Perempuan dan Perayaan Idul Adha

Ketika kita berbicara terkait Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban maka kita akan selalu diingatkan dengan kisah yang sangat dramatis antara Nabi Ibrahim a.s dan anaknya Ismail a.s. Namun ada satu orang yang sering dilupakan yaitu istri Nabi Ibrahim yang bernama Hajar. Padahal Hajar juga direkam bagaimana tegusnya iman kepada Allah di dalam al-Qur’an:

إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ فَمَنۡ حَجَّ ٱلۡبَيۡتَ أَوِ ٱعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَاۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ  ١٥٨

“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (Q.S al-Baqarah [2]: 128)

Baca Juga: Yang Paling Penting dari Lebaran Idul Adha di era Pandemi

Ayat di atas menggambarkan bagaimana pentingnya tempat Shafa dan Marwa dalam ibadah haji. Sebagai sebuah perjalanan spiritual maka sepatutnya seorang hamba mengingat kembali melalui napak tilasnya bagaimana tempat tersebut memiliki nilai spiritual yang sangat dalam.

Dikisahkan bahwa salah satu peristiwa yang terkait erat dengan kedua tempat tersebut adalah Hajar istri dari Nabi Ibrahim. Terkait asal usulnya setidaknya ada dua pendapat yang berkembang. Pertama: Hajar adalah seorang putri yang merupakan anak dari raja Fir’aun (penguasa Mesir) yang diberikan kepada Sarah untuk menjadi pelayannya setelah mengetahui bahwa Sarah adalah perempuan yang dilindungi Allah. Kedua: Hajar adalah anak perempuan dari Raja Maghreb yang masih keturunan Nabi Saleh a.s.

Sebuah kisah heroik dalam perjalanan Hajar adalah saat Nabi Ibrahim mendapat perintah untuk mengungsi dari Syam menuju padang pasir yang tak berpenghuni. Saat Ibrahim hendak pergi, Hajar bertanya, “Wahai Ibrahim, engkau hendak ke mana? Apakah kamu akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada manusia dan tanaman? Ibrahim tetap tidak menjawab meski sudah ditanya berulang kali. Kemudian hajar mengganti pertanyaannya, “Apakah Allah yang memerintahkan kamu melakukan semua ini? Barulah Ibrahim menjawab, “Iya”. Hajar membalas, “Jika demikian, Allah tidak akan menelantarkan kami.

Setelah ditinggalkan oleh Ibrahim a.s sementara Hajar masih dalam kondisi menyusui Ismail dan Hajar makan atau minum dari perbekalan yang ia bawa. Setelah perbekalannya habis, Hajar merasa kehausan demikian pula Ismai sehingga membuatnya menangis.  Di tengah kebingungan ini, Hajar kemudian berlari ke puncak bukit Shafa, berharap melihat manusia yang dapat memberikan bantuan.

Tak terlihat seorangpun, Hajar turun dan sembari berlari-lari kecil menaiki bukit Marwah namun tetap tidak menemukan orang. Setelah tujuh kali bolak-balik antara Shafa dan Marwah dalam hitungan al-Maraghi dalam tafsirnya sekitar 760 hasta, dia mendengar tangisan Ismail. Dari hentakan tumitnya yang menghujam pasir kemudian memancarkan air, yang dikemudian hari dikenal dengan nama air Zamzam.

Baca Juga: Peran dan Posisi Perempuan dalam Kehidupan Bermasyarakat

Hajar memulai usahanya dari bukit shafa yang arti harfiahnya adalah kesucian dan ketegaran. Sebagai lambang bahwa untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan hidup harus dimulai dengan kesucian dan sikap yang tegar. Dan pencarian itu diakhiri di tempat yang bernama Marwa yang berarti “ideal manusia”.  Itulah yang dilambangkan dengan ibadah Sa’i oleh orang-orang yang melakukan ibadah haji.

Pelajaran besar yang bisa diambil dari peristiwa tersebut di antaranya: Pertama: bagaimana keyakinan positif Hajar secara totalitas kepada Allah terkait apa yang akan menimpanya esok hari. Kedua: Hajar meski dalam kondisi sendiri dengan ditinggalkan oleh suami yang berdakwah tidak merasa lemah atau putus asa malah tetap tegar dan semangat.

Ketiga: Hajar adalah lambang perempuan mandiri terbukti dengan seorang diri ia membesarkan anaknya Ismail dengan sangat baik bahkan dari keturunan Ismail nantinya akan lahir Nabi Muhammad Saw. Keempat: untuk mencapat manusia yang ideal maka mulailah perjalanan tersebut dengan kesucian.

Pesan tersebut sangat perlu diambil oleh masyarakat modern terlebih para perempuannya. Selain memiliki integritas pribadi yang tinggi Hajar bukanlah pecundang yang meninggalkan tanggungjawabnya.

Hasiolan. SQ. S.Ud, Ustadz di cariustadz.id