Ajal Manusia dalam Pandangan Al-Quran

Tafsir tentang ajal memang sangat variatif. Secara umum, kata ajal identik dengan kematian atau kebangkitan. Selain itu, ia juga dipahami sebagai sesuatu yang bernuansa eskatologis dan ukhrawi. Dalam tulisan ini akan dikemukakan perspektif lain tentang pemaknaan ajal dengan bersandar pada pandangan Alquran.

Dalam Q.S. al-An’am [6]: 2 disebutkan,

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ طِيْنٍ ثُمَّ قَضٰٓى اَجَلًا ۗوَاَجَلٌ مُّسَمًّى عِنْدَهٗ ثُمَّ اَنْتُمْ تَمْتَرُوْنَ

Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menentukan batas waktu hidup (masing-masing). Waktu yang ditentukan (untuk kebangkitan setelah mati) ada pada-Nya. Kemudian, kamu masih meragukannya. (Q.S. al-An’am [6]: 2)

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menjelaskan bahwa ajal manusia tidak dapat diketahui secara pasti waktunya. Menurutnya, manusia, bahkan tidak mengetahui kapan datangnya ajal tersebut. Karena itu, manusia hanya bisa menerka-nerka dan oleh karena itu ia bersifat prediktif. Ayat di atas, sesungguhnya, mengisyaratkan dua macam ajal; kematian dan kebangkitan. Makna pertama ada yang memahaminya dalam arti tidur dan makna kedua adalah mati.

Di samping itu, makna berikutnya adalah ajal pertama bermakna ajal generasi terdahulu dan ajal kedua adalah ajal generasi yang datang kemudian. Penafsiran ini dituturkan oleh Quraish Shihab dalam tafsirnya, al-Misbah. Adapun pendapat terkuat tentang arti ajal, menurut Shihab, adalah ajal kematian dan ajal kebangkitan, karena biasanya Alquran meredaksikan kata ajal bagi manusia dalam arti kematian. Di sisi lain, ayat ini dikemukakan dalam konteks pembuktian tentang keesaan Allah dan keniscayaan hari kebangkitan sehingga sangat wajar jika merujuk pada dua arti tersebut.

Dalam pendapat yang lain dikatakan, Ath-Thabari, misalnya, bahwa sebagaimana dijelaskan oleh Abu Ja’far bahwa para ulama tafsir berbeda pendapat terkait penafsiran kata ajal. Sebagian ulama berpendapat bahwa ajal yang dimaksud adalah rentang waktu antara kematian seseorang hingga dibangkitkan. Dan sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa ajal berkaitan dengan ketentuan-ketentuan dunia dan akhirat.

Masih pendapat Abu Ja’far yang dikutip At-Tabari, pendapat yang paling tepat untuk tafsir ajal adalah yang menyatakan “Dia menentukan ajal kehidupan dunia”. Lebih jauh, Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir cenderung menampilkan ragam penafsiran tentang ajal, di antaranya ajal pertama bermakna bagi yang telah berlalu, sedangkan ajal yang kedua bermakna bagi yang masih ada dan yang akan datang.

Bertolak dari penafsiran ini, penulis tidak akan mengulas makna ajal tentang kematian karena penafsiran tersebut sudah banyak dibahas, akan tetapi yang menarik dari makna ajal yang kedua adalah penafsiran yang menyebutkan bahwa ajal bermakna bagi yang masih ada dan yang akan datang. Penafsiran yang kedua ini tentu tidak ada kaitannya dengan akhirat, justru ia hadir dalam kehidupan dunia.

Ajal adalah Momentum

Dalam hal ini, penulis cenderung memahami kata ajal dalam arti kehidupan dunia yang masih ada dan akan berlangsung ada di masa yang akan datang. Jika pemahaman tersebut dilekatkan pada kata ajal bukan tidak mungkin akan menyinggung dengan konsep takdir. Akan tetapi poinnya adalah bahwa ajal berkaitan dengan momentum. Momentum yang dimaksud adalah suatu kondisi di mana manusia mendapatkan surprise (kejutan) tentang sesuatu hal, baik yang bersifat kenikmatan/ keberuntungan maupun malapetaka dan musibah.

Hadirnya momentum ini, pada gilirannya, tidak dapat dimajukan atau diakhirkan sebagaimana kata Allah dalam Alquran, “setiap umat memiliki ajal (momentum, batas waktu). Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat dan tidak dapat (pula) meminta percepatan” (Q.S. al-A’raf [7]: 34)

Maka tidak heran, mungkin di antara kita pernah tiba-tiba mendapat kenikmatan yang luar biasa di luar prediksi, atau musibah yang datang secara tiba-tiba tanpa kita prediksi. Dan itulah sesungguhnya makna ajal. Ia tidak dapat dimajukan / dipercepat atau ditunda-tunda, ia datang sesuai kehendak-Nya. Itulah yang dikatakan dalam ayat di atas, wa ajalun musamman ‘indahu (dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya). Wallahu a’lam. []

Senata Adi Prasetia, M.Pd, Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang ustadz Senata Adi Prasetia, M.Pd? Silahkan klik disini