Beberapa Masalah Fikih Bagi Perempuan Berhaji

Cariustadz.id, – Ibadah haji diwajibkan bagi setiap muslim yang mampu dalam hal materi, fisik, dan mental. Tidak ada perbedaan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, perempuan sebagai makhluk yang secara biologis menghadapi siklus menstruasi dan sebagainya, bisa dibilang menjadi lebih berat.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul seperti bagaimana ketika sedang melaksanakan rukun haji, tiba-tiba keluar haid? Apakah seorang istri wajib mendapatkan izin dari suami untuk melaksanakan ibadah haji? Dan sebagainya.  Artikel ini akan mengulas setidaknya dua pertanyaan tersebut. 

Baca Juga: Bolehkah Ibu Hamil Tidak Melakukan Ibadah Puasa?

Sebelum menguraikan jawaban atas pertanyaan di atas, perlu disampaikan bahwa Nabi Muhammad saw sangat mengapresiasi perempuan yang melaksanakan ibadah haji. Bahkan pahala haji bagi perempuan setara dengan berjihad. Hal ini sebagaimana tertera dalam sebuah riwayat hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majjah dari Aisyah RA, berikut:

قال الرسول ﷺ لما قالت عائشة: يا رسول الله! نرى الجهاد أفضل الأعمال أفلا نجاهد؟! قال عليه الصلاة والسلام: عليكنن جهاد لا قتال فيه الحج والعمرة

“Rasul saw bersabda ketika ‘Aisyah RA bertanya, Wahai Rasulullah, kami telah melihat bahwa jihad itu adalah pekerjaan yang paling mulia, maka apakah kami tidak ikut untuk berjihad (dalam artian ikut perang)? Lalu Rasulullah pun menjawab, “Kalian memiliki jihadnya sendiri yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah.”

Jika dilihat dari konteks historis, haji dan umrahnya perempuan dihitung sama dengan pahala jihad dalam artian perang karena pada saat itu untuk berangkat haji dan umrah perempuan harus melakukan persiapan berlipat-lipat dibanding laki-laki. Mereka memiliki tanggung jawab mengatur bekal perjalanan dari Madinah ke Makkah. Belum lagi urusan keluarga yang ditinggal yang harus juga diberikan perbekalan yang cukup mulai saat berangkat hingga kembali lagi.

Kembali pada dua pertanyaan yang diajukan di awal. Pertama, bagaimana perempuan yang sedang berhaji, keluar darah haid? Dalam menjawab ini Syaikh Mutawalli al-Sya’rawi dalam salah satu kitabnya, Fiqhul Mar’ah al-Muslimah mengatakan para perempuan jika mengalami haid pada saat melakukan rukunnya haji atau bahkan sebelumnya, maka hendaknya segera mengambil tindakan supaya darah haidnya tidak mengalir. Setelah itu baru melangkah menuju Baitul Haram dan melaksanakan tawaf. Hanya saja setelah itu harus membayar dam dengan hewan kurban (budnah) atau jika tidak mampu cukup menggantinya dengan puasa.

Baca Juga: Batas Minimal Usia Pernikahan

Kedua, terkait dengan izin dari suami untuk melaksanakan ibadah haji. Masih menurut Syakh Mutawalli al-Sya’rawi dalam kitab yang sama, meminta izin kepada suami bagi perempuan yang hendak melaksanakan haji itu sifatnya hanya dianjurkan (mustahab). Jika tidak diizinkan pun boleh keluar karena haji adalah ibadah wajib. Posisinya seperti melaksanakan shalat yang tidak ada hak bagi siapapun melarangnya termasuk larangan suami kepada istri. Dan ibadah wajib itu harus dilakukan bagi siapapun, serta tidak ada alasan apapun untuk patuh atas maksiat terhadap Tuhannya.

Demikian ulasan singkat mengenai fikih perempuan yang berkaitan dengan ibadah haji. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

Muhammad Khoirul Anwar Afa, S.Ud, M.Ag, Dosen Tafsir Kontemporer Fakultas Ushuluddin PTIQ Jakarta