Menurut al-Qur’an Syaitan adalah musuh yang nyata. Itu bisa difahami dengan jelas dari ayat, “Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah/2: 168). Demikian pula dalam Surah Yasin, Allah ta’ala berfirman, “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”, dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka apakah kamu tidak memikirkan?” (QS. Yasin: 60-62).
Selanjutnya, dalam perjalanan spiritual menuju penyucian jiwa (tazkiyyatunnas), terdapat pertanyaan yang kompleks dan mendalam: Apakah kita harus selalu mengawasi gerak-gerik syaitan ataukah mengabaikannya?
Permasalahan ini menjadi hal penting yang perlu disikapi dengan bijak, karena setiap langkah dalam memilih mempengaruhi jalan spiritual yang akan ditempuh. Habib Umar bin Hafidz, seorang ulama yang dihormati dalam dunia Islam, memberikan pencerahan dalam hal ini, menguraikan bahwa terdapat dua pendapat yang berbeda dan bagaimana cara menyeimbangkan keduanya.
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang-orang yang kuat imannya cenderung fokus kepada Allah. Mereka tidak terlalu sibuk mengawasi syaitan karena hati dan pikiran mereka sepenuhnya tercurah pada ibadah kepada Sang Pencipta. Pendapat ini menekankan bahwa dengan menguatkan iman dan hubungan spiritual dengan Allah, mereka secara otomatis terlindungi dari godaan syaitan. Mereka memandang syaitan sebagai makhluk yang hina, dan dengan kekuatan keyakinan kepada Allah, mereka mampu mengusirnya dengan mudah. Berbekal keyakinan bahwa Allah selalu menjaga hamba-Nya yang taat, maka mengawasi syaitan tidak menjadi prioritas utama bagi golongan ini.
Sebaliknya, pendapat kelompok kedua mengatakan bahwa bagi mereka yang imannya lemah dan kurang dalam tawakal, mengawasi syaitan sangat penting dilakukan. Mereka percaya bahwa dengan mengawasi gerak-gerik syaitan, mereka dapat melindungi diri dari godaan dan tipu daya yang bisa mengganggu ibadah.
Namun, bagi kelompok pertama yang memilih untuk mengabaikan syaitan dan hanya fokus kepada Allah, terdapat risiko yang fatal. Sebagaimana Allah peringatkan kepada Nabi Adam alaihissalam dan Hawa, bahwa syaitan adalah musuh yang harus diwaspadai. Dalam Al-Quran, Allah berfirman, “Maka Kami berkata: Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka”. [QS. TaHa: 117].). Habib Umar mengingatkan bahwa jika bahkan Nabi Adam di surga tidak aman dari godaan syaitan, bagaimana mungkin manusia biasa di dunia ini bisa merasa aman?
Pendekatan yang benar adalah menemukan keseimbangan antara fokus mencintai Allah dengan waspada terhadap syaitan, sesuai dengan perintah Allah. Ini adalah pandangan yang dipegang oleh al-Muhasiby. Dia menegaskan bahwa penting bagi umat Islam untuk tidak hanya fokus pada beribadah zikir kepada Allah, tetapi juga menjaga kewaspadaan terhadap setan. Oleh karena itu, janganlah mengatakan, “Saya tidak takut kepada syaitan!” Namun, kita harus memperkuat kewaspadaan terhadap godaan syaitan sambil tetap menyibukkan diri dengan berzikir kepada Allah. Bahkan jika setan melintas di pikiran, kita harus segera sadar dan terus berzikir.
Kewaspadaan ini tidak hanya diperlukan dalam ibadah, tetapi juga dalam setiap aktivitas, terutama yang berpotensi melalaikan diri dari ingat Allah ta’ala. Contohnya kewaspadaan saat tidur, orang yang waspada ia akan senantiasa seakan “terkaget-kaget” jika bangun tidur langsung mengambil posisi waspada. Karena selama beberapa saat ia terlelap, akal fikirannya tidak sadar, atau artinya dia tidak waspada. Bagaimana mungkin seseorang yang tertidur dapat tetap waspada? Kuncinya adalah dengan selalu mengingat Allah ketika masih sadar, sehingga kewaspadaan akan terbawa bahkan saat tertidur.
Nasihat dari Habib Umar bin Hafidz memang tidak mudah, namun dengan mengingat Allah dalam setiap kondisi, kewaspadaan akan meningkat. Allah senantiasa bersama hamba-Nya yang mengingat-Nya, dan itulah yang akan menjaga kita agar tetap waspada dalam menjalani kehidupan spiritual dan dunia sehari-hari. Dengan demikian, mari kita jadikan kewaspadaan sebagai bagian integral dari cinta dan ibadah kita kepada Allah [.]
Dr. Muhamad bin Abdullah Alhadi, MA, Ustadz di Cariustadz.id
Tertarik mengundang ustad Dr. Muhamad bin Abdullah Alhadi, MA? Silakan klik disini