Bekerja Sebagai Sunnah Nabi

Islam sebagai agama yang bersifat komprehensif, menuntun manusia untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan-kebutuhan mereka. Kebutuhan manusia yang bersifat duniawi dapat dipenuhi melalui tindakan paling dasar yaitu dengan bekerja. Meski pengertian rezeki pada hakikatnya bukan hanya sebatas penghasilan atau upah saja, tapi marilah kita batasi dalam kajian kali ini dalam batas bekerja untuk mendapatkan uang guna menafkahi diri dan keluarga.

Rasulullah ﷺ sudah menegaskan agar seluruh umat muslim dalam hidup sehari-hari, secara lahir dan batin, mengikuti sunnah beliau ﷺ dan sunnah para sahabat beliau, radhiyallahu ‘anhum. Sahabat Nabi, Irbadh bin Sariyyah RA berkata:

وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَماَذا تَعْهَدُ إِلَيْنَا، فَقَالَ: وصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Kami pernah dinasihati oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan sebuah nasiat yang amat mendalam, yang menyebabkan air mata kami berlinang dan hati kami bergetar, lalu seorang Sahabat bertanya: ‘Ya Rasulullah, seakan-akan ini sebagai nasihat seseorang yang akan pergi, maka apa pesanmu kepada kami?’ Beliapun bersabda: ‘Aku wasiatkan kepadamu agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan patuh (kepada pimpinan) ,meskipun ia seorang budak dari Habasyah (Ethiopia), karena sesungguhnya orang yang hidup di antara kamu sesudahkau akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah para Khulafa’ (pengikutku) yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah kamu padanya dan gigitlah dengan geraham-geraham (mu), dan jauhilah hal-hal yang diada-adakan (dalam agama) karena setiap yang baru itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (H.R Abu Dawud)

Adapun termasuk sunnah Rasulullah ﷺ dan para sahabat beliau, terutama para Khalifah Ar-Rasyidah, adalah bekerja guna mencari nafkah untuk kebutuhan diri dan keluarga. Dalam Sirah An-Nabawiyyah kita mengetahui bahwa Rasulullah ﷺ ketika muda pernah bekerja sebagai pedagang, beliau ﷺ bahkan berdagang ke berbagai daerah di luar Hijaz. Beliau ﷺ juga pernah menceritakan bahwa pernah bekerja sebagai pengembala kambing masyarakat Makkah.

Ketika Nabi Muhammad ﷺ sudah menerima wahyu dan sibuk berdakwah pun, beliau ﷺ tetap melakukan berbagai perniagaan guna menjemput rezeki sebagai nafkah untuk keluarga beliau. Kemudian para sahabat radhiyallahu ‘anhum juga senantiasa bersikap seimbang antara urusan agama dan urusan kehidupan dunia. Dalam sejarah, kita dapat mengetahui bahwa Abu Bakar RA, Umar bin Khaththab RA, Utsman bin Affan RA, dan Ali bin Abu Thalib RA semuanya mempunyai cara-cara sendiri dalam bekerja, mencari rezeki untuk nafkah diri dan keluarga, Utsman RA dan para keluarganya terkenal sebagai pedagang ulung, adapun Ali bin Abu Thalib RA sempat memiliki pekerjaan dalam bidang pengantaran dan penyediaan kebutuhan pakan ternak para masyarakat. Klasifikasinya dalam dunia ekonomi modern adalah bidang jasa.

Terdapat kisah yang sangat menarik juga dalam kisah kehidupan sahabat Abdurrahman bin ‘Auf RA. Dari Anas bin Malik RA, ia menceritakan,

قَدِمَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فَآخَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ الأَنْصَارِيِّ وَعِنْدَ الأَنْصَارِيِّ امْرَأَتَانِ، فَعَرَضَ عَلَيْهِ أَنْ يُنَاصِفَهُ أَهْلَهُ وَمَالَهُ، فَقَالَ: بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِي أَهْلِكَ وَمَالِكَ، دُلُّونِي عَلَى السُّوقِ، فَأَتَى السُّوقَ فَرَبِحَ شَيْئًا مِنْ أَقِطٍ، وَشَيْئًا مِنْ سَمْنٍ، فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ أَيَّامٍ وَعَلَيْهِ وَضَرٌ مِنْ صُفْرَةٍ، فَقَالَ: «مَهْيَمْ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ»، فَقَالَ: تَزَوَّجْتُ أَنْصَارِيَّةً، قَالَ: «فَمَا سُقْتَ إِلَيْهَا؟» قَالَ: وَزْنَ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ، قَالَ: «أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Ketika ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu sampai di Madinah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan beliau dengan Sa’ad bin ar-Rabi’ al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Dan ketika itu, umumnya kaum Anshar memiliki dua istri. Kemudian Sa’ad bin ar-Rabi’ menawarkan salah satu istrinya dan setengah dari hartanya. ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata: “Semoga Allah memberkahi keluargamu dan hartamu. Cukup tunjukkan kepadaku dimana pasar!”, Kemudian ‘Abdurrahman datang ke pasar, dan ia pun sukses berjualan aqith (sejenis makanan dari olahan susu) dan minyak samin. Beberapa hari kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat pada pakaian ‘Abdurrahman bin ‘Auf ada bekas minyak wangi. Nabi bertanya: “Ada apa ini ‘Abdurrahman?” ‘Abdurrahman menjawab: “Saya baru menikahi seorang wanita Anshar.” Nabi bertanya: “Apa maharnya?” ‘Abdurrahman menjawab: “Emas seberat biji kurma.” Nabi bersabda: “Kalau begitu adakanlah walimah walaupun dengan menyembelih seekor kambing!” Diriwayatkan Al-Bukhari.

Melalui berbagai riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas, jelas bahwa Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Rasulullah ﷺ adalah manusia terbaik dan para sahabatnya adalah kelompok terbaik, mereka pelaku Islam yang benar dan paling merepresentasikan Al-Qur’an, sudah wajib kita mengikuti jalan hidup mereka.

Karena sejatinya, bekerja guna mencari bekal penghidupan bagi diri dan keluarga adalah wajib hukumnya dan diperintahkan langsung oleh Allah ﷻ, khususnya bagi kepala keluarga. Bekerja mencari bekal penghidupan untuk diri dan keluarga adalah ibadah yang agung yang diperintahkan langsung oleh Allah ﷻ dan selalu dipraktikan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya, inilah sudut pandang yang harus kita pegang. Allah ﷻ berfirman,

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 10)

وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S At-Taubah: 105)

Dalam dua ayat tersebut, secara sharih terdapat perintah untuk bekerja mencari penghidupan bagi diri dan keluarga. Mencari segala anugerah yang sudah Allah ﷻ sediakan bagi manusia diberbagai belahan bumi. Sebagai makhluk yang diberikan potensi daya usaha, manusia diwajibkan untuk melakukan usaha untuk mendapatkan sesuatu, tidak hanya berpangku tangan dan bersikap pasif meski religius. Allah ﷻ berfirman,

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q.S. Ar-Ra’d: 11)

Ayat ini mempertegas bahwa sudut pandang manusia dalam berusaha, bekerja, mencari penghidupan dunia, haruslah berasal dari niat untuk menjalankan perintah Allah ﷻ. Karena perbuatan hanya dihitung berdasarkan niatnya di awal. Sungguh setiap peluh dari kegiatan bekerja, selama pekerjaan yang dilakukan itu halal, insyā’a Allah, akan mendapatkan limpahan pahala dan sumber keberkahan bagi kehidupan kita dan keluarga kita. Sebagai penutup pembahasan ini, mari kita selalu ingat pesan dari junjungan kita, Rasulullah ﷺ, dalam hadis beliau berikut,

إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى

“Sesungguhnya harta itu hijau lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.” (H.R. Al-Bukhari)

Oky Trisna Sanjaya, S.Pd., M.Ag., CDAI, Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Oky Trisna Sanjaya, S.Pd., M.Ag., CDAI? Silakan klik di sini