Menyikapi Kecurangan Pada Pemilu

Pemilihan umum yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah selesai pada tanggal 14 Februari 2024. Masyarakat Indonesia telah menyalurkan hak pilihnya secara jujur dan adil. Hasil Quick Count juga sudah beredar di media massa, baik cetak, televisi, maupun online. Walaupun begitu, beredar juga video atau keterangan di media sosial yang mengindikasikan adanya kecurangan pada Pemilu 2024. Bagaimana kita sebagai umat Muslim menyikapi kecurangan tersebut? 

Asal niatnya baik dan benar, kritik dan melaporkan kecurangan Pemilu perlu dilakukan asal memiliki bukti yang jelas dan sesuai aturan, bukan berdasar berita hoax yang tidak jelas sumbernya. Hal ini tidak sekedar untuk “merubah perolehan suara”, tapi lebih dari itu, agar kecurangan dan kedzaliman kita perbaiki sama sama, dan mengedukasi masyarakat tentang kesadaran amar ma’ruf nahi munkar, dan memperbaiki sistem pemilihan di masa depan demi kemaslahatan masyarakat dan bangsa Indonesia

Sebagai ilustrasi, ketika kita sedang bermakmum kepada seseorang, lalu kita lihat imamnya melakukan tindakan keliru yang bisa membatalkan shalat, misalnya si imam salah bacaan Al Fatihah ya, maka bagi makmum laki laki bisa mengucapkan subhanallah untuk memperbaiki bacaan Imam, atau dengan memperbaiki secara langsung bacaan al Fatihahnya, bagi perempuan melakukan bisa “tepuk tangan”. Walaupun caranya berbeda, tapi tujuannya untuk memperbaiki kesalahan imam. 

Kritik dan melaporkan kecurangan Pemilu, asal niatnya benar dan dilakukan sesuai aturan yang benar, bisa masuk dalam penjelasan al Qur’an:

يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS Luqman: 17)

Coba renungkan, perintah mencegah terjadinya kemungkaran disandingkan dengan perintah mendirikan sholat, hal ini menunjukkan pentingnya mencegah kemungkaran. Jika kemungkaran dibiarkan, bisa jadi akan terus terjadi dan dianggap biasa. 

Berkaitan dengan tekhnis mencegah atau menyikapi sebuah kemungkaran, Rasulullah SAW bersabda:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: (مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطعْ فَبِقَلبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإيْمَانِ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Said Al Khudri ra, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya (kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia ingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim)

Pada hadis ini Rasulullah memerintah umat Islam, ya kita semua untuk melakukan “action” ketika melihat kemungkaran, termasuk kemungkaran dalam pelaksanaan Pemilu. Caranya, bisa menggunakan tangan/kekuasan. Misalnya seseorang atau kelompok mempunyai kuasa melaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), atau melaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), atau barangkali ada mekanisme lainnya, ya lakukanlah pelaporan tersebut secara sistematis dan terstruktur, “jangan grusa grusu”.

Jika mampunya mencegah kemungkaran dengan lisan (atau tulisan seperti di medsos), ya lakukanlah. Sekali lagi, niatnya harus baik dan benar, dan dengan cara yang benar, bukti harus valid, bukan berdasar berita Hoax. Apalagi masa sekarang ada jargon “No Viral no justice”, maka media sosial bisa dimanfaatkan untuk amar ma’ruf nahi munkar

Jika tidak mampu mencegah atau menghilangkan kemungkaran dengan tangan, lisan, atau tulisan, maka rubahlah melalui “hati”, dengan “mengutuk” pelaku kecurangan dan tidak menerima tindakan kecurangan, serta mendoakan semoga kecurangan bisa diminimalisir, syukur syukur bisa dicegah dan dihilangkan.

Berkaitan dengan kemungkaran yang tidak dicegah, saya teringat nasehat pengasuh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, “ketika awal melakukan kemaksiatan, bisa jadi kita merasa tidak nyaman dan membuat hati gelisah, tapi jika dilakukan terus menerus tanpa ada yang menegur, maka kemaksiatan menjadi biasa. Beliau mengilustrasikan, ketika seseorang masuk WC, dia merasa risih dan bau. Tapi lama kelamaan, dia merasa biasa, nyaman, bahkan ada yang sampai betah berlama lama di WC.

Kembali ke persoalan Pemilu, setelah mengkritik dan melaporkan kecurangan yang benar benar terjadi, dan mengawalnya secara baik, maka hasilnya kita tawakkal kepada Allah. Usaha sudah dilakukan, hasilnya menunggu yg terbaik.

Tulisan ini bukan dalam rangka mendukung Paslon manapun, karena kecurangan bisa dilakukan oleh pihak manapun, dan karena saya sendiri “netral”. Tulisan ini sebagai “Gerakan Sosial” melawan kemungkaran dan kecurangan, demi kemaslahatan masyarakat dan bangsa Indonesia. Apapun hasilnya setelah ada laporan kecurangan, setelah di follow up melalui persidangan persidangan, maka kita harus hormati keputusan KPU yg diberi mandat untuk urusan Pemilu. 

Semoga manfaat.

Dr. Holilur Rohman, M.H.I, Ustadz di Cariustadz.id dan Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

Tertarik mengundang ustadz Dr. Holilur Rohman, M.H.I? Silahkan klik disini