Praktik khitan perempuan di Indonesia terjadi pada berbagai daerah seperti Lombok, Gorontalo, bahkan sampai tanah Jawa, contohnya Madura. Praktik ini sampai sekarang masih digeluti dan dianggap sebagai ritual agama oleh masyarakat Gorontalo. Biasanya, setelah khitan selesai langsung dilaksanakan tradisi mandi lemon yang diartikan sebagai mandi suci nya khitan perempuan. Ini menjadi harapan dari orang tua pada anak perempuannya agar memiliki jiwa yang anggun dan tangguh. Selain itu, tujuan proses khitan agar Perempuan tidak hyperseks saat ia tumbuh dewasa. Sayang sekali nasib kehidupan Perempuan, sejak kecil ia sudah menjadi korban tersangka “hyperseks” karena khawatir dengan masa depan nya kelak.
Tentunya tradisi ini kerap dikritik oleh berbagai pihak, mulai dari kalangan medis sampai agamawan karena praktik khitan di Gorontalo dilakukan pada anak dibawah umur 5 tahun yang mampu mencederai dan menyakiti fisik hormon sekaligus mental Perempuan. Dari sisi kesehatan, akan terjadi masalah kesehatan seksual. Misalnya, mereka yang melakukan khitan akan memengaruhi sensitivitas atau kenikmatan seksual, nyeri saat berhubungan seks, kesulitan penetrasi, dan penurunan jumlah produksi pelumas alami. Sisi agama mengungkap, Yusuf al-Qaradhawi mengungkap bahwa kegiatan menyakiti, melukai, atau merendahkan sesama Muslim bukanlah bagian dari agama.
Dari beberapa Masyarakat Gorontalo yang saya temui, mereka berulang kali mengungkap bahwa dalil khitan Perempuan ada dalam surat Ali Imran(3):95:
Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah”. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.”
Menurut pendapat Jumhur Ulama, redaksi perintah “ikutilah agama Ibrahim” masih bersifat ‘am, apalagi penegasan berkhitan ini dikhususkan untuk anak laki-laki, bukan perempuan. Hal ini ditegaskan pula oleh Sayyid Muhammad Tantowi, seorang Ulama fenomenal di Mesir mengatakan bahwa tidak ada satupun dalil al-Quran yang mengisyaratkan khitan Perempuan, bahkan teks hadis tentang mulianya Perempuan berkhitan perlu dikaji keshahihannya.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Usamah RA:
“Khitan itu sunnah bagi laki-laki, dan suatu kemuliaan bagi perempuan.” (HR. Ahmad)
Hadis tersebut menurut salah satu ulama Fiqh Syafii terkemuka, Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa hukum hadis tersebut adalah dhaif (lemah). Sabiq mengungkapkan:
“Tidak ada satu pun hadis yang bisa dijadikan sebagai rujukan untuk menilai hukum khitan pun tidak ada sanad hadis yang bisa diikuti”
Dengan banyaknya anggapan masyarakat tentang fitrah khitan Perempuan yang masih dianggap sebagai syariat agama, apakah mereka sadar bahwa perbuatan tersebut justru menyakiti, merendahkan bahkan membatasi para Perempuan? Dimana letak syariat agama Islam yang perlu disyukuri dalam hal ini?. Saya rasa ini bukan tradisi baik yang perlu kita jaga. Mari kita jaga anak-anak perempuan kita agar terhindar dari luka yang menyakitkan ini. Wallahu A’lam.
Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA., Dosen STIU Darul Quran Bogor dan Ustadzah di Cari Ustadz
Tertarik mengundang ustadz Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA.? Silahkan klik disini