy, dengan karyanya Fiqih Sirah al-Nabawiyah.

Di awal tulisannya, Said al-Buthy menjelaskan urgensi mempelajari sirah Nabi saw, ia juga menjelaskan bahwa mempelajari sirah Nabi saw bukan sekedar untuk mengetahui serangkaian peristiwa yang dialami Nabi saw. Namun juga untuk memetik hal-hal positif yang terkandung dalam berbagai kisah tentang kejadian penting.

Secara bahasa, fiqih berarti pemahaman, pengetahuan, kepandaian, kecerdasan. Sedangkan sirah adalah jalan, cara, mazhab, kisah, cerita, tingkah laku, riwayat hidup, dan bentuk. Jadi, fiqih sirah adalah suatu pemahaman, interpretasi, dan penghayatan terhadap jalan, cara, tingkah laku atau riwayat hidup (biografi) Nabi Muhammad SAW sejak lahir sampai akhir hayatnya, menyangkut peristiwa yang dialaminya secara langsung atau yang terjadi di sekitarnya yang terkait dengan kehidupannya. Karena fiqih sirah terkait dengan pemahaman tentang apa yang dilakukan Rasulullah sepanjang hayatnya, salah satu dari sekian banyak perilaku yang bisa kita teladani ialah shalat.

Dalam al-Quran, kata shalat setidaknya disebutkan sebanyak 60x dengan makna yang variatif. Puluhan kata tersebut banyak diawali dengan lafadz ‘aqiimu ash-shalah’ yang bermakna dirikanlah shalat. Mendirikan shalat, menurut Quraish Shihab bukan saja sekedar mengerjakan sebagai bentuk penggugur kewajiban tapi setiap muslim diharapkan mengetahui mengapa ia harus shalat, juga hendaknya memperhatikan tata cara wudhu, bacaan, juga gerakan. Ini penting, sebab shalat bukan sekedar ritual namun juga bentuk ketaatan hamba pada Tuhannya. Saat shalat, sesungguhnya ia sedang berkomunikasi pada Zat yang menciptakan dirinya. Bahkan, jika ditinjau lebih dalam, shalat banyak memberi manfaat.

Seorang profesor dari Fakultas Kedokteran Universitas Ain Syams, Dr. Muhammad Zaki Suwaidan, membuktikan hal itu. Ia menulis sebuah karya ilmiah yang didasarkan pada penelitiannya tentang sholat. Sebagai kesimpulan, ia mengatakan bahwa shalat dipercaya sebagai upaya perlindungan paling efektif dari berbagai penyakit pencernaan dan penyakit kronis lainnya. Sholat juga merupakan metode paling baik untuk menjaga kesehatan.

Bukti bahwa shalat sebagai pemeliharaan kesehatan terbaca dari hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah dia berkata, “Nabi Saw keluar ketika matahari sedang terik, lalu aku datang dan shalat. Setelah itu aku duduk dan menoleh ke arah Nabi Saw, beliau pun bersabda: “Apakah kamu sakit perut.” Jawabku, “Benar wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Shalatlah, karena dalam shalat terdapat kesembuhan.” (HR. Ibnu Majah: 3449).

Baca Juga: Shalat Sebagai Quality Time Bersama Allah Swt

Perintah shalat dari Rasulullah Saw sejatinya dapat kita lihat dari dua tahapan. Pertama, shalat sebagai kewajiban pada Tuhan yang harus ditunaikan. Kedua, tahapan aplikatif yaitu mempelajari tata cara gerakan shalat yang baik dan benar agar shalat bisa dinikmati, dihayati dan diresapi. Karenanya, ketika shalat hendaknya diiringi dengan perasaan tunduk pada Tuhan dan dilakukan tidak dengan ketergesa-gesaan. Dengan menyadari hal demikian, maka tujuan dari shalat yang bukan saja untuk mencapai kesehatan hakiki, namun juga seperti yang tertulis dalam Qs. Al-Ankabut/ 45 sebagai pencegah dari perbuatan keji dan munkar, bisa tercapai. Semoga! Wallahu a’lam bish shawwab.

Dr. Ina Salma Febriany, M.A, Ustadzah di Cariustadz.id