Cara Melaksanakan Wudu dengan Air Sedikit

Pada saat-saat tertentu kita terkadang menggunakan air yang sedikit untuk melaksanakan wudu. Misalnya sedang di perjalanan dan banyak orang mengantri, padahal kita diburu waktu. Ketika itu terjadi, kita diperbolehkan untuk melaksanakan wudu dengan air yang sedikit. Akan tetapi, perlu kehati-hatian ketika melakukan wudu dengan air sedikit, karena bisa jadi air tersebut berubah menjadi musta’mal.

Menurut mazhab Syafi’i, air musta’mal adalah air sedikit yang kejatuhan air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadas (wudu atau mandi besar) atau telah digunakan untuk mandi besar. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian ketika seseorang akan wudu dengan air sedikit. Ada 3 cara mudah agar air sedikit (misalnya satu timba kecil) bisa digunakan untuk berwudu.

Pertama, dengan cara mengambil air menggunakan botol air kemasan dari dalam timba, lalu berwudu di luar timba, lalu mengalirkan dan meratakan air tersebut ke anggota wudu secara tertib. Diusahakan satu botol tersebut cukup. Jika ternyata satu botol belum cukup untuk semua anggota wudu, maka mengambil air lagi menggunakan botol air kemasan. 

Perlu diperhatikan, ketika memasukkan botol ke dalam timba berisi air untuk kedua kalinya, ada kemungkinan air sisa membasuh tangan jatuh ke timba tersebut sehingga air di timba menjadi musta’mal dan tidak bisa digunakan beruwudu. Oleh karena itu, ketika memasukkan botol ke timba, harus diniatkan “ightiraf” agar air tidak menjadi musta’mal, yaitu niat menciduk air dari dalam timba, bukan niat langsung membasuh anggota wudu. 

Kedua, dengan cara langsung menciduk air menggunakan wadah seperti gayung untuk satu anggota wudu atau lebih dari satu anggota. Misalnya satu gayung untuk membasuh wajah sekaligus tangan, lalu mengambil air lagi menggunakan gayung untuk mengusap kepala dan membasuh kaki. Perlu diperhatikan, ketika mengalirkan air melalui gayung, harus dilakukan di luar timba agar air yang sudah digunakan berwudu’ tidak jatuh ke timba sehingga menjadi musta’mal.

Sebagaimana cara pertama, ketika memasukkan gayung ke dalam timba berisi air, ada kemungkinan air sisa membasuh tangan jatuh ke timba tersebut sehingga air di timba menjadi musta’mal dan tidak bisa digunakan beruwudu’. Oleh karena itu, ketika memasukkan gayung ke timba, harus diniatkan “ightiraf” agar air tidak menjadi musta’mal, yaitu niat menciduk air dari dalam timba, bukan niat langsung membasuh anggota wudu’.

Ketiga, dengan cara langsung menciduk air ke dalam timba menggunakan kedua tangan. Misalnya satu cidukan air dengan dua tangan untuk membasuh wajah, lalu menciduk lagi untuk membasuh tangan, lalu menciduk lagi untuk mengusap kepala, dan terakhir menciduk untuk membasuh kaki. 

Berkaitan dengan cara ini, dua hal yang wajib diperhatikan, pertama, berwudunya harus di luar timba, dan kedua, ketika akan menciduk air dengan kedua tangan untuk membasuh kedua tangan dan anggota wudu selanjutnya, pastikan harus dengan niat ightiraf. Jika menciduk ke timba tidak dengan niat ightiraf melainkan dengan niat langsung membasuh tangan atau anggota wudu’ lainnya, maka air menjadi musta’mal dan wudu’nya tidak sah. Niat ightiraf tidak harus berupa lafadz tertentu seperti niat wudu’, melainkan cukup ada kesadaran bahwa ketika memasukkan kedua tangan ke timba tidak untuk meniatkan membasuh anggota wudu’, melainkan untuk sekedar menyiduk air.

Dr. Holilur Rohman, M.H.I, Ustadz di Cariustadz.id dan Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

Tertarik mengundang ustadz Dr. Holilur Rohman, M.H.I? Silahkan klik disini