Yang Paling Penting dari Lebaran Idul Adha di era Pandemi

Sebagai umat Muslim, Kita memiliki dua hari raya atau dalam Bahasa Arab disebut al-‘Idaini, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Secara bahasa kata ‘idun ini merupakan derivasi dari kata al-’Audu yang menunjukkan makna kembali karena terulang setiap tahun.

Terkait sejarahnya hari raya orang Islam, ada sekian pendapat yang bisa dijadikan sebagai pegangan. Hanya saja ada salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Sunan Abu Daud, berikut redaksi hadisnya:

عن أنس  قال: قَدِم النبي  المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: «قد أبدلكم الله تعالى بهما خيرًا منهما: يومَ الفطر والأضحى»

Ketika Nabi Muhammad datang ke Madinah, masyarakat Madinah sudah memiliki dua hari khusus yang digunakan untuk bersenang-senang. Kemudian Nabi berkata, “Allah telah menggantikan dua hari istimewamu itu dengan kebaikan di dalamnya: yaitu menjadi hari raya Idul Fitri dan hari Raya Idul Adha.

Baca Juga: Kurban dan kepedulian antar sesama di Masa Pandemi

Dalam praktiknya, setiap datang dua hari raya ini Nabi Muhammad selalu menyikapi berbeda dibanding hari-hari lain. Dengan tegas beliau juga pernah sampaikan kepada Abu Bakar bahwa semua umat memiliki hari raya, dan dua hari itu adalah hari rayanya. Dalam memperlakukannya, setiap kali datang dua hari raya ini, Nabi memakai Jubah khusus. Sebagaimana disampaikan dalam kesaksian sahabat berikut:

عن جابر بن عبد الله قال: «كان للنبي  جُبَّة يلبسها في العيدين»

Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah bahwa Nabi memiliki satu Jubbah yang hanya ia pakai saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha tiba.”

Dari perkataan sahabat yang menyaksikan di atas menjadi fatwa para ulama atas disunnahkannya berhias, dandan yang bagus, menggunakan pakaian baru, dan memakai parfum wangi. Syaikh Yahya Zakariyya al-Anshari dalam kitabnya Fathul Wahhab juga berpendapat demikian.

Khalid bin Abdurrahman, seorang penulis dari Riyad dalam salah satu bukunya juga berpendapat perlunya para muslim memperindah diri ketika datang hari raya. Lalu bagaimana dengan Muslimah? Seolah ia ingin menghadirkan pertanyaan demikian, karena kehadiran perempuan di tempat publik dengan berhias, khususnya di Timur Tengah masih sebagai isu sensitif.

Lalu ia mengajukan salah satu hadis Nabi yang ia kutip dari riwayat Abu Daud berikut:

قال: «لا تمنعوا إماء الله مساجد الله، ولكن لِيَخْرُجْنَ وهُنَّ تَفِلات»

“Nabi Muhammad bersabda, “janganlah kalian melarang perempuan-perempuan Allah pergi ke Masjid-Nya, akan tetapi biarkanlah mereka keluar sedang mereka telah berhias.”

Hadis ini diberikan catatan oleh Khalid bin Abdurrahman bahwa yang dimaksud bukanlah berhias yang memantik perzinahan tetapi berhias untuk keindahan bagi mahramnya, dan yang halal melihatnya.

Kelonggaran seperti yang disampaikan dalam hadis di atas juga pernah disampaikan oleh Syaikh Mutawalli al-Sya’rawi dalam kitab Fiqh al-Mar’ah-nya. Ia mengutip hadis Nabi yang menyuruh para perempuan untuk ikut keluar rumah, termasuk yang sedang haid, untuk mengucapkan takbir menyambut kebahagiaan hari raya.

Bahagia di hari raya termasuk hari raya haji ini sangat penting. Nabi juga mengajarkan untuk menghidupkan malam hari raya dengan penuh kebahagiaan, bersyukur atas kenikmatan yang telah diberikan, dan memanjatkan takbir dimanapun berada, baik berada di rumah, di jalan, di pasar dan lainnya.

Baca Juga: Himbauan dan Larangan bagi yang Hendak Berkurban

Kiai Maimoen Zubair dalam ijazah yang disampaikan secara bersambung oleh putranya, sering berkata demikian:

«من أحيي ليلة الفطر والأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب»

“Siapa saja yang menghidupkan malam hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, maka hatinya tidak akan mati pada hari di mana semua hati akan mati nanti.”

Menghidupkan malam hari raya di era Pandemi seperti ini sangat penting, dengan mengisinya penuh keceriaan, kebahagiaan, seraya memanjatkan doa-doa agar diberikan keselamatan, kesehatan dan diangkat balak wabah pandemi dari dunia ini.

Muhammad Khoirul Anwar Afa, S.Ud, M.Ag, Dosen PTIQ Jakarta dan Ustadz di cariustadz.id