Di tengah masyarakat yang masih memandang pernikahan sebagai tolak ukur keberhasilan perempuan, status lajang di usia 25 tahun ke atas kerap dianggap menyimpang dari kodrat. Label seperti tidak laku, pilih-pilih, atau bahkan beban keluarga, menjadi narasi yang terus membayangi, seolah nilai seorang perempuan hanya ditentukan oleh status pernikahan. Mereka yang memilih atau terpaksa hidup sendiri kerap disudutkan, dicurigai, dikasihani, bahkan didiskriminasi. Padahal, tak sedikit perempuan lajang yang menjadi tulang punggung keluarga, merawat orang tua, berkontribusi besar dalam pendidikan dan pelayanan masyarakat, atau memang belum menemukan pasangan yang tepat.
Meski Al-Qur’an memuliakan perempuan karena keimanan dan ketakwaannya, masyarakat sering menilai perempuan mulia dilihat dari apakah ia sudah menikah atau belum. Pandangan seperti ini juga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Menikah adalah sunnah Nabi, namun bukan kewajiban mutlak bagi semua orang.
Dalam QS. An-Nur:32, perintah menikahkan orang-orang yang belum menikah ditujukan kepada masyarakat untuk membantu, bukan menekan. Ini artinya ajaran Islam mengajak kepada pernikahan dalam kerangka maslahat dan kebaikan, bukan sebagai standar nilai mutlak yang membedakan kemuliaan seorang perempuan.
Pentingnya Melihat Maqashid Syariah
Dalam memahami bagaimana syariat Islam memandang kehidupan manusia, pendekatan maqashid syariah (tujuan-tujuan syariat) menjadi sangat penting. Ada lima prinsip maqashid syariah (tujuan utama syariat), yang menekankan pada perlindungan terhadap agama (hifz ad-din), jiwa (hifz an-nafs), akal (hifz al-‘aql), keturunan (hifz an-nasl), dan harta (hifz al-mal). Dalam konteks perempuan lajang, prinsip menjaga jiwa dan menjaga martabat menjadi sangat relevan
Menekan, merendahkan, atau menghakimi perempuan karena belum menikah justru bertentangan dengan maqashid syariah. Islam mengajarkan penghormatan terhadap pilihan hidup, selama itu tidak melanggar prinsip-prinsip agama. Ketika seorang perempuan memilih untuk belum menikah karena alasan pengembangan diri, perawatan orang tua, kemandirian, atau karena belum bertemu pasangan yang tepat, maka keputusannya harus dihormati, bukan disalahkan.
Selain itu, maqashid syariah juga menekankan perlindungan terhadap martabat manusia (karamah al-insaniyyah). Dalam Surat Al Hujurat ayat 13, Allah menegaskan bahwa kemuliaan manusia tidak dilihat dari ras, suku, status sosial, laki-laki atau perempuan, melainkan karena ketakwaannya. Untuk itu, setiap manusia termasuk perempuan lajang memiliki hak atas penghormatan, kebebasan dari stigma, dan perlakuan adil dalam masyarakat.
Al-Qur’an Tidak Mensyaratkan Pernikahan sebagai Standar Kesalehan
Dalam banyak ayat, Al-Qur’an menyebutkan perempuan salehah bukan karena mereka menikah atau memiliki anak, melainkan karena kualitas iman dan amalnya. Salah satu contoh paling jelas adalah Maryam binti Imran, perempuan suci yang disebut secara khusus dalam QS. Maryam dan QS. Ali Imran. Maryam adalah satu-satunya perempuan yang disebutkan namanya secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan mendapatkan kehormatan luar biasa, meski tidak pernah dikisahkan menikah.
“Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya…” (QS. At-Tahrim: 12)
Ayat ini menunjukkan bahwa kehormatan seorang perempuan diukur dari bagaimana ia menjaga kehormatannya, bukan status sosialnya sebagai istri atau ibu.
Maryam juga disebutkan sebagai perempuan pilihan dan disucikan serta dilebihkan dari semua perempuan yang ada di dunia ini sebagai perempuan suci dan teladan dalam keimanan. Bahkan dalam Surah at-Tahrim ayat 12, Allah menyebut Maryam sebagai perempuan yang menjaga kehormatannya, mendapat wahyu dari-Nya, dan menjadi bukti kekuasaan Allah bagi alam semesta.
Selain Maryam, Al-Qur’an juga menampilkan kisah perempuan-perempuan lainnya yang luar biasa, kisah Ratu Saba’ (Balqis) dalam QS. An-Naml, yang menjadi pemimpin negaranya tanpa dikaitkan dengan status suami. Juga ibu Nabi Musa yang diilhamkan untuk menghanyutkan bayinya ke sungai, atau saudara perempuan Nabi Musa yang mengawasi dari jauh. Hal ini menegaskan bahwa perempuan memiliki posisi terhormat di masyarakat tanpa harus terikat pada pernikahan.
Membuka Jalan bagi Perempuan Lajang untuk Berkarya
Jika kita membuka lembaran sejarah Islam, banyak perempuan mulia yang berkontribusi dalam ilmu, sosial, dan keagamaan, baik mereka menikah maupun tidak. Contohnya adalah Rabi’ah al-Adawiyyah, seorang sufi perempuan yang hidup tanpa pasangan dan dikenal luas karena spiritualitasnya yang mendalam. Karya dan doanya tentang cinta kepada Allah menginspirasi banyak generasi.
Sementara di masa sekarang, perempuan lajang memiliki potensi besar dalam membangun masyarakat melalui kontribusi di bidang pendidikan, dakwah, aktivitas sosial, dan profesi-profesi lainnya. Islam tidak pernah membatasi peran perempuan hanya di ranah domestik. Sebaliknya, selama perempuan menjaga adab, integritas, dan menjalankan ajaran agama, maka ruang kontribusinya terbuka lebar, termasuk bagi yang belum menikah.
Selain itu, selama masih sendiri, baik laki-laki maupun perempuan dituntut untuk memperkaya akhlak dan memperluas wawasan. Sehingga jika kelak menikah, ia hadir sebagai pribadi utuh yang siap membangun rumah tangga dengan visi kemaslahatan bersama.
Menjadi Lajang Bukan Aib dan Kegagalan
Menjadi lajang bukanlah aib dan bukan pula kegagalan. Dalam pandangan Islam, yang menjadi ukuran kemuliaan adalah takwa, bukan status pernikahan. Seperti yang ditegaskan dalam QS. Al-Hujurat:13, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
Untuk itu, mari kita kembalikan pemahaman terhadap perempuan dewasa yang belum menikah ke dalam kerangka ajaran Al-Qur’an yang penuh rahmat, keadilan, dan pengakuan atas keragaman jalan hidup manusia. Sudah saatnya masyarakat muslim menghentikan stigma dan membuka ruang penerimaan yang adil bagi setiap perempuan, apapun statusnya. Karena dalam Islam, setiap manusia mulia bukan karena status sosial, tapi karena keimanan dan amal kebaikannya selama hidup di dunia.
Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd, Ustadzah di Cariustadz
Tertarik mengundang ustadzah Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd? Silakan klik disini