Peran dan Posisi Perempuan dalam Kehidupan Bermasyarakat

Islam menempatkan perempuan secara terhormat di dalam Al-Quran. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam berbagai sektor pendidikan politik bahkan dalam pekerjaan. Artikel ini akan mengulas pandangan Islam tentang perempuan yang aktif dalam dunia pekerjaan.

Peran perempuan, dalam catatan sejarah pra Islam, pernah mengalami kondisi terpuruk di mana banyak terjadinya kasus eksploitasi pemerkosaan dan pembatasan ruang gerak perempuan. Hal tersebut berdampak pada budaya kultural yang melekat pada masyarakat bahwa perempuan mempunyai tanggung jawab lebih besar pada sektor domestik yakni keluarganya dibanding sektor publik.

Modern kini, peran perempuan tidak terbatas pada melayani suami, menyediakan makanan, mengasuh anak dan menjaga rumah, namun lebih luas dari itu mereka berpendidikan dan berwawasan sehingga dibutuhkan dalam berbagai sektor pekerjaan. Peranan perempuan dalam berbagai sektor pekerjaan kini menjadi hal terpenting yang haus dipenuhi. Misalnya dalam dunia politik kini, kuantitas perempuan harus setidaknya 30% untuk mencapai ekualitas peran peremuan dalam kancah politik Indonesia.

Baca Juga: Berbagai Larangan dan Pahala Bagi Perempuan Haid

Peran perempuan dalam berbagai sektor publik, tidaklah bertentangan dengan Al-Quran. Hal tersebut dijelaskan dalam QS. An-Nahl ayat 97:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa setiap manusia laki-laki dan perempuan mempunyai tanggung jawab yang sama yakni melakukan kebaikan, termasuk peran aktif perempuan dalam sektor publik. Abbas al-‘Aqqād dalam karyanya Al-Mar’ah Fī Alqurān menjelaskan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Yang dimaksud laki-laki dilebihkan satu derajat dibanding perempuan adalah laki-laki merupakan pemimpin dalam rumah tangga sebagai fitrahnya. Dalam hal ini, bukan berarti keluar dari konsep persamaan yang telah ditetapkan dalam hak dan kewajiban perempuan, namun setiap tambahan hak diimbangi dengan tambahan serupa dalam kewajiban adalah konsep persamaan yang bijaksana.

Dalam Ayat lain, tepatnya Surah At-Taubah Ayat 71 Allah Swt berfirman:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Mutawallī al-Sha’rawī, sebagai mufassir kontemporer kenamaan Mesir, menafsirkan kata Auliya’ sebagai manusia beriman harus saling tolong menolong dan saling memberi nasihat agar sempurna keimanannya. Ia menjelaskan bahwa ayat tersebut meminta agar perempuan dan laki-laki sama-sama mengerjaan perbuatan yang ma’ruf dan menjauhi perkara yang mungkar.

Baik laki-laki maupun perempuan berkewajiban mencegah setiap mukmin lain jika melakukan kemunkaran sementara itu mereka juga berkewajiban untuk memerintahkan sesame melakukan kebaikan. Ayat tersebut menunjukkan bahwa setiap laki-laki dan perempuan dituntut untuk melakukan kebaikan, dituntut untuk mengerahkan kemampuan terbaiknya dalam melakukan sebanyak-banyaknya kebaikan dalam melakukan tugasnya sebagai manusia, termasuk dalam melakukan pekerjaan.

Sementara itu, dalam ayat Al-Quran lainnya QS. An-Nisā’ ayat 32, Allah Swt berfirman: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para perempuan (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.

Rashīd Riḍā menjelaskan ayat tersebut tidak melarang seseorang untuk merealisasikan cita-cita dan keinginanya. Tidak ada yang salah apabila seseorang mempunyai keinginan kemudian bekerja keras untuk mewujudkannya dan tidak mengapa jika seseorang melihat prestasi orang lain kemudian ia bekerja keras meraihnya.

Ia menyebut bahwa, menfokuskan diri terhadap suatu prestasi adalah kebaikan serta bekerja keras adalah kewajiban setiap laki-laki dan perempuan. Sehingga, laki-laki dan perempuan tidak boleh hanya berangan-angan, mereka mempunyai kewajiban yang sama untuk bekerja keras. Ia menganggap bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama yakni memperoleh pendidikan, memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan minat serta melakukan kebaikan untuk kebaikan rumah tangganya.

Baca Juga: Aurat Perempuan dan Perkembangan Zaman

Sementara itu, Quraish Shihab, sebagai mufassir yang mempunyai pandangan peran perempuan di Indonesia menyatakan bahwa perempuan boleh beraktifitas dan melakukan pekerjaan, selama pekerjaan tersebut membutuhkan dirinya. Baik pekerjaan yang dilakukan di dalam rumah maupun di luar rumah bersama orang lain, perempuan boleh melakukannya, selama pekerjaan tersebut dilakukan secara terhormat, sopan dan mereka perempuan dapat menjaga kehormatannya.

 Ia juga menyebut bahwa perempuan boleh saja berkarir, namun ia harus menghindari dan meminimalisir dampak negatif yang akan mengganggu diri dan lingkungannya. Ia menyebut bahwa kebolehan perempuan berkarir sudah dimulai sejak masa nabi Muhammad saw. di mana Khadijah sebagai istri Rasulullah sudah mengabdikan dirinya pada sektor pengembangan ekonomi. Ia dianggap sebagai salah satu perempuan tersukses dan terkaya pada masa Rasulllah saw, karena kemahirannya dalam berdagang. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa, perempuan kini secara bebas aktif melakukan pekerjaan yang ia kehendaki sesuai dengan minat dan keahlinya demi kemajuan peradaban, khususnya Indonesia.  Wallahu A’lam.

Saadatul Jannah, Ustadzah di Cariustadz.id