Memanfaatkan Momentum Bulan Rajab

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” (Qs. At-Taubah/ 36).

Memasuki awal tahun 2022, Indonesia kembali diuji dengan virus yang seiring waktu terus bermutasi. Setelah usai gelombang kedua pada pertengahan tahun 2021 lalu, kini varian Omicron merajalela. Virus yang telah menyerang beberapa kalangan setidaknya membuat kita sadar bahwa Indonesia belum sepenuhnya aman. Ikhtiar jasmani tetap harus terus dilakukan, bersamaan dengan ikhtiar ruhani yakni doa dan tawakkal yang sejatinya dapat terus disempurnakan. Momentum syahru al-haram (bulan yang disucikan), bulan Rajab yang disebut sebagai bulan penuh ampunan, menjadi saat terbaik untuk kembali menyempurnakan ibadah zhahir (secara ritual) juga ibadah batin.

Bertepatan dengan awal Februari, kita memasuki bulan Rajab yang termasuk satu di antara asyhuru al-hurum/ bulan-bulan haram (yakni Muharram, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah). Disebut sebagai bulan-bulan haram/ suci karena sejak zaman dulu, beberapa bulan inilah penduduk Makkah tidak boleh melakukan peperangan (pertumpahan darah). Kebiasaan ini dipertahankan turun temurun hingga menjadi syariat Islam yang tertuang dalam Qs. At-Taubah/ 36 yang telah tertulis di atas.

Baca Juga: Menyelami Makna Ghafur (Maha Pengampun) Menurut Imam Al-Ghazali

Bulan Rajab yang dikenal sebagai bulan penuh ampunan, banyak dibahas oleh pakar bahasa. Dalam Kitab Tahdzib al-Lughah (11/ 39) misalnya, bulan Rajab diambil dari kata tarjiib, secara bahasa bermakna mengagungkan. Kata Raajib artinya orang yang mengagungkan tuannya. Menurut al-Laits, dari situ kemudian bulan ini disebut Rajab. Sementara para pakar bahasa lainnya, semisal Abu Ubaidah dan al-Asma’iy berpendapat bahwa Rajab berasal dari kata Rujbah, bukan dari tarjiib. Rujbah adalah kayu bercabang dua sebagai penopang pohon kurma. Dari definisi tersebut di atas, Rajab bisa pula diartikan sebagai bulan pengagungan karena di dalamnya terdapat banyak keutamaan—karenanya tak sedikit umat muslim yang menghidupkan ibadah sunnah.

Beberapa Imam turut memberikan pendapatnya. Imam An Nawawi misalnya. Beliau menguraikan tentang puasa sunnah khusus di bulan Rajab, “Tidak ada keterangan yang kuat tentang puasa sunnah Rajab, baik berbentuk larangan atau pun kesunnahan. Namun, pada dasarnya melakukan puasa hukumnya sunnah (di luar Ramadhan) dan diperbolehkan. Ada pula hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Sunan bahwa Rasulullah SAW menyunnahkan berpuasa di bulan-bulan haram, sedang bulan Rajab termasuk salah satunya. Ibnu Hajar Al-Asqalani secara khusus telah menulis masalah kedha’ifan dan kemaudhu’an hadits-hadits tentang amalan-amalan di bulan Rajab.

Meski demikian, Rasulullah Saw terbiasa untuk menghidupkan amalan-amalan sunnah pada bulan-bulan haram juga memperbanyak puasa sunnah. Hal ini dilakukan agar ketika Ramadan tiba, jasmani maupun ruhani telah siap. Fisik prima untuk melaksanakan serangkaian ibadah Ramadan, sementara ruhani siap dilatih untuk bisa menahan diri, meredam emosi, menurunkan ego serta melatih jiwa untuk lebih sabar dan tawakkal terhadap semua ketentuan Allah—jika di bulan Ramadan nanti ibadah-ibadah di masjid kembali dibatasi seperti tahun-tahun sebelumnya demi kebaikan bersama.

Baca Juga: Islam dan Tuntunan Menjaga Diri (Hifdzu an-Nafs)

Bersabar terhadap ketentuan Allah tidak melulu pasif. Sabar justeru harus dinamis. Di satu sisi ia senang dan ridha apapun keputusan Allah, di sisi lain, ia tidak berpangku tangan; artinya terus tanpa jemu melakukan upaya terbaik menuju takdir yang lebih baik. Dikenal sebagai bulan penuh ampunan, karenanya kita dianjurkan banyak membaca doa ‘Allahumma baariklanaa fii rajaba wa sya’bana wa ballighnaa ramadhaan..’ juga memperbanyak membaca istighfar ‘Rabbighfirlii warhamnii watub ‘alayya—’.

Semoga kiranya melalui upaya mendekatkan diri pada Allah seraya beristighfar memohon ampunan-Nya, Allah beri jalan keluar dari segala kesulitan dan ujian virus Covid-19 di negeri ini yang belum mereda. Istighfar menjadi jaminan dari-Nya sebagai salah satu solusi (jalan keluar) sesuai dengan hadits Rasulullah, ‘“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka” (HR. Ahmad dari Ibnu Abbas). Semoga, semoga buah berkah dari rutin membaca istighfar mampu menjadi jalan keluar. Aamiin.

Dr. Ina Salma Febriany, M.A, Ustadzah di Cariustadz.id