Dewasa ini, sering sekali kita mendengar istilah toxic relationship dalam ruang percakapan kita. Menurut Lillian Glass, toxic relationship adalah hubungan yang terjadi antar individu yang mana memiliki kedekatan yang rendah, tidak saling mendukung dan menghormati bahkan saling menjatuhkan dan berkompetisi dalam konteks yang kurang baik Pihak yang terlibat dalam hubungan ini, jauh dari kata menyenangkan, menguras emosi bahkan lebih banyak hal negatif dari pada positif.
Berangkat dari definisi tersebut, toxic relationship merupakan pola hubungan yang negatif yang seharusnya dihindari untuk menjaga kondusifitas hidup manusia. Hanya saja, hubungan ini dapat menyasar bukan hanya pada ruang relasi yang jauh, bahkan lebih sering terjadi pada orang terdekat kita seperti sesama teman, pasangan hidup, bahkan hubungan orang tua-anak. Dan di saat yang bersamaan, sebagai umat beragama, kita diminta untuk selalu menjaga dan menjalin silaturahmi kepada mereka. Sehingga dua pola sosial ini yang harus dicarikan jalan solusi, apakah menghindari toxic relationship dianggap sebagai memutus silaturahmi?
Dalam karyanya At-Tibyan fi Nahyi ‘An Muqoto’atil Arham wa Aqorib wal Ikhwan, Kyai Hasyim Asy’ari menukil banyak dalil perihal larangan keras memutus silaturahmi. Di antaranya pada surat Muhammad ayat 22-24:
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (22) Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan pengelihatan mereka. (23) Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati mereka terkunci? (24)” (Q.S. Muhammad ayat 22-24)
Dalam ayat tersebut, Allah menyandingkan perbuatan memutus tali silaturahim dengan perbuatan merusak di muka bumi dan ancaman terhadap perbuatan-perbuatan tersebut tidak main-main, mendapat laknat dari Allah SWT.
Hanya saja kemudian, silaturahmi apa yang dikehendaki oleh syariat? Kyai Hasyim Asy’ari menuturkan bahwa tidak semua hubungan sesama manusia dihukumi wajib untuk dijalin. Selain sesama jenis, yang wajib untuk dijaga silaturahmi adalah lawan jenis yang masih ada ikatan mahram. Yang dimaksud dengan ikatan mahram adalah yang haram untuk dinikahi dalam syariat Islam yaitu ibu dan bapak kandung, kakek dan nenek kandung baik dari jalur ibu maupun bapak, saudara kandung, paman dan bibi kandung baik dari jalur ibu maupun bapak. Adapun yang tidak memiliki ikatan mahram seperti sepupu atau bahkan rekan kerja maka tidak ada kewajiban silaturahmi.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa silaturahmi adalah menguatkan hubungan kekerabatan dengan melakukan tindakan-tindakan mulia yang dibarengi dengan sifat saling mengasihi dan menyayangi.
Menghindar dari hubungan yang tidak sehat atau toxic relationship tidak mutlak dikategorikan sebagai perbuatan buruk karena dianggap sebagai memutus silaturahmi. Kyai Hasyim Asy’ari dalam tulisannya memberi batasan bahwa kita boleh menghindar dari hubungan tersebut apabila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh syariat Islam. Alasan yang dibenarkan oleh syariat apabila hubungan tersebut dapat mengarah kepada perbuatan melanggar hukum agama seperti pergaulan bebas, meninggalkan ibadah, atau menjelekkan orang lain dan semacamnya yang termasuk melanggar hukum agama lainnya.
Apabila ditemukan hal-hal tersebut, maka menjauhi pergaulan tersebut menjadi wajib dan tidak termasuk ke dalam memutus silaturahmi yang diharamkan. Namun Kyai Hasyim juga mengingatkan secara tegas, jangan mudah mencari-cari alasan yang biasanya didasari dengan emosi dan nafsu untuk memutus silaturahmi seperti berbeda pemahaman dan sudut pandang dalam menyelesaikan masalah.
Dengan demikian, memutus silaturahmi dapat diperbolehkan apabila secara jelas dan terang-benderang dapat menjerumuskan kita ke dalam mudharat dunia kita maupun agama. Tetapi apabila hanya berkenaan dengan perbedaan sudut pandang dalam melihat masalah atau menyelesaikannya, maka diharamkan untuk memutus silaturahmi.
Muhammad Fahmi, Lc., Pengajar Pondok Pesantren Al-Hidayah Rawadenok Depok dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Muhammad Fahmi, Lc.,? Silakan klik disini