Perintah dan Tuntunan Menjaga Pandangan dalam Islam

Salah satu nikmat terbesar yang Allah Swt berikan kepada manusia adalah mata atau penglihatan. Melalui mata, manusia bisa melihat, membaca, menghayati, serta mentadabburi seluruh ayat-ayat Allah Swt, baik ayat yang tersurat melalui Al-Qur’an maupun ayat-ayat kauniyah berupa hamparan alam semesta. Sehingga dengan itu, mereka bisa merasakan betapa besarnya keagungan Allah Swt dan betapa kecilnya mereka sebagai makhluk-Nya. Selain itu, melalui mata Allah Swt juga menginginkan agar manusia tersebut senantiasa menambah pengetahuannya dengan membaca dan melihat segala sesuatu yang dapat menambah rasa cintanya kepada Allah Swt.

Oleh sebab itu, wajar kiranya nikmat tersebut disyukuri dengan cara menggunakannya sebaik mungkin untuk hal-hal positif yang sesuai dengan maksud dan tujuan penciptaannya. Karena pada dasarnya hakikat dari syukur itu adalah, sebagaimana yang pernah disinggung oleh Syekh al-Akhdhori dalam mukadimah kitabnya Idhohul Mubham min Ma’ani al-Sullam, menggunakan segala nikmat yang telah Allah berikan sesuai dengan maksud/tujuan dari penciptaannya. Karena mata Allah Swt ciptakan agar digunakan untuk membaca ayat-ayat-Nya, maka cara menyukurinya adalah dengan menggunakannya untuk melihat dan membaca ayat-ayat tersebut.

Baca Juga: Menjaga Empati di Masa Pandemi

Namun seiring berkembangnya teknologi informasi akhir-akhir ini, telah membuat banyak di antara manusia menyalahgunakan nikmat mata yang Allah berikan. Mata yang sejatinya diciptakan agar mereka mudah dalam beribadah kepada-Nya, namun justru digunakan untuk memaksiati-Nya dengan melihat hal-hal yang diharamkan-Nya. Padahal mata, sebagaimana yang diungkap oleh Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya Minhajul Abidin, merupakan penyebab terbesar dari segala fitnah dan kerusakan. Itu makanya Allah Swt memerintahkan manusia agar senantiasa menjaga pandangannya. Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Nur: 30 yang berbunyi :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ.

Katakanlah (Wahai Muhammad) kepada orang-orang yang beriman itu agar mereka merendahkan pandangan serta menjaga kemaluan mereka. Hal itu lebih baik (suci) bagi mereka, sesungguhnya Allah Swt Maha Mengetahui segala sesuatu yang mereka lakukan.”

Ayat tersebut, menurut Imam al-Ghazali, setidaknya mengandung tiga aspek yang harus diingat oleh manusia. Pertama aspek adab, kedua peringatan, dan yang ketiga ancaman. Aspek adab terdapat pada potongan pertama dari ayat tersebut di mana Allah Swt memerintahkan kepada manusia agar menjaga pandangan mereka. Sebagai makhluk Allah Swt yang mengharapkan ridha-Nya, maka sudah seharusnya seorang muslim menjalankan perintah itu dengan sebaik-baiknya. Karena tidak mungkin seseorang wushul (sampai) kepada Allah kecuali dengan menjalankan segala perintah-Nya.

Sementara itu aspek peringatan terdapat pada potongan ayat yang menyebutkan, “Hal itu lebih baik (suci) bagi mereka”. Perintah untuk menundukkan pandangan mempunyai hikmah agar seorang manusia terjaga kesucian dirinya, di mana pada saat yang bersamaan juga akan membuat meningkatnya kualitas ibadah dari yang bersangkutan. Hal itu disebabkan karena ketika seorang muslim menjaga pandangannya maka hatinya akan suci dan bersih. Dan ketika hati seorang muslim sudah suci dan bersih, maka akan mudah baginya untuk menjalani ketaatan serta menerima kebenaran yang datang dari Allah Swt dan Rasul-Nya.

Namun sebaliknya bagi orang yang tidak menjaga pandangannya, hal itu akan mengotori hatinya dan pada akhirnya membuat yang bersangkutan semakin jauh dari cahaya ilmu dan nur Allah Swt, sehingga kamaksiatanpun akan mudah ia lakukan. Rasulullah Saw pernah dengan tegas menjalankan prinsip ini ketika beliau menasehati sahabat Ali ibn Abi Thalib, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan al-Tirmidzi dalam kitabnya, “Wahai Ali, janganlah engkau iringkan pandangan pertama dengan pandangan yang lain, karena pandangan pertama yang kamu lakukan (karena tidak sengaja) dimaafkan, namun tidak dengan pandangan kedua.”

Hal ini mungkin oleh sebagian orang dianggap sebagai hal yang sepele, namun pandangan demi pandangan yang dilakukan oleh seorang muslim terhadap hal-hal yang dilarang agama dengan kesengajaan pasti akan berpengaruh terhadap qalbu dan kepribadiannya. Hal ini juga terbukti melalui sebuah video edukasi yang dirilis oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI pada tahun 2019 yang lalu yang menyebutkan bahwa kecanduan melihat hal-hal yang diharamkan agama (sebut pornografi) akan merusak bagian pre frontal cortex atau bagian depan otak dan juga akan membuatnya semakin mengecil.

Bahkan lebih dari itu, seorang ahli bedah saraf Rumah Sakit San Antonio, Amerika Serikat, Donald L. Hilton, menyebutkan bahwa kerusakan otak yang disebabkan oleh kecanduan pornografi jauh lebih berat akibatnya ketimbang kecanduan-kecanduan lainnya. Apabila fungsi otak sudah melemah, maka akan menyebabkan gagalnya fungsi organ-organ tubuh lainnya sehingga bisa berakibat fatal terhadap fisik dan kepribadian sang pelaku. Dan parahnya menurut survei Kemenkes yang dilakukan pada tahun 2017 lalu menyebutkan bahwa 94% siswa di Indonesia pernah mengakses konten-konten porno di mana 57% di antaranya terjadi melalui media internet.

Baca Juga: Akhlak Yang Mulia

Bisa dibayangkan akan menjadi apa generasi bangsa ini 20 atau 30 tahun yang akan datang jika otak para remaja dan anak-anaknya sudah rusak dan tumpul. Mustahil mereka akan bisa berkreasi dan menciptakan penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan jika akal dan pikirannya sudah dipenuhi oleh konten-konten pornografi yang sangat merusak itu. Oleh sebab itu, peran orangtua dalam hal ini sangatlah penting untuk menjaga tontonan anak serta pergaulan mereka sehari-hari. Apalagi sekarang adalah zamannya belajar daring, di mana jika orangtua lengah sedikit maka bisa saja hal-hal negatif seperti di atas menimpa anak-anak mereka.

Sedangkan aspek yang ketiga, yaitu ancaman, terdapat pada potongan akhir dari ayat tersebut, yaitu, “Sesungguhnya Allah Swt Maha Mengetahui segala sesuatu yang mereka lakukan”. Pada potongan ayat ini, Allah Swt mengancam siapa saja yang menyalahgunakan pandangannya, maka Allah Swt pasti akan mengetahuinya. Sehingga bagi orang-orang yang mempunyai rasa ihsan yang kuat terhadap Allah Swt, yaitu rasa kalau Allah Swt selalu melihatnya dan seluruh gerak-geriknya, maka pasti ia akan menjaga pandangan dan penglihatannya dari segala hal yang dilarang oleh Allah Swt. Semoga kita tergolong kepada mereka yang menjaga pandangannya. Amiin!

Yunal Isra, LC., S.S.I, Ustadz di cariustadz.id