Pandangan Al-Quran terhadap Wanita Karir

Sejak diturunkannya Islam sebagai sebuah agama, Islam mengidentitaskan diri sebagai agama yang ramah terhadap perempuan. Sebab, sebelum Islam, hampir mayoritas agama yang dianut bangsa Arab kala itu, acapkali mendiskreditkan dan memarginalkan perempuan. Perempuan tidak lebih sebagai pemuas hawa nafsu, ia bahkan tidak memiliki hak atas dirinya sendiri. Oleh karena itu, Islam hadir untuk mengangkat derajat, harkat dan martabat perempuan sebagai seorang manusia yang setara dengan laki-laki. Di sinilah keunggulan sekaligus identitas Islam yang sesungguhnya.

Pandangan Al-Quran

Dalam banyak ayat, Al-Quran tidak pernah membeda-bedakan gender, baik laki maupun perempuan. Memang ada surat yang dikhususkan kepada perempuan seperti Surat An-Nisa, misalnya, akan tetapi dalam banyak aspek, Alquran hampir pasti berbicara secara kemanusiaan. Sebagai misal, Q.S. An-Nahl: 97,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.”

Ayat ini menekankan bahwa laki-laki dan perempuan mendapat pahala yang sama dan bahwa amal kebajikan harus dilandasi iman. Menurut Quraish Shihab, kata shalih dipahami dalam arti baik, serasi, atau bermanfaat dan tidak rusak. Kemudian, secara eksplisit di dalam ayat tersebut Quran tidak spesifik berbicara seorang laki-laki atau perempuan, melainkan man yang artinya siapa saja yang berbuat kebajikan. Jadi jelas di dalam ayat ini, Quran tidak mendiskreditkan atau memarginalkan perempuan. 

Berikutnya, terkait makna wanita karir atau wanita pekerja, Quran mereaksikannya dengan amal shaleh. Menurut Quraish Shihab, Al-Quran tidak menjelaskan tolak ukur yang dimaksud amal shaleh itu apa. Para ulama pun berbeda pendapat, Muhammad Abduh, misalnya, mendefinisikan amal shaleh sebagai “segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan manusia secara keseluruhan”. 

Bahkan, Al-Quran walau tidak secara tegas menyebut jenis amal shaleh yang dimaksud, lanjut Shihab, tetapi apabila ditelusuri contoh-contoh yang dikemukakannya tentang al-fasad (kerusakan) yang merupakan antonim dari kesalehan, maka paling tidak kita dapat menemukan contoh-contoh amal shaleh. Ringkasnya, tolak ukur amal shaleh yang paling kentara dalam ayat tersebut di antaranya tidak berbuat kerusakan dan bermanfaat untuk kemaslahatan, baik pribadinya sendiri maupun khalayak umum.

Wanita Karir dalam Pandangan Al-Quran

Dari penafsiran ayat di atas, kita dapat memahami bahwa ayat tersebut merupakan salah satu ayat yang menekankan persamaan (equality) antara laki-laki dan perempuan dalam masalah pengabdian dan beramal shaleh, yang membedakannya hanya dalam kualitas ketakwaan mereka. Ayat ini juga menunjukkan betapa kaum perempuan dituntut agar terlibat atau berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat dan berkarir untuk kemaslahatan, baik untuk dirinya sendiri dan keluarganya maupun kepentingan umum.

Sebab kalau kita amati dewasa ini, hampir tidak ada lagi pekerjaan laki-laki yang tidak dapat dikerjakan oleh wanita, walaupun tidak semua wanita dapat melakukannya, meskipun pada zaman dahulu dianggap mustahil dapat dikerjakan oleh wanita dengan alasan karena lemah fisik dan mental sesuai kodratnya. Sekarang bukan lagi sesuatu yang mustahil, karena wanita mampu melaksanakannya di abad modern ini dikarenakan kemajuan teknologi dan informasi dan kemajuan zaman. 

Tentu ada batasan-batasan yang harus dipahami oleh seorang wanita karir yang sudah berkeluarga, misalnya, ia harus mendapat izin dan restu suami ketika hendak bekerja, tidak boleh meninggalkan kewajibannya sebagai istri dan seorang ibu, dan kewajiban-kewajiban lainnya. Jika ia masih seorang single, maka harus mendapat izin dan restu dari kedua orang tua. Jika itu dapat dilaksanakannya dengan baik, maka Allah pasti memberi pahala yang terbaik dan berlipat ganda, yakni pahala karena pandai memanage waktu dengan baik dengan tidak meninggalkan perannya sebagai ibu dan istri misalnya dan pahala karena telah berkontribusi dalam pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara.

Senata Adi Prasetia, M.Pd, Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang ustadz Senata Adi Prasetia, M.Pd? Silahkan klik disini