Kisah Tawakal Rasulullah dan Pelajaran yang Bisa Diambil

Cariustadz.id, – Kata tawakal berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar wa-ka-la yang artinya mempercayakan atau mewakilkan. Kata ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia, berdasarkan KBBI arti kata tawakal adalah pasrah diri kepada kehendak Allah Swt.; percaya dengan sepenuh hati kepada Allah Swt. Artikel ini akan mengulas lebih lanjut teladan Rasulullah saw dalam menerapkan sikap tawakal melalui dua kisah berikut ini. 

Kisah Pertama:  Saat Rasulullah hijrah dari Makkah menuju Madinah ditemani sahabat beliau Abu Bakar r.a pada tahun ke-14 kenabian. Dalam perjalanan tersebut mereka dikejar oleh utusan kaum Quraisy untuk membunuh mereka dengan hadiah 100 ekor unta, kemudian Nabi dan Abu Bakar bersembunyi di dalam Gua Tsaur selama tiga malam.

Baca Juga: Perintah Shalat Sebelum Nabi Muhamamd Saw

Namun para utusan tersebut berhasil menyusul mereka, bahkan sudah mencapai mulut gua, seandainya mereka menundukkan kepala ke bawah gua maka sudah terlihat Rasulullah dan Abu Bakar di sana. Dalam kondisi tersebut, Abu Bakar sangat khawatir dan gelisah sementara Rasulullah sangat tenang dan berusaha menenangkan sahabat beliau sehingga kondisi tersebut direkam di dalam al-Qur’an dengan ungkapan Rasulullah kepada Abu Bakar “la tahzan inna Allah ma’anā” jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita. Kisah ini pula yang menjadi sebab turunnya ayat 40 dari surah al-Taubah.

Kisah kedua terjadi pada saat peperangan Badar. Dinamakan perang Badar menunjuk pada lokasi peperangan terjadi yaitu Badar berjarak sekitar 150 Km dari kota Madinah. Pada perang tersebut Rasulullah membawa pasukan 313 orang sementara dari pihak lawan terdapat 1000 orang. Sebuah peperangan yang sangat tidak berimbang.

Rasulullah mengatur strategi peperangan dengan membangun markas operasi pertempuran/perlindungan atas saran dari sahabat Sa’ad bin Mu’adz. Nabi juga mengatur pasukan berbaris serupa dengan shaf shalat dengan pasukan pemanah berada di Barisal paling depan. Strategi ini masih belum dikenal di kalangan masyarakat Arab waktu itu bahkan sikap tersebut dipuji oleh Allah dalam surah al-Shaff [61]: 4.

Saat pasukan Quraisy datang dan peperangan sedang berkecamuk, pasukan muslim sangat disiplin mengikuti petunjuk Nabi, tidaklah mereka maju menyerang kecuali setelah mendapat perintah dari Nabi. Pada mulanya saat perang mulai berkecamuk Rasulullah berada dalam markas, Rasulullah sangat gelisah dan sangat serius, sampai-sampai serban beliau terjatuh. Melihat hal tersebut, Abu Bakar berusaha menenangkan Nabi Saw sambil meletakkan kembali serban Nabi ke bahu beliau. Abu Bakar berujar untuk menenangkan Nabi: “Cukuplah berdoa, Sungguh Allah pasti akan memenuhi janjinya”.

Dalam dua kisah di atas terdapat dua kondisi yang bertolak belakang. Namun sikap yang paling tepat dalam dua kondisi tersebut adalah sikap Rasulullah Saw, meski tidak mengurangi apa yang telah ditampakkan oleh Abu Bakar r.a. 

Pada kasus pertama Rasulullah tenang, tidak gelisah dan berusaha menenangkan Abu Bakar r.a karena pada kondisi tersebut sudah tidak ada lagi upaya yang bisa mereka lakukan kecuali berserah diri kepada Allah Swt. Sementara pada kasus kedua kondisi terbalik, Abu Bakar tenang dan berusaha menenangkan Rasulullah yang gelisah. Hal tersebut karena saat peperangan berkecamuk, Nabi merasa masih ada waktu atau usaha yang bisa dilakukan oleh Rasulullah seperti memanjatkan doa kepada Allah Swt.

Baca Juga: Konsep Wasathiyah Islam Menurut Al-Qur’an dan Hadis Nabi

Pelajaran yang bisa diambil dari dua kisah di atas adalah tawakal bukan berserah diri kemudian tidak melakukan apapun seperti ayam yang pasrah lehernya untuk dipotong. Tawakkal bukan pula nekad menerobos bahaya tanpa adanya perhitungan yang matang. Tawakkal adalah berserah diri kepada Allah kemudian melakukan segala hal semaksimal mungkin untuk mendukung keberhasilan usaha kita selama masih ada kesempatan untuk berbuat.

Terlebih dalam masa covid-19, kita memang harus menyerahkan semua keputusan kepada Allah untuk memutuskan mana yang terbaik menurut-Nya sementara kita tetap melakukan upaya untuk mendukung keinginan yang akan kita capai, misalnya dengan tetap memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan menghindari perkumpulan sebagai upaya untuk mengiringi sikap tawakkal yang telah kita tancapkan di dalam hati. Wallahu A’lam

Hasiolan, S.Q, S.Ud, Dosen STAI Nida El Adabi dan Ustadz di cariustadz.id