Memaknai Kemerdekaan dalam Al-Qur’an

Dalam KBBI, kemerdekaan atau merdeka setidaknya memiliki tiga makna yaitu bebas dari penjajahan, bebas dari tuntutan dan tidak terikat atau tergantung pada pihak tertentu. Makna yang sama ditunjukkan oleh pesan al-Qur’an agar manusia bebas dari segala bentuk ketundukan kecuali kepada Sang Pencipta. Al-Qur’an melarang manusia untuk tunduk kepada manusia lainnya sebagaimana isyarat al-Qur’an terkait hal tersebut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ  ١٣

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S Al-Hujarat [49]: 13)

Baca Juga: Urgensi Nasionalisme dan Cinta Tanah Air dalam Ajaran Islam

Dalam ayat di atas secara tegas telah Allah jelaskan bahwa yang paling mulia di antara manusia adalah yang paling bertakwa bukan siapa yang paling pintar, kaya atau tinggi kedudukannya. Sedang yang mengetahui kadar ketakwaan seseorang hanya Allah Swt. Maka tidak dibenarkan seseorang untuk merasa hina di hadapan manusia lainnya karena banyaknya harta, luasnya ilmu dan tingginya kedudukan. Kelebihan yang dimiliki oleh sebagian manusia tersebut tidak bersifat esensial tapi hanya sebuah sistem kehidupan dunia agar mereka saling mengenal atau menolong sebagaimana pesan tersebut juga dijelaskan dalam ayat di atas dalam bentuk penciptaan manusia dari laki-laki dan perempuan.

Menjadi laki-laki tidak untuk merasa lebih baik dari kaum perempuan namun hanya sebagai sarana untuk saling mengenal, saling mendukung agar terjapainya cita-cita manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Demikian pula hal dengan perbedaan lainnya yang boleh jadi ada yang menganggap hal tersebut sebagai kelebihan atas yang lainnya.

Lebih jauh, tidak hanya dilarang menghambakan diri kepada sesama makhluk bahkan kita juga dilarang menghambakan diri kepada hawa nafsu kita dan itu terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Lihatlah keterangan al-Qur’an berikut:

أَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيۡهِ وَكِيلًا  ٤٣

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?, (Q.S Al-Furqan [25]: 43)

Ada mereka yang tunduk dengan keinginan dan angan-angan mereka sehingga mereka melangkah jauh tanpa arah sesuai dengan kesenangan yang mereka dambakan meski pada akhirnya akan menabrak Batasan-batasan yang telah Allah tetapka. Semua tau bahwa segala sesuatu selain Allah tidak bisa memberi manfaat atau mudharat kepada manusia.

Meski demikian, Allah tetap memberikan pilihan kepada hambanya untuk menentukan sendiri langkahnya setelah Ia jelaskan mana yang baik dan sebaliknya. Misalnya Allah memberikan kemardekaan dalam bentuk kebebasan mereka apakah mau beriman atau tetap dalam kekufuran, lihat Q.S Al-Kahf [18]: 29. Salah satu agenda Nabi Muhammad saw sampai para Khulafa al-Rasyidin adalah menghilangkan ketundukan-ketundukan kepada sasama manusia tersebut. Sehingga tidak heran dalam penaklukan yang mereka lakukan hanya sebatas menghilangkan belenggu yang membuat manusia tersebut tidak merdeka lagi.

Jika manusia tersebut telah merdeka dalam menentukan pilihannya maka Nabi memberikan pilihan kepada mereka untuk beriman atau sebaliknya tanpa memaksakan mereka. Karena pada dasarnya keimanan haruslah berdasarkan pilihan seseorang secara merdeka sebagaimana salah satu makna Islam yang terambil dari kata aslama memiliki makna ketundukan secara sukarela kepada Allah Swt.

Baca Juga: Poin Penting HUT Kemerdekaan RI dalam Prespektif Islam

Sudahkah kita merdeka pada HUT RI Ke-76? Salah satunya adalah merdeka dalam berpikir sehingga tidak didikte oleh siapapun. Al-Qur’an juga sangat tegas mengkritik mereka yang melakukan sesuatu bukan atas kebebasan berpikirnya namun hanya mengikuti nenek moyang mereka sehingga mengabaikan pengetahuan terhadap amal tersebut. Dampak negatifnya adalah amal itu akan menjadi ritual sedang nilai-nilainya sudah berguguran maka tidak heran pada hari ini ditemukan perbedaan jauh antara apa yang diucapkan dan apa yang diperbuat karena yang mereka lakukan tanpa dasar keilmuan.

Hasiolan. SQ. S.Ud, Ustadz di cariustadz.id