Lailat al-Qadr dan Pesan Kedamaian

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam al-qadr. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rµh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.” (Qs. Al-Qadr/97: 1-5)

Berlalu sudah separuh bulan suci Ramadan. Bukan saja haus dan dahaga yang kita rasakan, semoga bulan ini banyak pesan yang mampu diamalkan. Salah satu pesan Ramadan yang dapat kita resapi ialah surah yang telah tertulis di awal tulisan ini, Qs. al-Qadr. Surah yang seringkali dibaca pada penghujung Ramadan ini mengisyaratkan beberapa teladan. Pertama, Ramadan syahru al-Quran, Ramadan bulan diturunkannya Al-Quran yang disebutkan pada ayat pertama. Kedua, keberkahan malam lailatu al-Qadr yang pesan akhirnya adalah salaamun— kedamaian, ketenangan, keselamatan.

Pesan akhir pada ayat tersebut berkesinambungan dengan ayat lain terkait puasa misalnya QS. Al-Baqarah/2: 183 yang penghujung ayatnya berbunyi ‘la’allakum tattaqun/ agar kamu sekalian menjadi orang yang bertaqwa’ Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menafsirkan tattaqun ay tadh’afun— makna taqwa dalam ayat tersebut adalah melemahkan (hawa nafsu). Sehingga, tujuan berpuasa, menurut ar-Razi ialah untuk mengekang hawa nafsu baik hawa nafsu di dalam diri (internal) keinginan makan/minum berlebihan, juga di luar diri (eksternal) seperti menzalimi, melukai atau menyakiti orang lain.

Senada dengan ar-Razi, Muhammad Quraish Shihab dalam al-Mishbah menyatakan Ramadan ialah bulan latihan (riyadhah) untuk memperbaiki akhlak manusia. Bukankah Rasulullah diutus dengan tujuan utama li-utammima makarim al-akhlaq? Melalui pemahaman ini, lanjut Quraish Shihab, tentu sangat banyak cara untuk meraih keberkahan di bulan suci Ramadan. Ada yang mampu dengan memperbanyak dzikrullah, ada yang lebih giat meningkatkan kualitas shalat sunnahnya, ada yang gemar bertadarrus al-Quran, ada pula yang rajin Qiyam al-Layl, tentu semua itu baik namun tetap yang utama adalah perbaiki hubungan (akhlak) dengan Allah, dengan diri sendiri dan kepada sesama manusia.

Akhlak dan perbaikan moral manusia menjadi pesan inti dalam bulan latihan umat Islam yang berlangsung hanya setahun sekali ini. Melalui riyadhah satu bulan penuh, diharapkan akhlak baik tersebut bisa dipertahankan di sebelas bulan lain, hingga akhirnya menjadi karakter yang melekat dalam diri: disiplin, rajin, gemar beribadah, membantu orangtua, menolong sesama manusia, menjaga diri dari menyakiti orang lain dan masih banyak lagi.

Momentum perbaikan akhlak di bulan suci Ramadan juga menjadi semakin relevan melalui kata kunci akhir ayat di atas ‘salaamun hiya hatta mathla’i al-fajr’sejahteralah malam (lailatul qadr itu) hingga terbitnya fajar. Secara tekstual ayat ini menggambarkan ciri/ tanda dari malam lailatul qadr. Banyak tanda datangnya malam lailat al-Qadr, misalnya menurut Imam Muslim dalam Shahih Muslim Bab At-targhib Fi Qiyami Ramadan mendeskripsikan tanda lailat qadr, di antaranya: Ubay bin Ka’ab telah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Sesungguhnya matahari yang keluar pada hari itu tidak begitu bercahaya (suram). Kedua, seringkali mereka yang akan mendapatkan berkah lailat al-qadr bermimpi, seperti yang dialami para sahabat. Ketiga, ada ketenangan dan ketenteraman yang diturunkan oleh para malaikat. Seorang akan merasakan ketentraman hati, lapang dada dan lezatnya ibadah di malam tersebut yang tidak dia rasakan di malam lain.

Jika kita perhatikan, beragam tanda malam lailat al-Qadr menurut hadits di atas lekat dengan makna ‘salaamun’/ kedamaian. Tak heran, di penghujung uraian tafsir surah al-Qadr, Quraish Shihab menguraikan ‘kedamaian’ menjadi kata kunci dan prasyarat umat muslim untuk mencapai keberkahan malam lailat al-Qadr. Ketenangan, keselamatan, kedamaian akan diperoleh bagi mereka yang mampu berdamai dengan diri (takdirnya) sendiri, juga mampu berdamai dengan orang lain. Dirinya takut memperlakukan orang lain dengan semena-mena karena ia sadar bahwa setiap perbuatan selalu ada balasan. Kata Salamun yang juga menjadi derviasi kata ‘Islam’ (damai) dan pemeluknya disebut dengan ‘Muslim’ semoga mampu diimplementasikan tak hanya di 10 hari terakhir penghujung bulan Ramadan namun juga dalam keseharian. Damai dalam diri, damai kepada sesama, damai kepada alam semesta.

Dr. Ina Salmah Febriani, M.A., Ustadzah di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Dr. Ina Salmah Febriani, M.A? Silahkan klik disini