Menjaga Pola Makan Berbeda dengan Mengharamkan

Belakangan pola makan menjadi persoalan yang ramai diperbincangkan. Ini terjadi karena masyarakat semakin sadar bahwa pola makan atau konsumsi dapat membantu kesehatan dan kebugaran tubuh. Bahkan dikatakan bahwa pola makan yang sehat dapat mencegah penyakit.

Berkenaan dengan pola makan, sebagian orang bertanya-tanya apakah seorang muslim boleh memilih-milih makanan yang dikonsumsinya? Apa hukumnya memilah-milih makanan? Bukankah kita harus bersyukur terhadap rezeki yang diberikan kepada kita apa pun bentuknya?

Pada dasarnya, menjaga pola makan adalah perintah Allah swt kepada manusia sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 168 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Artinya: “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah ayat 168).

Pada QS. Al-Baqarah ayat 168 sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, Allah Swt. memerintahkan seluruh manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik. Maksudnya, manusia diperintahkan untuk mengonsumsi makanan yang dibolehkan syariat dan baik bagi tubuh.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengatur pola makan yang halal dan sehat adalah keharusan bagi seorang muslim, karena ini merupakan perintah Allah Swt. Tidak masalah bagi seseorang untuk memilah-milih makanan yang dikonsumsinya selama tidak menyepelekan nikmat ataun rezeki-Nya.

Pilah-Pilih Makanan, Namun Jangan Sampai Mengharamkan Yang Halal

Kendati menjaga pola makan adalah suatu keharusan, namun bukan berarti seseorang boleh semena-mena terhadap makanan yang tidak dikonsumsinya. Tidak diperkenankan bagi seorang muslim untuk meremehkan makanan apalagi bertindak mengharamkan makanan yang sebenarnya halal secara syariat. Allah Swt berfiman:

قُلْ اَرَءَيْتُمْ مَّآ اَنْزَلَ اللّٰهُ لَكُمْ مِّنْ رِّزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِّنْهُ حَرَامًا وَّحَلٰلًا ۗ قُلْ ءٰۤاللّٰهُ اَذِنَ لَكُمْ اَمْ عَلَى اللّٰهِ تَفْتَرُوْنَ

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal.”  Katakanlah, “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (ten-tang ini) ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah?” (QS. Yunus ayat 59)

Menurut Ibnu Abbas sebagaimana dikutip oleh Ali al-Shabuni dalam Shafwat al-Tafasir, QS. Yunus ayat 59 turun menjawab atas tindakan orang-orang kafir yang mengharamkan dan menghalalkan makanan semena-mena (semaunya). Mereka sering kali mengharamkan makanan yang sebenarnya halal.

Atas tindakan tersebut, QS. QS. Yunus ayat 59 secara sarkasme mengatakan, “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (ten-tang ini) ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah”? Ali al-Shabuni menambahkan, atas tindakan tersebut pula orang yang mengada-ngada akan masuk ke dalam api nereka.

Imam al-Syaukani dalam Fath al-Qadir  mengatakan, tindakan menghalalkan dan mengharamkan makanan semena-mena atau semaunya merupakan tindakan yang tidak terpuji karena itu hanya berlandaskan pada hawa nafsu. Yang seharusnya dilakukan adalah mengikuti tuntunan Allah dan Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an dan hadis terkait halal dan haram.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tindakan mengharamkan sesuatu yang sebenarnya halal secara syariat adalah tindakan terlarang dalam Islam. Sebab, hukum terkait halal dan haram suatu hal telah dijelaskan dari Al-Qur’an dan hadis. Dua sumber inilah yang digunakan para ulama untuk menetapkan kehalalan atau keharaman suatu makanan.

Terkahir – penting untuk dipahami – dibolehkan atau tidak dilarang bagi seseorang mengatur pola makan sesuai kehendaknya selama itu tidak bertentangan dengan syariat. Dengan kata lain, seseorang boleh membatasi konsumsinya pada makanan tertentu saja karena alasan medis atau sebagainya, namun ia tidak boleh beriktikad atau mengharamkan makanan lain yang sebenarnya halal tanpa ada dalil syariat. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kemenag Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag.? Silakan klik disini