Perempuan Sebagai Pilar Hifdz al-Aql: Refleksi di Hari Pendidikan Internasional

24 Januari 2025 dinobatkan sebagai hari pendidikan Internasional setiap tahunnya. Majelis PBB menetapkan bahwa tanggal ini tiada lain sebagai ajang memperingati peran pendidikan internasional untuk perdamaian dan pembangunan untuk reformasi pendidikan yang lebih baik dan akses terjangkau bagi semua orang. Hemat penulis, ini menjadi boomerang bagi pemerintah untuk memperhatikan ulang bagaimana eksistensi pemberdayaan perempuan di Indonesia yang berkembang ini agar terus maju layaknya para komunitas laki-laki yang sudah banyak mencapai level internasional.

Dalam sejarah Islam, khususnya di masa hidupnya Nabi, figur Sahabat perempuan cukup populer dan ahli dalam berbagai bidangnya seperti Zainab al-Tsaqafiyyah (industri rumahan), Malkah al-Tsaqafiyah (pedagang parfum), dan seorang medis bernama Asy-Syifa binti Abdullah al-Quraisyiyah yang menjadi sahabat dari golongan perempuan yang memiliki keahlian di bidang pengobatan tradisional. Terlebih dalam hal keilmuan dan perniagaan, dua istri Nabi, Aisyah binti Abu Bakar (pakar Ilmu Agama) dan Khadijah binti Khuwailid (Enterpreneur) yang juga ikut menjadi network sukesesnya perjalanan dakwah Nabi.

Mengaca pada prinsip Maqashid Syariah, perempuan perlu menjaga eksistensi Hifdz al- ‘Aql (menjaga akal) untuk berperan sesuai dengan keahlian mereka masing-masing. Menjaga akal jangan hanya berhenti di ruang belajar, ia juga perlu berkontribusi langsung dan berdampak di khalayak masyarakat. Selain itu perlunya dukungan dan pengakuan dari laki-laki atas perempuan, agar mereka berdaya sesuai dengan harapan. 

Untuk menyambut hari pendidikan internasional, ada tiga hal yang menguntungkan perempuan dalam menjaga keutuhan akalnya (hifdz al- ‘Aql): 

  • Perlu Memaksimalkan Kesempatan (Resource)

Di Indonesia, pemerintah mulai membuka perlahan peluang perempuan untuk bekerja cukup mudah dan fleksibel dimana-mana. Namun, sayangnya, kesempatan itu tidak dipakai oleh banyak perempuan di wilayah desa ataupun kota. Padahal, resource inilah yang membuat perempuan bisa menyuarakan aspirasi global untuk ummat.

Mari kita berkaca pada Nusaibah bint Ka’ab, istri Nabi Muhammad dari kaum Anshar yang berani mendelegasikan dirinya berperang di perang Uhud, Khaibar, Hunain, juga Yamamah. Tentu, kiprah dan peran wanita yang satu ini dalam perkembangan Islam layak mendapatkan apresiasi, bahkan sangat tepat jika mendapatkan julukan; the fighter woman (petarung wanita yang kuat). Sosok Nusaibah ini sangat menghargai kesempatan yang tentunya ia negosiasikan dengan Nabi ataupun dengan kegigihannya sendiri. Imam az-Zarkili dalam al-A’lam li Asyhuri ar-Rijali wa an-Nisai min al-Arabi wa al-Musta’rabin wa al-Mustasyriqin menyatakan: 

أُمُّ عِمَارَة نُسَيْبَة بِنْتِ كَعَب بِنْ عَوْفِ مِنْ بَنِي النَّجَّارِ: صَحَابِيَّةُ، اِشْتَهَرَتْ بِالشَّجَاعَةِ

Artinya, “Ummu Imarah Nusaibah bint Ka’ab bin A’uf, dari distrik an-Najjar. Salah seorang sahabat wanita yang terkenal keberaniannya. Ia tergolong sebagai prajurit perang pemberani dan patriotik. (Imam az-Zarkili, al-A’lam li Asyhuri ar-Rijali wa an-Nisai min al-Arabi wa al-Musta’rabin wa al-Mustasyriqin, [Darul Ilmi: 2002], juz VIII, halaman 19).

Dalam Thabaqat al-Kubra, Ibnu Sa’ad mengungkap keberanian dan kasih sayang Nusaibah untuk sosok Nabi di perang Uhud. Menurutnya, beberapa saksi mata yang juga turut hadir dalam heroiknya perang Uhud kala itu memberikan pernyataan akan kegigihan dan pengorbanan Nusaibah dalam melindungi Rasulullah. Dalam sebuah riwayat disebutkan: “Sungguh aku melihat Nusaibah saat itu berjibaku dalam menangkis serangan Ibnu Qami’ah yang bermaksud membunuh Rasulullah. Hingga ia terkena sabetan pedang yang tepat mengenai lehernya sebanyak 13 bekas sabetan pedang di sekujur tubuhnya, dan tangan yang hampir putus ialah bukti ketulusan cintanya kepada Rasulullah.” (Ibnu Sa’ad, ath-Thabaqat al-Kubra, [Beirut, Darus Shadir], juz VIII, halaman 415).

Demikian, Nusaibah adalah sosok perempuan yang berani mengambil tindakan dan kesempatan yang tidak semua wanita Muslimah berani dalam aksinya. Nusaibah menjadi contoh bahwa perempuan bisa berdaya dengan segala kesempatan yang hadir padanya dengan cara negosiasi dan pengendalian diri. 

  • Menguatkan Agensi (agency) Pada Lingkungan yang Sehat

Melihat sosok perempuan yang pintar menguatkan agensi, ia adalah Sayyidah Khadijah bint Khuwaylid. Perempuan yang gigih dalam berdagang dan melakukan hubungan dengan para agensi sangat kuat dengan agensi perniagaan nya di Mekkah sampai ke luar negeri.  Terlebih saat Khadijah menikah dengan Nabi, ia berkolaborasi untuk merencanakan dagangan nya tersebut disebar pada beberapa kafilah timur tengah seperti Syam, Mesir, atau Yaman. Kepiawaian khadijah dalam berdagang dibuktikan dengan cara bagi hasil dan komunikatif dengan para agensi pedagang lainnya. Dalam sebuah riwayat Hadis dikatakan bahwa Siti Khadijahlah yang menanggung kehidupan orang-orang miskin muslim di Makkah. Ia gemar bersedekah dan membantu orang lain, membagikan penghasilannya kepada fakir miskin, yatim piatu, para janda dan orang sakit.  Hal ini tentu diakui suaminya, Rasulullah Saw dalam suatu riwayat Hadis, Nabi bersabda:

حَسْبُكَ مِنْ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ اَرْبَعٌ: مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَآسِيَةُ اِمْرَأةُ فِرْعَوْنَ وَخَدِ يْجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ. (رواه الحاكم عن انس بن ملك) 

Artinya: “Cukuplah bagimu empat perempuan terbaik sedunia, Maryam binti ‘Imran, Asiyah istri Fir’aun, Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad “(Riwayat al-Hakim dari Anas bin Malik).

  • Merangkul Setiap Peluang dengan Prestasi (achievement)

Kita bisa berkaca pada sayyidah Aisyah Radiyallahu ‘anha yang merupakan istri cerdas, berwawasan luas, dan penuh prestasi dalam hal akademik diantaranya ilmu fiqih, Hadits, kedokteran, dan syair. Aisyah menjadi sosok guru dan mufti dari kalangan perempuan yang pintar memberikan solusi-solusi terbaik dalam menjawab persoalan Islam. Terlebih saat perempuan Mekkah yang kesulitan dalam hal fiqih perempuan, Aisyah sangat responsif terkait isu ini. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa sosok Aisyah menjadi figur terpenting di kalangan istri-istri Nabi, kaum Muslimah Mekkah, begitupun di kalangan sahabat. Ada sebuah ungkapan dari Abu Musa Al-Asy’ari yang mengaku bahwa dirinya bangga dengan semua pengetahuan yang dimiliki Aisyah. 

وعن أبي موسى الأشعري – رضي الله عنه – أنه قال: “ما أشكل علينا أصحاب رسول الله – صلى الله عليه وسلم – حديث قط فسألنا عائشة إلا وجدنا عندها منه علما” (رواه الترمذي)

“Tidaklah kami kebingungan tentang suatu hadits lalu kami bertanya kepada Aisyah, kecuali kami mendapatkan jawaban dari sisinya.” (HR. At-Tirmidzi)

Passion Aisyah bukan hanya sekadar mengaja dan berbagi pengetahuan, ia juga gemar berdiskusi dengan para sahabat Nabi dari golongan laki-laki atau perempuan.  Pendapat Az-Zuhri (salah satu golongan Tabiin) yang konsisten menjadi murid Aisyah ia mengungkap dan mengandaikan, “Seandainya ilmu Aisyah, ilmu semua istri Nabi Saw. dan ilmu semua wanita dikumpulkan, maka ilmu Aisyah lebih afdhal.” Pujian juga datang dari Atha’, ia mengatakan bahwa “Aisyah adalah manusia yang paling faqih dan alim, dan paling bagus pendapatnya secara umum”.

Dalam semangat Hari Pendidikan Internasional, peran perempuan sebagai pilar utama dalam menjaga dan mengembangkan potensi akal (Hifdz al-Aql) harus terus dihargai dan diperkuat. Ketika perempuan diberikan akses yang setara terhadap pendidikan, mereka tidak hanya mampu menjaga akal mereka sendiri, tetapi juga menjadi agen perubahan yang mendidik generasi masa depan, memberdayakan masyarakat, dan menciptakan solusi bagi tantangan global. Wallohu A’lam.