Himbauan dan Larangan bagi yang Hendak Berkurban

Dalam bahasa Arab, kurban sendiri disebut dengan kata Udhiyah, yang bentuk katanya sama dengan waktu shalat Dhuha. Dalam kamus Lisanul Arab memang kurban disebut dengan Udhiyah karena waktu penyembelihannya di siang hari, yaitu bertepatan pada waktu Dhuha. Pendapat tersebut juga dikuatkan oleh Imam Al-Qadli dalam Syarh Muslim dan al-Shan’ani dalam Subul al-Salam.

Dalam Al-Qur’an aktivitas berkurban justru disampaikan dengan kata perintah anhar yaitu yang terdapat dalam surah Al-Kautsar ayat 2, “Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” Namun di dalam hadis yang sering dijadikan rujukan justru digunakan dengan kata dhahhaa, yang turunan katanya menjadi Udhiyah (kurban).

Dari istilah tersebut yang digunakan untuk menyebut waktu pelaksaannya sebagai hari anhar maupun hari udhiyah. Yaitu hari ke sepuluh bulan Zulhijah dan tiga hari tasyrik setelahnya. Hari-hari itu disebut dengan hari udhiyah dan anhar karena dijadikan sebagai hari pelaksanaan penyembelihan hewan kurban.

Baca Juga: Berbagai Larangan dan Pahala Bagi Perempuan Haid

Para ulama fikih sepakat bahwa hukum berkurban adalah sunnah muakkad dengan merujuk dari hadis Nabi, perkataan para sahabat, tabiin dan para ulama salaf. Meskipun al-Sarakhsyi dalam kitab al-Mabsuth-nya mencantumkan pendapat yang mengatakan berkurban adalah wajib bagi mereka yang mampu.

Itu artinya berkurban sebagai bentuk ibadah juga tidak lepas dari anjuran maupun larangan. Di antara anjuran yang diperintahkan adalah dengan menggunakan hewan jantan yang terdapat warna putih campur hitam. Anjuran ini merujuk pada hadis Nabi berikut:

ضَحَّي النَّبِيُّ بِكَبَّشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ

Hadis di atas adalah contoh pelaksanaan kurban yang dilakukan Nabi dengan menggunakan kambing yang berwarna putih campur hitam. Sehingga muncul ketetapan hukum bahwa satu orang cukup dengan satu kambing, adapun jika sapi atau unta yang sudah tumbuh giginya atau yang disebut ba’ir bisa digunakan beberapa orang. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas berikut:

كنا مع رسول الله في سفر فحضر الأضحي فشتركنا في البقرة سبعة وفي البعير عشرة

Kami sedang bersama Rasulullah melakukan safari, di perjalanan kami pun mendapati hari raya kurban. Kemudian kami menggunakan kurban satu sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang.”

Binatang ternak tersebut merupakan syarat sebagai hewan yang bisa dijadikan kurban. Meskipun ada juga yang mengatakan kurban sah-sah saja dengan binatang ternak apapun walupun hanya menggunakan ayam jantan. Pendapat seperti ini merujuk pada ucapan yang pernah disampaikan oleh sahabat Bilal bin Rabah. Ia mengatakan, “Aku pasti melakukan kurban meski dengan ayam jantan.”

Dalam menyembelihnya, orang yang berkurban disunnahkan menyembelih sendiri dengan menyebut nama Allah dan bertakbir. Namun jika tidak, disunnahkan untuk menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya, atau jika sudah mewakilkannya kepada petugas, cukup melakukan niat saja. Begitu juga untuk hewan yang dikurbankan usianya harus mencapai batas ketentuan. Seperti jika kambing harus sudah setahun, sapi berumur dua tahun dan unta berumur lima tahun.

Selain hal-hal yang dianjurkan, juga terdapat hal-hal yang dilarang bagi orang yang hendak berkurban. Misalnya larangan terkait memotong rambut dan kuku. Para ulama terkait problem ini sering merujuk hadis Nabi yang mengatakan, “Apabila sudah masuk tanggal satu Zulhijah, bagi di antara kalian yang hendak melaksanakan kurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kuku sedikitpun sampai selesai berkurban.

Baca Juga: Beberapa Masalah Fikih Bagi Perempuan Berhaji

Yang dimaksud menyentuh dalam hadis di atas adalah memotong rambut dan kuku. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat mengenai hukum memotong rabut dan kuku. Dari empat Imam mazhab hanya Imam Ahmad bin Hanbal yang memahami larangan itu berimplikasi pada keharaman. Sedangkan tiga imam lainnya tidak sampai mengharamkan.

Imam al-Syafii sebagai pencetus mazhab yang diikuti mayoritas umat Islam di Indonesia mengatakan makruh. Namun kalau disarikan dari berbagai pendapat para ulama fikih terdapat alasan esensial yang menggugurkan kemakruhan. Misalnya, jika rambut dan kuku orang yang hendak berkurban sudah berantakan dan risih, maka lebih baik untuk dipotong rambut dan kukunya. Wallahu A’lam.

Muhammad Khoirul Anwar Afa, S.Ud, M.Ag, Dosen PTIQ Jakarta dan Ustadz di cariustadz.id