Permasalahan Nasionalisme di Indonesia beberapa tahun terakhir menjadi fokus perhatian para sejarawan yang peduli dengan eksistensi negara Republik Indonesia. Di mana terlihat jelas tingkat solidaritas sosial, semangat kebangsaan, semangat bela negara, semangat persatuan dan kesatuan yang rendah terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Nasionalisme dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dikenal sebagai sebuah kata sakti yang mampu membangkitkan kekuatan berjuang melawan penindasan yang dilakukan kaum kolonial. Nasionalisme merupakan kesadaran dan kebanggaan bernegara yang menimbulkan sikap dan perasaan yang lebih mementingkan kehidupan nasional di atas kepentingan pribadi, golongan, daerah ataupun partai yang diwakili.
Baca Juga: Sikap Kepahlawanan Perempuan dalam Sejarah Islam
Kata Nasionalisme secara bahasa diambil dari kata “nation” dan “isme” yang berarti kebangsaan dan aliran atau paham. Sehingga defenisi Nasionalisme dalam kamus politik ialah sekelompok masyarakat yang terikat oleh sejarah membentuk satu kesatuan berupa kesatuan wilayah, bahasa, adat istiadat, suku bangsa yang diaplikasikan dalam kesatuan budaya.
Dalam perspektif Islam, ada dua kata yang biasanya dikaitkan dengan Nasioanlisme yaitu al-Wathaniyah dan al-Qawmiyyah. Pengertian dua kata tersebut dalam konteks kebangsaan adalah bahwa al-Wathaniyah sepadan dengan kata patriotisme yang berarti cinta Tanah Air. Sedangkan kata al-Qawmiyyah berarti rasa berbangsa dan bernegara, rasa memiliki kesatuan masyarakat yang dicapai dan diraih melalui perjuangan tertentu.
Islam, yang notabene sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia mengajarkan pentingnya menjaga persatuan dan persaudaraan satu bangsa. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat:13
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Nasionalisme memiliki landasan teologis dalam Islam dan menjadi fakta yang tak terbantahkan secara historis. Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama umat Islam telah menyatakan semangat dan sikap Nasionalisme serta rasa cinta tanah air, sebagaimana yang tertera dalam Q.S At-Taubah: 122
“dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya”
Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih menjelaskan, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban bagi umat secara keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad, dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah air membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang yang berjuang dengan argumentasi dan dalil.
Baca Juga: Kurban dan kepedulian antar sesama di Masa Pandemi
Bahwasannya memperkokoh moralitas jiwa, menanamkan Nasionalisme dan mencetak generasi yang berwawasan cinta tanah air, serta mempertahankan tanah air adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjadi pilar perdamaian dan persatuan bangsa.
Cinta tanah air tidak cukup hanya tertancap di hati sanubari atau sekedar dinyatakan dengan ungkapan “hubbul wathan minal iman”, tetapi ia harus dibuktikan dengan sikap konkret. Seorang yang mengatakan dirinya Nasionalis dan memiliki loyalitas terhadap bangsanya harus dapat membuktikannya dengan sikap dan perilaku nyata.
Abdul Aziz, M.Pd, Ustadz di Cariustadz.id