Manfaat dan Madharat Melakukan Aborsi

QNA

Tanya:

Apakah ada manfaat dan mudharatnya aborsi?


Jawab:
Wa’laikumussalam wr. wb.

Dari sudut pandang kesehatan, tentunya dokter dan para ahli kesehatan lebih tepat untuk memenuhi permintaan Anda.

Dalam pandangan agama, aborsi dapat dikatakan sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab. Tidak bermoral. Apalagi, data yang pernah saya peroleh menunjukkan bahwa kebanyakan kasus aborsi dilakukan oleh remaja putri yang belum menikah. Apa artinya itu kalau bukan melepas tanggung jawab? Proses atau perbuatan yang jelas-jelas berisiko hamil mau dilakukan, tetapi ketika terjadi hamil tidak mau menanggungnya. Agama Islam sangat menekankan tanggung jawab.

Pada umumnya ulama-ulama Islam memandang haram hukumnya melakukan aborsi atau pengguguran kehamilan, kecuali dengan alasan kesehatan, baik kesehatan ibu maupun kesehatan janin. Itu tentu saja berdasarkan keterangan dokter yang dapat dipercaya.

Meski merupakan tindakan tidak bertanggung jawab, dalam pandangan mazhab Abu Hanifah dibolehkan menggugurkan kandungan sebelum berlalu masa empat bulan. Alasan mereka, sebelum masa empat bulan ruh belum lagi ditiupkan ke rahim, sehingga tindakan aborsi tidak dianggap sebagai tindakan membunuh nyawa. Tetapi kita harus ingat juga bahwa pendapat itu tidak berarti bahwa menggugurkan kandungan atau aborsi tidak mengakibatkan dosa. Pelaku aborsi tetap berdosa meskipun dosanya tidak sebesar dosa membunuh manusia. Mazhab Maliki bahkan lebih tegas lagi. Mereka melarang aborsi, berapa pun usia kandungan.

Jadi, sekali lagi dari sudut pandang agama, menggugurkan kandungan merupakan tindakan tidak bertanggung jawab dan tidak bermoral yang, sebagai dampak buruk (mudharat)-nya, mengakibatkan dosa bagi pelakunya. Dapat kita bayangkan kalau kehamilan itu terjadi di luar nikah, pelakunya sudah pasti terkena dosa besar: dosa zina. Belum lagi dosa-dosa yang termasuk mendekati zina yang dilakukan sebelumnya. Setelah itu ia menggugurkan kehamilannya sebagai solusi dari kehamilan yang tidak diinginkan, ia terkena lagi dosa. Apakah menghapus dosa dilakukan dengan menimbulkan dosa baru? Tentu tidak.

Demikian, wallahu a’lam.

[Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]