Semangat Hijrah: Mengalah untuk Menang

Hijrah adalah berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu. Hijrah (migrasi Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah) menandai awal dari kalender Islam. Kalender Hijriah membuktikan karunia tak terbatas yang Allah berikan kepada Rasul-Nya (damai dan berkah besertanya) dan pada seluruh komunitas Muslim. Signifikansi penting Hijrah tidak terbatas pada sejarah Islam atau umat Islam. Hijrah tidak hanya membentuk kembali—secara sosial dan politik—Semenanjung Arab, tetapi juga berdampak di seluruh dunia.

Fase Transisi dan Transformasi

Sepanjang sejarah Islam, Hijrah dianggap sebagai fase transisi antara dua era besar; zaman Mekah dan zaman Madinah. Pada intinya, ini menandakan transisi dari posisi lemah, di mana orang-orang kafir Mekah—khususnya orang-orang Quraisy—mempermalukan, menyiksa dan membunuh umat Islam, ke posisi yang kuat. Di Madinah, Muslim diizinkan untuk membela diri dan dengan bantuan Tuhan mampu mengalahkan musuh mereka.

Baca Juga: Al-Quran dan Penentuan Waktu Tahun Hijriah dan Masehi

Salah satu pelajaran berharga yang telah diukir ke dalam hati umat Islam adalah bahwa setiap akhir sebenarnya adalah awal yang baru. Setiap hari baru membawa harapan baru hanya jika kita percaya dan percaya pada rencana Tuhan. Kalender Islam adalah pintu yang dibukakan Allah bagi hamba-hamba-Nya untuk menjalani kehidupan yang bahagia, seimbang, dan berbuah. Dia Yang Mahakuasa memberi kita banyak kesempatan sepanjang hidup kita untuk memperbaiki kesalahan kita dan untuk kembali ke jalur yang benar. Hari-hari kita dalam hidup adalah anugerah yang sangat berharga dari Tuhan dan Dia mencintai hamba-hamba-Nya untuk tetap tabah,

۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. Surah Al-Zumar (39):53.

Nabi SAW berkata, “Sesungguhnya, Tuhanmu pada hari-hari hidupmu memiliki karunia dan rahmat-Nya, jadi manfaatkan lah itu (dengan melakukan perbuatan baik untuk mencapai rahmat-Nya)” dan Allah SWT memerintahkan agar umat Islam memperingati momen besar ini, yakni hari-hari Allah.

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا مُوْسٰى بِاٰيٰتِنَآ اَنْ اَخْرِجْ قَوْمَكَ مِنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ ەۙ وَذَكِّرْهُمْ بِاَيّٰىمِ اللّٰهِ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُوْرٍ

Dan sungguh, Kami telah mengutus Musa dengan membawa tanda-tanda (kekuasaan) Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya), “Keluarkanlah kaummu dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah.” Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. Surah Ibrahim (14): 5.

Muharram adalah Bulan pertama dalam kalender Islam, dan salah satu dari empat bulan suci. Tentang ini Allah Ta’ala berfirman, Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa. (Surah At-Taubah (9): 36).

Ini berarti bahwa melakukan dosa di empat bulan suci tersebut lebih buruk daripada di bulan lainnya dan menambah jumlah dosa. Selama bulan suci Muharram, umat Islam diberkati dengan acara keagamaan seperti hari ‘Asyura (10 Muharram). Nabi SAW mengatakan, “Puasa hari Asyura (adalah pahala yang besar), saya berharap bahwa Allah menerimanya sebagai penghapus (dosa yang dilakukan) di tahun sebelumnya” (HR. Muslim) .

Adalah kebijaksanaan Tuhan untuk mengampuni dosa-dosa yang telah diperbuat tahun sebelumnya kepada hamba-hamba-Nya sehingga mereka dapat memulai hari yang baru dan membuka lembaran baru. Semarak perayaan tahun baru Muharam juga semestinya bisa menjadi tonggak syiar dan kilas balik semangat untuk menjalankan agama, sebagaimana telah dicontohkan para Sahabat di kala melakukan hijrah.

Panen dari Pohon yang baik

Syaikh Ibnu al-Qayyim dengan indah menggambarkan kehidupan kita dalam kata-katanya, “Tahun adalah laksana pohon, bulan adalah cabangnya, hari adalah rantingnya, jam adalah daunnya, dan nafas adalah nafasnya. buah-buahan. Jika nafas seseorang dalam ketaatan (kepada Allah dan Rasul-Nya), maka buah pohonnya baik. Jika mereka durhaka, buahnya pahit. Panen adalah pada Hari Akhir, ketika buah seseorang diketahui baik atau pahit.” Buah dari Kerahiman Ilahi Umat Muslim dihujani berkah dan rahmat secara terus-menerus sepanjang bulan-bulan hijriah.

Baca Juga: Urgensi Nasionalisme dan Cinta Tanah Air dalam Ajaran Islam

Dengan mengungkapkan hikmah, kegembiraan dan kebahagiaan di bulan yang penuh berkah ini, kita berharap dapat menggapai cinta Allah dan Rasul-Nya. Kita patut bersyukur kepada Rabb Yang Maha Pemurah, yang pintu rahmatnya senantias terbuka. Atas rahmat-Nya, Allah SWT memberi kita kesempatan untuk mengakhiri tahun lalu dan membuka tahun baru dengan pertobatan, cinta, harapan dan usaha untuk menjadi Muslim yang lebih baik lagi. Allah Ta’ala memerintahkan untuk bergembiran atas karunia dan rahmat-Nya.

قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ

Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” Surah Yunus (10): 58.

Dr. Muhamad bin Abdullah Alhadi, MA, Ustadz di Cariustadz.id