Lailatul Qadar telah disepakati adanya pada bulan Ramadhan. Dasar bahwa malam ini terjadi pada bulan Ramadhan dapat dipahami dari dua ayat yang saling berkaitan, yaitu surat al-Qadr ayat 1 dan surat al-Baqarah ayat 185. Pada surat al-Qadr ayat 1 Allah menegaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam lailatul qadar, sementara pada surat al-Baqarah ayat 185 Allah memberikan kabar bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan. Sehingga dapat dipahami bahwa lailatul qadr tersebut ada di dalam bulan Ramadhan.
Dalil diatas diperkuat oleh sabda nabi Muhammad saw yang menganjurkan umatnya untuk lebih serius dalam beribadah Ramadhan, terutama pada sepuluh malam terakhir. Sebab, disanalah terdapat malam qadar, terutama pada malam-malam yang ganjil.
Malam Qadar ini mulia dikarenakan turunnya al-Qur’an, sebagaimana kemuliaan bulan Ramadhan. Ulama berpendapat bahwa apapun yang berkaitan dengan al-Qur’an akan menjadi mulia. Seperti malaikat Jibril yang menjadi perantara, Nabi Muhammad yang menerima dan umat Muhammad yang menjadi sasaran al-Qur’an. Kemuliaan yang didapat karena interaksi dengan al-Qur’an ini tidak dapat diragukan lagi.
Lantas apabila malam qadar mulia dikarenakan turunnya al-Qur’an, kenapa tidak dicari atau diperingati pada malam 17 Ramadhan?. Bukankah selama ini nuzulul qur’an diperingati pada tanggal 17 Ramadhan. Demikian pertanyaan yang muncul akibat bangunan nalar di atas.
Pernyataan diatas dapat terjawab dengan memahami aneka pendapat tentang nuzulul qur’an. Peringatan nuzulul qur’an pada tanggal 17 Ramadhan didasarkan pada penggalan ayat ke 41 surat al-Anfal.
… jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan…
Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “yang Kami turunkan” adalah al-Qur’an, sebab menggunakan kata maa bukan man yang menunjukkan sesuatu yang tidak berakal, sedangkan hari furqan adalah perang badar yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun kedua hijriyah. Ayat ini memberikan isyarat bahwa pada tanggal tersebutlah momen al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Meskipun pendapat ini dihadang kenyataan bahwa al-Qur’an telah turun 15 tahun sebelum perang badar tersebut terjadi. Seharusnya penggalan kata tersebut tidak harus dipahami dengan al-Qur’an, menurut Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah bisa dipahami sebagai mu’jizat yang turun ketika perang badar.
Apabila pendapat Quraish Shihab tersebut diikuti, maka peringatan nuzulul qur’an tidak harus pada tanggal 17 Ramadhan. Peringatan tersebut bisa dikombinasikan dengan pendapat ahli sejarah bahwa al-Qur’an pertama kali turun kepada Nabi pada hari senin. Para sejarawan berbeda pendapat tentang tanggalnya, berkisar antara tanggal 21 dan 24 Ramadhan. Ketidaksesuaian ini dikarenakan bulan-bulan pada periode sebelum Islam sering diubah sesuka hati oleh masyarakat Jahiliyyah. Sebagaimana terekam dalam surat at-Taubah ayat 37. Sehingga rujukan para sejarawan menjadi kabur.
Setelah memahami duduk perkara khilafiyah nuzulul qur’an pada 17 Ramadhan, maka umat Islam bisa dengan tenang melaksanakan tafakkur, beribadah dan berburu malam mulia pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Sebab, waktu inilah yang memiliki landasan yang shahih dari hadits Nabi. Meskipun, waktu tepatnya tetap menjadi rahasia Allah swt. Semoga kita senantiasa mampu melaksanakan ibadah Ramadhan dengan maksimal dan diberi kesempatan untuk bertemu dengan malam yang paling mulia, yaitu lailatul qadar.
Khoirul Muhtadin, M.Ag., Dosen STIQ Asy-Syifa dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Khoirul Muhtadin, M.Ag.? Silakan klik disini