Ilmu Tasawuf dan Pendekatan Diri Kepada Allah Swt

Tasawuf adalah sebuah ilmu yang cukup popular di tengah kalangan masyarakat terutama di Indonesia. Harun Nasution berpendapat bahwa tasawuf adalah ilmu yang mempelajari cara atau jalan yang harus ditempuh agar seseorang bisa berada sedekat mungkin dengan Allah Swt.

Kata tasawuf sendiri berkaitan erat dengan kata sufi, istilah yang dipakai bagi orang yang mempraktikkan jalan tasawuf. Dalam sejarahnya, orang yang pertama kali  diberikan gelar sebagai sufi adalah Abu Hasyim al-Kufi di Irak (w. 150 H).

Adapun asal kata sufi, terdapat banyak perbedaan mengenai darimana kata itu berasal. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kata sufi berasal dari Ahl al-Shuffah, orang-orang yang tinggal di emperan Masjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai pelana sebagai bantal sedang pelana disebut dengan suffah. Mereka adalah orang-orang yang berhati mulia dengan tidak mementingkan keduniaan. Pendapat kedua menyebut berasal dari kata shaf bermakna pertama karena mereka dimuliakan Allah Swt seperti orang yang berada di shaf pertama dalam ibadah shalat.

Baca Juga: Dua Alasan Pentingnya Akhlak Mulia Bagi Setiap Muslim

Pendapat selanjutnya berasal dari kata shafa yang bermakna suci karena orang-orang sufi adalah mereka yang telah menyucikan diri. Pendapat lain menyebutkan kata sufi berasal dari Sophos dalam ungkapan Yunani yang bermakan hikmat.

Pendapat terakhir mengatakan kata sufi berasal dari suf bermakna kain yang terbuat dari bulu wol. Para sufi memakai pakaian dari bahan wol kasar sebagai lambang kesederhanaan. Dari kelima pendapat di atas, pendapat terakhir yang lebih banyak diterima sebagai asal kata sufi.

Sedangkan terkait asal usul munculnya aliran ini menurut Harun Nasution, ia berasal dari Islam sebagaimana banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang memberikan indikasi akan hal tersebut. Sebagai contoh ayat-ayat al-Qur’an yang menyebutkan akan dekatnya manusia dengan Tuhan yaitu:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ  ١٨٦

Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Q.S al-Baqarah [2]: 186)

Baca Juga: Kurban dan kepedulian antar sesama di Masa Pandemi

Tergambar dengan jelas dalam ayat di atas terkait pernyataan Allah Swt bahwa ketika hamba-Nya memohon atau meminta kepada-Nya maka Allah Swt akan mengabulkan permintaan tersebut. Para sufi memahami kata da’a dalam ayat di atas dengan makna berseru sehingga mereka berkesimpulan bahwa Allah Swt mengabulkan seruan orang yang ingin dekat dengannya. Ayat lainnya yang menyatakan kedekatan tersebut:

وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ نَفۡسُهُۥۖ وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ  ١٦

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Q.S Qaf [50]: 16)

Dari ayat di atas para sufi memahami bahwa Allah Swt berada dalam diri mereka bukan di luar mereka sebagai lambang kedekatan tersebut. Namun catatan penting dalam permasalahan tasawuf adalah bagi yang tidak memahaminya atau hanya menilai dari luarnya saja akan cenderung menganggap perbuatan tersebut sesat sementara mereka yang menekuni hal tersebut terkadang bersikap berlebih-lebihan. Tasawuf akan menjadi sebuah ilmu yang diberkahi selama tidak menyalahi hukum syariat. Wallahu A’lam.

Hasiolan. SQ. S.Ud, Ustadz di cariustadz.id