Dalam pandangan Muslim, nabi Muhammad saw. adalah nabi dan rasul terakhir (khatim al-anbiya wa al-mursalin). Posisi ini telah ditegaskan oleh Al-Qur’an dalam surah al-Ahzab [33] ayat 40 yang bermakna, “Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Sebagai nabi dan rasul terakhir, nabi Muhammad saw. memiliki sifat-sifat kenabian yang mulia, yakni jujur atau benar (shiddiq), amanah atau dapat dipercaya, tablig atau menyampaikan, dan fathanah atau cerdas. Selain itu, beliau dikenal sebagai sosok yang memiliki karakter dan kepribadian unggul sehingga dipuji-dipuji oleh manusia sepanjang sejarah (Sirah Nabawiyah Ibn Katsir).
Keagungan akhlak nabi Muhammad saw diabadikan Allah swt dalam firman-Nya pada surah al-Qalam [68] ayat 4 yang berbunyi:
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. Al-Qalam [68] ayat 4).
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, Tafsir Al-Qur’an al-Azim (hlm. 533), surah al-Qalam [68] ayat 4 memiliki dua makna, yaitu: Pertama, sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar beragama yang agung, yakni Islam. Pandangan ini disampaikan oleh Ibnu Abbas. Kedua, sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang luhur. Pandangan ini disampaikan Ibnu ‘Athiyyah dan mayoritas ulama.
Gambaran utuh tentang akhlak nabi Muhammad saw. dapat dilihat dalam riwayat Imam Ahmad dari Imam Qatadah, “Disebutkan bahwa Sa’id bin Hisyam suatu Ketika bertanya kepada Aisyah tentang akhlak nabi Muhammad saw. Aisyah menjawab, ‘bukankah engkau membaca Al-Qur’an?’ ia membalas, ‘iya’. Kemudian Aisyah berkata, ‘sesungguhnya akhlak nabi Muhammad saw. itu seperti Al-Qur’an.” (Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, no 24269).
Dari keterangan di atas diketahui bahwa nabi Muhammad saw. memiliki akhlak yang luhur dan agung. Karakter dan kepribadian beliau merupakan manifestasi nilai-nilai Al-Qur’an. Bisa dikatakan nabi Muhammad saw. adalah Al-Qur’an yang berjalan, sebab segala tingkah laku beliau adalah representasi ajaran Al-Qur’an, baik yang berkaitan dengan ibadah (saleh ritual) maupun muamalah (saleh social).
Kebaikan Nabi Muhammad saw. kepada Pengemis Yahudi yang Buta
Kemuliaan akhlak nabi Muhammad saw. meliputi berbagai aspek kehidupan, baik pribadi maupun bermasyarakat. Kebaikan akhlaknya juga tidak hanya terbatas kepada sesama muslim, melainkan juga sesama manusia dan sesama makhluk Allah Swt. Tindakan nabi Muhammad saw menunjukkan bahwa kebaikan harus bersifat universal, yakni menyeluruh tanpa pandang bulu.
Salah satu akhlak nabi Muhammad saw. yang patut diteladani adalah kebaikannya terhadap seorang pengemis Yahudi yang buta. Diriwayatkan bahwa pengemis tersebut hidup di sudut pasar Madinah. Hampir setiap hari ia selalu berbicara hal buruk tentang nabi Muhammad saw. Ia berkata, “Wahai saudaraku, jangan engkau dekati Muhammad. Dia itu gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir! Kalian akan dipengaruhi olehnya.”
Meskipun dihina demikian, namun nabi Muhammad saw. tidak pernah marah ataupun membalas tindakan pengemis tersebut. Bahkan, beliau setiap pagi mendatangi sang pengemis dengan membawakan makanan. Tanpa sepatah kata apa pun nabi Muhammad saw. menyuapi pengemis itu seraya mendengarkan pesannya kepada orang-orang agar menjauhi Muhammad. Tindakan ini dilakukan Rasulullah hingga ajal menjemput.
Sepeninggal nabi Muhammad saw. tidak ada lagi orang yang menyuapi sang pengemis. Kebiasaan tersebut lalu dilanjutkan oleh Abu Bakar setelah bertanya Aisyah tentang sunah nabi yang belum ia kerjakan. Aisyah menjawab, “Ada satu sunah yang belum engkau kerjakan wahai ayahanda, yakni setiap pagi nabi Muhammad saw. selalu pergi ke ujung pasar dengan membawa makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana.”
Dengan tekad mengikuti sunah nabi Muhammad saw. Abu bakar keesokan harinya pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk sang pengemis. Ketika Abu bakar mulai menyuapinya, si pengemis marah seraya berteriak, “siapa engkau?” Abu Bakar menjawab, “Aku adalah orang yang biasa.” Si pengemis membalas, “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku.”
Pengemis itu kemudian menjelaskan tentang kebiasaan orang yang mendatanginya, “Apabila dia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, namun terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya. Setelah itu barulah dia memberikan makanannya kepadaku.”
Mendengar cerita si pengemis, Abu Bakar tidak kuasa menahan air matanya seraya berkata, “Aku memang bukan orang yang biasa datang dan memberikan makanan kepadamu. Aku hanya lah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada (wafat). Dia adalah Muhammad Rasulullah.”
Setelah menyimak penuturan Abu Bakar, si pengemis berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya dan memfitnahnya, tetapi dia tidak pernah memarahiku sedikit pun. Malahan dia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, dia begitu mulia.” Setelah itu si pengemis bersyahadat di hadapan Abu Bakar dan resmi menjadi pengikut Rasulullah.
Demikian kisah keagungan akhlak nabi Muhammad saw. Dengan akhlaknya yang mulia tersebut, Rasulullah mampu mengubah seseorang yang sangat membencinya dan selalu menghinanya menjadi seseorang yang beriman kepada Allah swt sekaligus mencintainya. Meskipun beliau telah tiada, namun kebaikan terus terkenang oleh orang-orang di sekitarnya.
Dari kisah kebaikan nabi Muhammad saw terhadap pengemis Yahudi buta, setidaknya ada dua pelajaran yang dapat diteladani, yaitu: Pertama, berbuat baik tanpa pandang bulu, baik kepada sesama muslim, sesama manusia, maupun sesama makhluk Allah swt; Kedua, selalu berbuat baik kapan dan di mana saja kita berada, karena itulah ajaran Islam yang dipraktikkan nabi Muhammad saw. Wallahu a’lam.
Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kemenag Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag.? Silakan klik disini