Santri dan Jihad Mempertahankan Kemerdekaan di Era Modern

Perjuangan kemerdekaan Indonesia merupakan hasil kontribusi berbagai kelompok masyarakat di Nusantara. Mereka bersatu-padu menentang penjajah yang mencoba merenggut kebebasan masyarakat Indonesia. Salah satu kelompok sentral tersebut adalah kalangan pesantren, khususnya Kyai dan Santri. Bisa dikatakan keduanya adalah ujung tombak dalam jihad mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Di antara wujud konkret perjuangan santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah seruan resolusi jihad santri oleh KH. Hasyim Asyari pada tanggal 22 Oktober 1945. Seruan jihad ini merupakan respons-konkret terhadap tindakan NICA-Belanda yang berupaya kembali menduduki wilayah Indonesia setelah Jepang dinyatakan kalah dalam perang dunia kedua.

Secara umum, seruan resolusi jihad berisi tentang kewajiban seorang muslim untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia melawan para penjajah yang kembali datang. Bagi mereka yang gugur pada peperangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia akan mendapatkan syahid. Di samping itu, difatwakan juga hukuman berat bagi orang yang memecah belah kesatuan dan persatuan.

Seruan resolusi jihad berdampak besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Berkat itu, semangat juang memenuhi relung dada setiap masyarakat muslim Indonesia dalam melawan Belanda. Puncaknya, pada tanggal 10 November 1945 para Kyai, Santri, dan Masyarakat bahu-membahu bertempur dengan penuh kegigihan melawan Belanda dan sekutunya di Surabaya.

Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia melawan penjajah setelah Kemerdekaan Indonesia dan salah satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme. Karena alasan historis itulah tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Jihad Santri di Era Modern dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Kiprah gemilang kaum santri dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah suatu sejarah emas yang tidak dapat dipungkiri. Namun, tidak seyogyanya kaum santri terlena dalam romantisme masa lalu dan hanya terpaku padanya. Yang semestinya dilakukan adalah menjadikan pelajaran dalam sejarah lampau sebagai spirit untuk menciptakan sejarah baru.

Penting untuk disadari, mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari berbagai ancaman potensial bukan hanya kewajiban di masa lampau, melainkan juga kewajiban masa kini dan nanti. Dengan kata lain, mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah tugas sepanjang zaman yang tidak ada henti-hentinya, baik bagi pemerintah maupun masyarakat Indonesia.

Di era modern, mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak selalu dengan cara mengangkat senjata atau peperangan, melainkan juga dengan memaksimalkan potensi-potensi yang ada seperti sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) Indonesia. Sebab, aspek-aspek tersebut adalah sumber kekuatan suatu negara dalam mempertahankan kedaulatannya.

Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan dan memajukan kehidupan bangsa, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan “Indonesia Emas 2045” yang bertujuan mewujudkan Indonesia sebagai “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya nyata implementasi cita-cita bangsa yang tertuang undang-undang dasar 1945.

Pada konteks ini, kaum santri tidak boleh hanya berdiam diri terkait situasi terkini. Mereka harus ikut andil menjadi garda terdepan dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045 sebagaimana dahulu kaum santri menjadi ujung tombak perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan itu, cit-cita para pahlawan untuk mendirikan negara berdaulat, adil, dan makmur bisa tercapai.

Secara teologis, kaum santri juga bertanggung jawab untuk merawat keutuhan negara Indonesia sebagai wadah tumbuh-berkembang bagi generasi penerus. Islam mengajarkan pemeluknya untuk mempersiapkan bekal terbaik bagi generasi muda agar mereka tidak menjadi orang-orang yang lemah, baik secara fisik, ilmu pengetahuan, ekonomi, maupun religiositas. Allah Swt. berfirman dalam surah an-Nisa ayat 9 yang berbunyi:

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

Artinya, “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. An-Nisa: 9)

Secara umum, ayat ini mewanti-wanti umat muslim agar tidak meninggalkan keturunan mereka dalam keadaan lemah, khususnya perihal ekonomi. Hendaknya mereka memberikan berbagai bekal positif bagi penerus (Shafwat al-Tafasir). Dengan kata lain, dalam Islam dianjurkan bagi orang tua untuk menyiapkan bekal terbaik bagi anaknya sebagai persiapan untuk menghadapi dunia.

Berdasarkan landasan historis dan teologis, sudah selayaknya bagi kaum santri untuk terus berjihad dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan berbagai upaya sebagai langkah nyata dalam mempersiapkan wadah dan bekal terbaik bagi penerus bangsa. Jika ini dilakukan, maka Indonesia akan segera menjadi negara adidaya.

Jihad dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di era modern tidak terbatas pada perjuangan dalam peperangan, melainkan juga setiap bidang kehidupan yang berkontribusi terhadap kemajuan bangsa seperti pendidikan, pembangunan, ekonomi, teknologi dan sebagainya. Bidang-bidang tersebut, baik secara langsung atau tidak, akan menjadi fondasi kuat dalam upaya membangun Indonesia Emas.

Dalam rangka memajukan seluruh aspek kehidupan bangsa, maka kaum santri tidak boleh hanya berkiprah terbatas pada bidang yang bersifat keagamaan, tetapi juga bidang yang dianggap potensial bagi kemajuan bangsa. Sebab, pada hakikatnya segala tindakan yang bertujuan pada kemaslahatan manusia juga merupakan kebaikan yang bernilai ibadah.

Kemudian, pesantren sebagai institusi terbesar kaum santri harus lebih membuka diri terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kaum santri harus menyadari bahwa tidak ada dikotomi-signifikan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, karena pada hakikatnya semua ilmu datang dari Allah Swt. Sikap inilah yang telah menghantarkan kejayaan bagi umat Islam pada abad pertengahan.

Dengan demikian, jihad santri di era modern dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah dengan menguasai berbagai disiplin keilmuan beserta implementasinya. Melalui pengetahuan dan penerapan yang memadai, maka akan tercipta “kondisi-kondisi” terbaik yang dapat menghantarkan negara dan bangsa Indonesia menuju kemakmuran yang dicita-citakan. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kemenag Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag.? Silakan klik disini