Sering kali kita mendengar istilah ilmu sihir (terkadang disebut ilmu hitam) dalam obrolan kita dengan masyarakat sekitar. Ilmu ini selalu berada di posisi seberang dari ilmu hikmah (terkadang dinamakan ilmu putih). Lalu, apa bedanya? Dan bagaimana kita harus menyikapinya?
Dalam Tesaurus Tematis Bahasa Indonesia, sihir, santet, tenung, guna-guna, rajah, dll. masuk dalam satu kelas kata dengan ilmu ghaib. Ilmu ghaib selalu memiliki konotasi negatif. Misalnya, ilmu sihir. Al-Qur’an menjelaskan bahwa sihir diajarkan oleh setan kepada manusia dalam rangka mencapai tujuan tertentu (QS. Al-Baqarah (2): 102).
Dalam ayat lain, Allah berfirman menyangkut sihir yang dilakukan penyair-penyair Fir’aun (QS. Al-A’raf (7): 116). Allah juga menjelaskan kaitan antara tali temali dengan tongkat-tongkat yang digunakan oleh para penyihir Fir’aun. “Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat mereka terbayang kepada Musa seakan ia merayap cepat lantaran sihir mereka.” (Thaha (20): 66.)
Baca Juga: Isra Miraj dan Kritik atas Shalat Kita
Abu Bakr Ibn al-‘Arabi (w.1148) penulis tafsir Ahkam al-Qur’an bermadzhab Maliki, berpendapat bahwa sihir adalah ucapan-ucapan yang mengandung pengagungan kepada selain Allah yang dipercaya pengamalnya dapat menghasilkan sesuatu. Jadi, kita bisa menegaskan bahwa sihir adalah ilmu yang datangnya dari setan dan kita dilarang untuk mempelajari apalagi mengamalkannya.
Dalam buku Setan dalam Al-Quran, Quraish Shihab menjelaskan bahwa sihir pada mulanya diajarkan oleh dua malaikat—Harut dan Marut—sebagai ujian kepadanya dan kepada yang mereka ajari. Setan ikut menimba ilmu itu, tetapi, jauh setelah itu ketika Nabi Sulaiman berkuasa, beliau melarang sihir.
Bertebarannya versi cerita Harut dan Marut ini membuat ulama’ tafsir berbeda dalam memahaminya. Ibnu Katsir sendiri menolak beberapa riwayat tentang dua kisah malaikat Harut dan Marut yang menurutnya melenceng dan masuk dalam bagian dari cerita Israiliyat (The Secret of Santet, 70). Nabi sendiri mengajarkan cara menyikapinya. Kata beliau, “La Tushoddiquhu Wa La Tukadzidzibuhu”, kalian tidak perlu membenarkan atau menyalahkannya (cerita israiliyat).
Adapun ilmu hikmah, dalam kultur santri atau ahli hikmah dikenal berbagai amalan atau wirid yang bertujuan untuk membela diri (defensif), namun terkadang ada juga bersifat ofensif yang biasa dikenal dengan hizib dan asma.
Melalui doa-doa tertentu, seseorang bisa membentengi dirinya dari pihak lain yang berniat jahat. Umumnya, semakin istiqomah amalan dilakukan, semakin kuat energi yang ditimbulkan. Ini jelas berbeda dengan ilmu sihir atau santet (istilah jawa) yang dari awal memang berniat jahat dan mencelakakan orang.
Ilmu hikmah juga sangat mudah dibedakan dengan ilmu hitam. Kalau Ilmu hitam rujukannya adalah setan, sedangkan ilmu hikmah atau ilmu putih rujukannya adalah Allah. Ia dinisbatkan kepada Allah. Karena itu, tidak jarang beberapa ahli hikmah sering melantunkan ayat-ayat suci atau sholawat Nabi.
Ilmu ini memang bisa dikatakan penting untuk dipelajari, dalam arti, setidaknya seseorang bisa menjaga dirinya dari segala jenis godaan setan dan jin yang tidak mampu kita lihat di dunia ini.
Al-Qur’an dan Nabi mengajarkan beberapa bacaan agar terhindar dari gangguan jin dan setan. Seperti misalnya bacaan ta’awwudz (QS. Al-A’raf (7): 200), (Fushshilat (41): 36), dan ayat Kursi (QS. Al-Baqarah (2): 255).
Suatu ketika Nabi melihat dua orang bertengkar, dan salah satu di antaranya merah wajahnya, Nabi lalu bersabda, “Sungguh, demi Allah aku tahu kalimat bila ia mengucapkannya pasti hilang apa yang dirasakannya: a’udzubillahi min asy-syaithan ar-rajim.” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Sulaiman ibn Shurad).
Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya, “Isti’adzah adalah permohonan perlindungan kepada Allah serta upaya “menempelkan” diri ke hadirat-Nya, agar si pemohon terhindar dari segala keburukan, siapapun sumbernya.” (Yang Tersembunyi, 304)
Selain bacaan ta’awwudz, Nabi juga mengajarkan agar umat Islam membaca surat al-Baqarah. Kata Nabi, “Janganlah menjadikan rumah kalian kuburan-kuburan. Rumah yang di dalamnya dibacakan surat al-Baqarah tidak akan dihampiri setan” (HR. Muslim dan Tirmidzi melalui Abu Hurairah).
Tentunya, rumah yang sering dilantunkan bacaan Al-Qur’an oleh para pemiliknya akan berbeda dengan rumah-rumah yang jarang atau bahkan tidak pernah dibacakan al-Qur’an. Tidakkah kita pernah merasakan tindihan (kondisi sulit bangun padahal sudah setengah sadar) ketika kita sedang tidur? Atau tidakkah kita yakin ketika memasuki rumah suwung atau sepi terasa kental aura negatifnya?
Baca Juga: Meneladani Rasulullah yang Malu Kepada Allah Swt
Memang, bukan di sini tempatnya untuk menjelaskan macam-macam ilmu hikmah yang sedimikian kompeks dan rumit.
Namun demikian, yang perlu kita yakini, sihir atau berbagai macam nama lainnya adalah ilmu yang sudah ada sejak zaman dahulu, sebagaimana dijelaskan di atas, dan sumber ilmu ini adalah dari setan. Ia bisa dalam bentuk jin bisa juga dalam bentuk manusia (QS. An-Nas (114):1-6). Karenanya, wajib bagi kita untuk menjauhinya, kalau tidak, berarti kita sudah menyekutukan Allah.
Ini berbeda dengan ilmu hikmah, yang mana ia lebih mengacu pada segala hal yang berimplikasi positif. Karenanya, ia diperbolehkan bahkan dianjurkan bagi kita untuk setidaknya mengetahui hal terkecil dari beberapa ajaran Al-Qur’an, begitu juga hadist di atas agar kita terhindar dari godaan setan dan meraih keselamatan dunia dan akhirat.