Zikir dan syukur merupakan dua anjuran penting dalam al-Qur’an. Salah satu isyarat anjuran ini bisa dibaca dalam Surah Al-Baqarah ayat 152. Allah mengatakan: “maka ingatlah kepadaKu, Akupun akan ingat padamu. Bersyukurlah kepadaKu dan jangan kamu ingkar kepadaKu.”
Ayat tersebut menggabungkan dua hal yang saling terkait yakni zikir atau ingat kepada Allah dan syukur kepadaNya. Sebagai manusia, kita dianjurkan untuk senantiasa mengingatNya. Demikian pula dengan syukur kita kepada nikmat-nikmatNya. Jika seseorang mengamalkan dua hal ini dalam hidupnya, maka yakinlah ketenangan dan kemurahan Allah akan tercurah untuknya.
Mengomentari ayat 152 di atas, kiranya kita perlu -sebagai penambah wawasan- merenungkan penjelasan Syaikh Abdul Halim Mahmud. Beliau katakan bahwa ingat pada Allah bisa dilakukan dengan hati, lisan dan anggota tubuh manusia. Keterangan ini memang umum kita dengar dari tafsir para ulama. Namun merenungi maknanya lebih mendalam memang harus mendapatkan prioritas.
Hati manusia perlu diisi dengan tafakkur-tafakkur bermakna dengan mengingat bukti-bukti kemahakuasaan Allah di bumi, manifestasi-manifestasi keindahan Pencipta di alam terhampar ini. Lisan (baca: ucapan) seseorang harus dipenuhi dengan ucapan-ucapan baik tidak hanya berupa bentuk-bentuk zikir yang diajarkan agama seperti tasbih, tahlil dan shalawat. Namun lebih dari itu kata-kata yang mencerminkan kedamaian, keramahan dan keademan. Demikian pula, anggota tubuh manusia semestinya harus diarahkan pada kebaikan dan perbaikan. Hal ini tentu dalam rangka menuju takwa hakiki.
Sementara Imam Abu Bakr al-Jazairi menerangkan bahwa zikir pada dasarnya dilakukan oleh hati yang ada dalam diri manusia. Walaupun pada saat yang bersamaan perlu diperkuat dengan ucapan seseorang. Karena alasan demikian, tuntutan zikir itu dilakukan oleh keduanya yakni hati dan lisan. Mengingat Allah adalah melalui nama-nama terbaikNya, sifat-sifatNya, serta janji dan ancaman yang mendatangkan cintaNya. Zikir adalah mengingat sang Pencipta, pemilik alam zhahir ini.
Akibat atau dampak dari hal tersebut di atas adalah ketenangan, kemurahan serta kebaikan. Hidup seseorang yang senantiasa ingat pada Penciptanya akan mendapatkan ketenangan. Ayat 28 surat al-Ra’d juga mengkonfirmasi sekaligus menguatkan soal ini. Dikatakan bahwa zikir adalah bagian cara agar hati menjadi tenang. Menurut sementara ulama tenang yang dimaksud adalah ketenangan bathin dan jiwa seseorang, hilangnya kegundahan, kegelisahan, kebimbangan serta timbul atau hadirnya kesenangan dan kenikmatan dalam diri manusia. Selain ketenangan, zikir akan mendatangkan kemurahan Allah SWT. Derajat manusia akan diangkat oleh Allah. Kedudukannya akan diperbaiki di dunia sehingga mendapat posisi terbaik. Itulah di antara sekian kebaikan yang dijanjikan Allah kepada mereka yang senantiasa mengingatnya.
Sedangkan syukur adalah respon seseorang ketika mendapatkan nikmat Allah. Ia akan menampakkan nikmat yang diberi dan dianugerahkan kepadanya dengan cara yang sesuai dengan tujuan penciptaan nikmat tersebut. Itulah hakikat syukur yang sesungguhnya. Syukur bisa dilakukan dengan hati melalui pengakuan bahwa semua nikmat yang seseorang dapatkan adalah berasal dari Allah semata. Selain itu, cara lain menampakkan syukur adalah dengan banyak memuji Allah atas nikmat yang telah diberikanNya baik yang zahir atau bathin di manapun dan kapanpun. Seseorang juga harus mensyukuri nikmat yang ada pada diri dan sekitarnya dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan. Pelaksanaan ketaatan-ketaatan atau kebaikan-kebaikan ini penting mengingat manusia tidak cukup bersyukur dengan hati dan lisan tetapi juga dengan prilaku positif dan tindakan-tindakan terpuji.
Sementara ulama mengatakan bahwa syukur juga dapat berarti pujian manusia yang satu kepada yang lain dengan cara memuji kebaikan-kebaikan mereka serta membalasnya dengan hal yang lebih baik atau lebih banyak dari apa yang diterima sebelumnya. Jika ini dilaksanakan, maka seorang tersebut telah melaksanakan bagian dari syukur kepada Allah. Artinya syukur kepada sesama manusia atas kebaikan yang diterima merupakan syukur kepada Allah juga. Terhadap orang yang bersyukur, Allah menjanjikan akan menambahkan nikmat dan anugerah. Hal ini telah dijelaskan al-Qur’an tepatnya dalam surat Ibrahim ayat 7: “Kalau kamu bersyukur, pasti akan Kutambah untukmu (nikmatKu).” Demikianlah balasan dan ganjaran mereka yang senantiasa bersyukur atas nikmat dan karunia yang telah diterima.
Akhirnya, sebagai manusia yang banyak diberikan karunia dan anugerah tugas kita adalah ingat atau zikir kepada pemberi nikmat hakiki yaitu Allah di manapun berada dan kapanpun. Kemudian kita harus selalu bersyukur kepadaNya. Itulah alasan sementara ulama dalam ayat al-Baqarah di atas, zikir didahulukan dari syukur karena yang pertama adalah terkait langsung dengan Allah sedangkan yang kedua berhubungan dengan nikmat dan karuniaNya. Mengingat Allah tentu lebih utama dari bersyukur atas nikmatNya. Wallahu a’lam bi al-Shawab.
Hulaimi Al Amin, M.A, Dosen UIN Mataram dan Ustadz di Cariustadz.id
Tertarik mengundang ustadz Hulaimi Al Amin, M.A? Silahkan klik disini