Rahmatan lil ‘Alamin; antara kebanggaan dan tantangan

Risalah (agama) ini telah dinyatakan sejak awal sebagai Rahmatan lil ‘Alamin (kasih bagi semesta alam). Bukan hanya risalahnya, tetapi yang diutus (Nabi Muhammad SAW) dan yang mengutus (Allah SWT) adalah Rahmat itu sendiri, meski dengan makna yang berbeda. Disini kita simpulkan bahwa Islam itu adalah Rahmat, dan Rahmat adalah Islam itu sendiri.

Rahmat yang disandarkan kepada personality Nabi Muhammad SAW adalah diantaranya sifat merasa berat atas kesulitan yang menimpa manusia, merasa sedih atas penderitaan yang dialami manusia, dan beliau berjuang untuk mengeluarkan manusia dari kesulitan dan penderitaan tersebut. Bahkan bukan hanya manusia, hingga hewan dan tumbuhan pun tak luput dari objek rahmatnya.

Beberapa riwayat menjadi saksi rahmat Nabi SAW kepada hewan, seperti Nabi yang menegur pemilik unta agar tidak memukulinya dan memberinya makan yang cukup, Nabi SAW menyatakan bahwa Allah SWT berterima kasih kepada orang yang memberi minum anjing, dan murka kepada orang yang mengurung kucingnya hingga kelaparan. Dalam perang, bahkan beliau melarang untuk merusak pepohonan.

Secara khusus, Rahmat antara manusia adalah dengan tidak saling mencaci maki. Jangankan dengan yang berbeda pendapat, bahkan kepada yang menyembah selain Allah SWT pun tidak boleh dicaci maki. Maka gemar mencaci maki itu bukanlah ajaran Islam meski dilakukan oleh tokoh Islam.

Lalu bagaimana dengan peperangan yang dilakukan oleh umat Islam? Ini sederhana sekali, upaya membebaskan diri dari penindasan adalah implementasi dari Rahmat. Seperti halnya melakukan hukum qishash agar orang tidak melakukan pembunuhan kepada manusia adalah bagian dari Rahmat. Justru dengan membiarkan penjajahan, atau membiarkan pembunuh berkeliaran akan membuat orang lain mudah menjajah dan membunuh. Inilah Rahmat bagi semesta alam. 

Dr. Mukhrij Sidqy, M.A, Ustadz di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Dr. Mukhrij Sidqy, M.A? Silahkan klik disini