Ada yang mengira bahwa nafkah istri ada dua, yaitu nafkah untuk kebutuhan sehari-hari dan nafkah khusus kepada istri. Apakah benar demikian? Dalam kitab al-Fiqh ala Mazahib al Arba’ah dijelaskan bahwa ada tiga jenis nafkah yang wajib suami kepada istri yaitu makan sehari-hari, pakaian, dan tempat tinggal. Mengenai rinciannya, ulama berbeda pendapat. Berikut penjelasannya dalam mazhab Syafi’i.
Mazhab Syafi’i membedakan kadar minimal wajib yang harus dikeluarkan suami kepada istrinya dilihat dari segi kondisi ekonominya, yaitu 1 mud (543 gram) makanan pokok per hari bagi orang yang tidak mampu, 1 ½ mud per hari bagi yang berkemampuan sedang, dan 2 mud per hari bagi yang mampu. Kadar nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri melihat kondisi suami, bukan melihat kebutuhan istri, karena bisa jadi kebutuhan istri bermacam-macam sesuai dengan kondisi, daerah, circle pertemanan, dan lain sebagainya
Kewajiban nafkah dihitung setiap hari, atau bisa digabung menjadi satu bulan. Misalnya satu hari wajib memberi nafkah 2 mud, maka suami bisa memberi istri nafkah 60 mud selama 1 bulan (30 hari). Jika ternyata suami sama sekali tidak memberi nafkah harian sejak menikah, atau kadang memberi dan terkadang tidak memberi, maka setiap satu hari di mana suami tidak memberi nafkah menjadi nafkah terhutang yang bisa ditagih istri.
Selain makanan pokok sebagaimana penjelasan di atas, suami juga wajib melengkapi hal-hal lain yang berkaitan dengan makan dan minum, yaitu: Lauk pauk dan sayur mayur yang disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat di daerah dia tinggal; Buah-buahan jika istri biasa makan buah; Biaya membeli teh atau lainnya jika istri biasa meminumnya; Air untuk keperluan minum, dan air keperluan mencuci peralatan masak dan makan; Peralatan masak dan makan seperti panci, kompor, wajan, piring, gelas, dan lainnya yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Misalnya jika pada masa sekarang kebiasaan masak nasi menggunakan rice cooker, maka suami wajib membelinya sesuai kemampuannya; Peralatan untuk mencuci alat-alat masak dan makan, seperti sikat cuci, spons cuci, sabun cuci, dan lainnya.
Berdasar penjelasan di atas, teknis pemberian nafkah makan minum bisa dilakukan dengan setidaknya tiga cara. Pertama, Harian (setiap hari). misalnya setiap hari suami memberi istri nafkah dua mud, ditambah kebutuhan harian lainnya. Teknis ini bisa dipraktekknya oleh orang-orang yang mengandalkan penghasilan harian, seperti pedagang kecil, buruh harian, atau profesi lainnya. Kedua, Bulanan (setiap bulan). Tekhnisnya, misalnya di setiap awal bulan suami memberi nafkah istri sejumlah uang yang cukup untuk kebutuhan makan minum (2 mud x 30 hari) dan lainnya selama satu bulan. Teknis ini bisa dipraktekkan oleh orang-orang yang biasanya memiliki penghasilan tetap bulanan, seperti ASN, pegawai kantoran, dan lain sebagainya. Ketiga, Musiman (setiap musim tertentu atau setiap selesai proyek tertentu). Misalnya ada seseorang yang pekerjaannya berdasarkan proyek atau kontrak tertentu, maka suami memberi nakfkah makan minumnya ketika proyek tersebut telah selesai dan pencairan pembayarannya telah selesai, yang jumlahnya dihitung berapa hari ke depan dia akan mendapatkan proyek atau kontrak lagi. Misalnya proyek atau kontraknya dibayar setiap musim (6 bulan) sebagaimana atlet sepakbola atau lainnya, maka suami memberi nafkah istrinya sejumlah uang yang cukup untuk 6 bualn (uang senilai dua mud dikali 180 hari (total 360 mud), ditambah kebutuhan lainnya selama 6 bulan. Atau bisa juga suami tetap memberikan nafkah setiap bulan sebagaimana point nomer 2
Nafkah Pakaian
Kadar nafkah pakain ditentukan dan disesuaikan berdasarkan beberapa hal, yaitu: Pertama, kebutuhan setiap musim. Misalnya di musim hujan, maka suami wajib memberikan istri yang cocok dengan hawa dingin di musim hujan. Sedangkan pada musim kemarau, maka suami wajib memberikan istri sesuai dengan udara panas di musim kemarau. Kedua, kemampuan suami, apakah tergolong mampu atau tidak mampu. Ketiga, kebiasaan pakaian yang biasa digunakan masyarakat pada umumnya.
Selain pakaian yang digunakan sehari-hari, suami juga wajib menyediakan hal-hal yang berkaitan dengan tempat tinggal sesuai dengan kebiasaan sehari-hari, seperti karpet atau tikar, bantal dan guling, selimut, dan lainnya. jika kebiasaannya tidur tanpa alas atau tanpa selimut, maka suami tidak wajib menyediakannya
Berbeda dengan kewajiban nafkah makan minum yang sifatnya harian, nafkah pakaian diberikan minimal enam bulan sekali. Andaikan kurang dari enam bulan pakaiannya rusak walaupun bukan karena kesalahan istri sendiri, maka suami tidak wajib memberinya lagi, kecuali suami memberinya secara suka rela. Berdasar ini, ketika suami telah memberikan nafkah pakaian selama 6 bulan sekali, maka suami tidak wajib memberinya lagi dalam nafkah bulanan.
Suami wajib menyediakan tempat tinggal yang layak bagi istri, dengan cara apapun yang halal, baik dengan membeli rumah sebagai tempat tinggal, membeli tanah lalu dibangunkan rumah, atau bisa juga dengan cara mengontrak, kos, dan lain sebagainya. Ukuran layak di sini sesuai dengan keadaan istri, bukan suami
Berdasar penjelasan di atas, jika tiga jenis nafkah wajib telah diberikan suami kepada istri, maka suami telah gugur kewajibannya. Jika pemberian nafkah suami kepada istri diberikan setiap bulan dan telah memenuhi ketentuan nafkah di atas, maka suami tidak wajib lagi memberikan nafkah lainnya. Akan tetapi jika pemberian bulanan belum mencukupi kebutuhan, maka kekurangannya dianggap hutang.
Akan tetapi yang perlu diperhatikan tentang nafkah, suami istri harus saling musyawarah, saling mensupport, dan saling ridla . ketika kondisi pekerjaan suami sedang dalam masalah, maka istri yang solihah adalah istri yang selalu setia dan mensupport suaminya agar bisa bangkit dari keterpurukan dan keluar dari masalah, mengajaknya diskusi bagaimana mencari jalan keluar terbaik untuk memperbaiki kondisi keluarga, bukan justru memperparah dengan marah-marah dan menghina suami. Begitu juga suami yang solih adalah suami yang terus semangat bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga apapun yang terjadi, tidak boleh patah semangat dan menyerah, karena sebaik-baik suaminya adalah suami yang menebar kasih sayang kepada istri dan anak-anaknya.
Dr. Holilur Rohman, M.H.I, Ustadz di Cariustadz.id dan Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya
Tertarik mengundang ustadz Dr. Holilur Rohman, M.H.I? Silahkan klik disini