Kisah Integritas Aisyah Binti Abu Bakar

Amr bin Ash bercerita: Suatu hari aku datang menemui Rasulullah SAW, dan aku bertanya: “Wahai Rasul, siapakah seseorang yang paling kamu sayangi?” Rasul menjawab, “Aisyah.” Lalu aku bertanya lagi, “Dari kaum laki-laki?” Rasul menjawab, “Ayah-nya (Aisyah).” (HR. Bukhari).

Ketika menjawab pertanyaan Amr bin Ash, Rasul tidak menyebut Abu Bakar dengan nama secara langsung, akan tetapi dengan menggunakan kata ganti “Ayah-nya” yang berarti ayah dari Aisyah, sebagai salah satu bentuk kasih sayang dan penghormatan Rasul kepada sang istri, Aisyah binti Abu Bakar. Lahir sebagai putri dari sahabat Rasulullah, berasal dari suku Quraish yang cukup terpandang,dan menjadi salah satu pendamping hidup Rasul merupakan keistimewaan yang luar biasa dimiliki oleh Aisyah. Selain itu, Aisyah memiliki banyak keistimewaan yang lain seperti kecantikan fisik, kecerdasan dalam banyak bidang keilmuwan, dan dikaruniai ingatan yang kuat.  

Faktor dasar yang telah dimiliki oleh Aisyah tersebut dengan kehidupan sehari-hari yang dilalui bersama Rasulullah sejak kecil menjadikannya tumbuh menjadi perempuan ber-integritas serta keilmuwan yang tinggi. Selain memiliki keutamaan dalam bidang keagamaan, Aisyah juga menguasai beberapa kemampuan di bidang yang lain, misalnya dalam pengobatan. Ketika ditanya mengenai hal ini, Aisyah menjawab bahwa pengetahuannya tersebut diketahui secara otodidak yaitu dengan mengamati Rasulullah ketika mengajari metode penyembuhan kepada suku pedalaman dan kaum badui. Ini menandakan Aisyah adalah perempuan yang sangat cerdas karena mampu mempelajari sesuatu hanya dengan mengamati apa yang dilakukan Rasul.

Aisyah adalah seorang pakar keislaman perempuan yang menjadi salah satu rujukan bagi sahabat dan masyarakat kala itu apabila terjadi perselisihan mengenai suatu permasalahan hukum. Bahkan pada masa Umar bin Khattab, Aisyah diberikan kewenangan untuk berfatwa. Dirinya juga banyak mengahfalkan dan meriwayatkan hadis-hadis Nabi hingga kurang lebih sekitar 2.210 hadis telah diriwayatkan oleh Aisyah. Hadis-hadis tersebut diakui kualitasnya ke-shahih-annya karena menerima langsung dari Rasulullah. Diriwayatkan pula bahwa Aisyah merupakan salah satu perawi yang mampu konsiten dalam hafalan, pemahaman serta penerapan dalam kehidupan.

Rumah tangga Aisyah binti Abu Bakar dan Rasul merupakan rumah tangga yang harmonis, apalagi Aisyah merupakan seseorang yang humoris sehingga banyak canda tawa berdua. Namun dalam setiap kehidupan rumah tangga pasti ada sebuah permasalahan yang menghampiri. Tersiar kabar mengenai kisah perselingkuhan Aisyah dengan Shafwan bin Mu’atthal di perjalanan sepulang dari Madinah. Rasul sangat terpukul dan bersedih saat mendengar berita ini. Aisyah yang sejak tiba di Madinah jatuh sakit sehingga tidak mengetahui kusak kusuk tentangnya. Sampai Ummu Mastah, sahabat yang menemaninya, memberi tahu berita bohong itu ke Aisyah yang membuatnya menangis berhari-hari.

Saat itu Aisyah sedang berada di rumah orang tuanya, lalu Rasul medatangi Aisyah dan menanyakan perihal kebenaran perihal tersebut. Aisyah memandang kedua orang tuanya, begitupun orang tua Aisyah tidak memberikan jawaban apapun. Aisyah sangat kecewa dengan keadaan tersebut karena orang-orang yang ia sayangi tidak yakin atas dirinya, lalu ia menuju kamarnya dan berbaring. Tiba-tiba Rasul menghampirinya dan menyampaikan sebuah berita yang amat menggembirakan bahwa Allah menurunkan wahyu berupa Surat an-Nur ayat 11 yang menegaskan bahwa berita yang tersiar adalah sebuah berita bohong. Ibunda Aisyah meminta putrinya untuk berterimakasih kepada Rasul, akan tetapi Aisyah menolak dan menyampaikan bahwa Aisyah hanya akan memuji kepada Allah yang memberinya cobaan dan memberinya pula pembebasan.

Banyak pelajaran yang diberikan dari kehidupan Aisyah binti Abu Bakar sebagai seorang istri Rasul dan ummu al-Mukminin. Sebagai istri termuda yang mendampingi Rasulullah bahkan salah satu yang paling Rasul sayangi, Aisyah tidak dikaruniai seorang keturunan. Pada umumnya orang arab akan dipanggil menggunakan kunyah atau julukan sebagai bentuk penghormatan terhadap seseorang dengan menggunakan nama anaknya. Karena tidak memiliki keturunan Aisyah pernah sangat bersedih dan bertanya kepada Rasulullah tentang kunyah-nya. Kemudian Rasul memberinya kunyah Ummu Abdillah atau ibunda Abdullah karena pernah mengadopsi Abdullah bin Zubair dan Ummu Abdurrahman atau ibunda Abdurrahman karena pernah mengadopsi Abdurrahman bin Abu Bakar. Dari kisah ini dapat diambil sebuah pelajaran bahwa Aisyah tetap menjadi perempuan yang utuh dan tetap dicintai oleh Rasul meskipun tidak memiliki keturunan, rasa keibuannya dapat ia curhahkan kepada putra-putra yang diadopsinya. Wallahu a’lam.

Nurul Khasanah, S.Ag, Ustadzah di Cariustadz.id

Tertarik mengundang Nurul Khasanah, S.Ag? Silahkan klik disini