Sebagai agama yang mengajarkan untuk menyeimbangkan kesehatan fisik dan psikis, Islam menghendaki pemeluknya untuk menjalani ibadah puasa Ramadan satu bulan penuh. Bulan Ramadan yang sarat dengan latihan fisik dan jiwa ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan holistik; jasmani, akal, intelektual juga spiritual yang pada akhirnya, pemeluknya meraih derajat taqwa (Qs. 2/183). Ketaqwaan ini diperoleh untuk mereka yang menjalani puasa dengan baik dan benar; benar syarat dan rukunya, serta baik karena bukan hanya sehat untuk tubuhnya namun juga menciptakan kesehatan lingkungan.
Kesehatan lingkungan identik dengan pola perilaku manusia. Ramadan ialah momentum untuk mengevaluasi diri bagaimana ketaqwaan kita pada Allah termasuk apakah selama ini kita telah bijak konsumsi pakaian, makanan dan minuman seperti yang diisyaratkan dalam Al-Quran?
Dalam surah al-A’raf/7: 31, Allah berfirman, “Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”
Surah di atas mengisyaratkan tentang tuntunan Al-Quran untuk bersikap sederhana dan pertengahan baik dalam berpakaian, makanan dan minuman. Tiga hal ini setidaknya identik dengan Ramadan dan hari raya. Gempuran diskon baju hari raya dan konsumsi masyarakat turut meningkat di hari raya Idul Fitri. Makanan dan minuman pun demikian. Tingginya pembelian makanan dan minuman secara berlebihan berakhir menjadi tumpukan sampah yang sangat mencemarkan lingkungan. Hal ini sangat kontras. Bulan Ramadan yang semestinya kita mampu mengerem diri dari sikap berlebih-lebihan, yang terjadi justeru sebaliknya.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selama Ramadan sampah makanan dan kemasan meningkat hingga 20%. Sebagai contoh, saat kondisi normal, sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo Surabaya per hari mencapai sekitar 1.500-1.600 ton. Jumlah sampah tersebut meningkat 100-200 ton per hari di bulan Ramadan. Contoh lainnya yaitu laporan Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan yang mencatat kenaikan timbulan sampah sebesar 5-10% dibandingkan hari biasa, yakni sekitar 970 ton per hari.
Dari timbunan sampah tersebut, ternyata, sampah organik berupa sisa makanan mendominasi komposisi sampah tertinggi di Indonesia mencapai 41,2%, diikuti oleh sampah plastik 18,2%. Sementara berdasarkan sumber, sampah rumah tangga menyumbang jumlah sampah nasional terbesar mencapai 39.2%. Apabila sampah tidak dapat terkelola dengan baik, maka tentu, sampah tersebut dapat berdampak buruk bagi kesehatan, memiliki potensi pencemaran lingkungan, hingga peningkatan emisi karbon.
Dari fenomena di atas, tentu kita tidak bisa tinggal diam. Seluruh umat Islam harus melakukan aksi yang bisa dimulai dari rumah salah satunya dengan bijak dalam membeli makanan. Langkah konkrit sederhananya, kita bisa membeli makanan yang memang sangat dibutuhkan dan tidak menyetok secara berlebihan. Berlebihan yang dalam konteks al-Quran disebut dengan israf, kata dasarnya sin- ro-fa yang berarti berlebih-lebih/ menghambur-hambur sesuatu yang tidak dibutuhkan.
Beberapa mufassir turut menafsirkan tentang israf misalnya di dalam Tafsir Ibnu Katsir (II/210) menjelaskan sesungguhnya dari salah satu israf makan yaitu setiap makan makan yang diinginkan. Berikutnya, di dalam Tafsir Munir (I/278) israf ialah menganggap sepele barang haram dengan mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram atau melampaui batas dalam makan. Sementara itu, dalam Tafsir Al-Manar (VIII/386) diuraikan, dari Wahab bin Munabbih berkata bahwa dari sebagian israf adalah keadaan dimana manusia itu berpakaian, makan, atau minum yang bukan miliknya dan berlebih-lebihan terhadapnya. Terakhir, dalam Tafsir Al-azhar (IV/1990: 2354) dinyatakan bahwa israf ialah jika orang-orang yang berpakaian atau makan, minum, barang-barang yang di luar kesanggupannya atau melebihi batas yang patut.
Beragam pendapat mufassir ini semoga mampu menguatkan spiritual kita dalam bulan Ramadan nanti setidaknya untuk pertama, menghindari israf berlebih-lebihan dalam menyetok atau membeli bahan makanan (food waste). Cukup membeli yang memang benar-benar dibutuhkan dan dapat dikonsumsi sampai habis. Kedua, mindful eating (makan dengan penuh kesadaran). Sadar bahwa makanan yang kita makan adalah rezeki dari Allah. Melalui keyakinan ini, tentu kita sedih jika membuang makanan sementara masih banyak saudara kita yang kelaparan dan tak menemukan sesuatu untuk dimakan. Ketiga, mengonsumsi bukan hanya yang halal namun juga thayyib. Halal dari segi zat dan bahan, serta thayyib (baik) untuk kesehatan tubuh. Bukan hanya yang terasa enak di lidah namun ternyata berakhir musibah. Bukan hanya lapar mata pada akhirnya kita menderita. Selamat berpuasa, selamat jaga bumi!
Demikian, Allahu ta’alaa a’lam.
Dr. Ina Salmah Febriani, M.A., Ustadzah di Cariustadz.id
Tertarik mengundang ustadz Dr. Ina Salmah Febriani, M.A? Silahkan klik disini