Makna Beruntung dalam Al-Quran

Sesungguhnya beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya..” (Qs. Al-Muminun/ 23: 1)

Dari sekian ribu ayat dalam al-Quran, Allah menyebutkan beberapa lafadz yang maknanya hampir senada sekaligus memiliki derivasi yang beragam. Seperti lafadz  kebaikan (khayr), Al-Quran juga menyebut dengan al-Birr (kebajikan), at-Thayyib (bagus/ baik) juga al-Ma’ruf (baik). Keempat lafadz yang maknanya hampir senada itu terletak pada ayat-ayat dengan konteks yang berbeda. Hal ini membuktikan kekayaan bahasa al-Quran serta balaghah yang luar biasa, memberi isyarat pada manusia untuk merenungi dan menggali makna dalam lafadz atau ayat tersebut.

Jika kita kembali melihat Qs. Al-Mu’minun/23: 1 di atas, tampak zhahir bahwa Allah tidak menyebut beruntung dengan (falaha) namun dengan kata aflaha. Pun dalam dua surah lain, al-Quran menyebut dengan af-la-ha berupa stressing (penekanan) mengenai kondisi jiwa orang beriman yang senantiasa menyucikan diri; dalam dua surah Qs. Al-A’la/87: 14 dan Qs. As-Syams/91: 9.

Dalam lafadz aflaha baik pada Qs. Al-Mu’minun/23: 1, Qs. Al-A’la/87: 14 juga Qs. As-Syams/91: 9 memiliki keterkaitan makna. Misal dalam Qs. Al-Mu’minun/23: 1, Allah memberi isyarat bahwa orang-orang beriman (pasti/ ditekankan pada lafadz ‘Qad’) beruntung. Golongan orang yang beruntung ini syarat utamanya ialah fokus, khusyu’, melruuskan niat dan tujuan pada satu titik (keridhaan Allah) dibarengi dengan ikhtiar- tawakkal pada ketetapan-Nya dalam setiap kondisi. Sementara dalam Qs. Al-A’la/87: 14 juga Qs. As-Syams/91: 9 diikuti dengan kesadaran teologis manusia pada Allah termasuk dalam kaitannya memaksimalkan kesehatan fisik-psikis untuk banyak mengingat kebesaran Allah (dzikrullah).

Kembali pada lafadz falaha dan aflaha yang diartikan sebagai beruntung/ meraih kemenangan. Al-Quran sendiri menyebut lafal فلح sebanyak 40 kali dalam Mu’jam Mufahras li al-Faz al-Quran dengan derivasi kata yang berbeda. Kata فلح yang berakar kata dari ف ل ح memiliki dua arti yaitu membelah atau membajak tanah. Sedangkan arti yang kedua adalah beruntung dan kekal.

Dari arti yang pertama yaitu membelah atau membajak tanah. Sesuai فلاح (dengan lam bertasydid/fallahun) yang mempunyai arti petani. Maksudnya, pekerjaan seorang petani lekat dengan tanah dan sawah. Sehingga, fallahun bermakna mencangkul untuk membelah tanah kemudian menanam benih. Benih yang ditanam petani menumbuhkan buah yang diharapkannya, dan hal tersebut tentu melahirkan kebahagiaan yang juga menjadi salah satu makna dari فلح.

Sementara itu, terkait makna aflaha, saat menafsirkan Qs. Al-Muminun/23: 1, Syaikh Muhammad Abduh menguraikan makna kesucian yang dimaksud ialah menyucikan diri dari hal-hal hina yang berpangkal pada keingkaran, kekufuran juga kekerasan hati. Karenanya, lanjut Abduh, orang-orang yang menang hakikatnya ialah mereka yang setiap waktunya berupaya menyucikan diri dari dosa-dosa yang berpotensi dilakukan; besar maupun kecil, sengaja maupun tidak.

Sehingga, lanjut Abduh, surah al-Mu’minun/23: 1 yang menekankan pembersihan jiwa melalui ibadah-ibadah dapat melahirkan perasaan khusyu’. Khusyu, dalam pandangan Quraish Shihab bukanlah sesuatu yang instan. Khusyu’ perlu dilatih terus menerus ketika seorang muslim menjalankan ibadah. Sehingga, Quraish Shihab menjelaskan, kekhusyu’an setiap orang, dalam shalat misalnya tidak bisa hanya diukur berapa lama ia ruku’, berapa menit ia sujud melainkan hatinya ‘hadir’ ketika shalat, ia merasa bahwa Tuhan senantiasa melihatnya ketika ia tengah beribadah.

Khusyu’ yang diidentikkan dengan sifat orang beriman dalam Qs. Al-Mu’minun/23: 1 sejalan dengan makna aflaha yang diartikan sebagai kemenangan. Orang yang menang hakikatnya ialah mereka yang memfokuskan dirinya, hatinya juga segala amaliahnya hanya karena dan untuk Allah.

Sehingga, kemenangan sejati bukan karena telah berhasil melawan pesaing maupun rival—melainkan mereka yang terus mengupgrade kekhusyu’annya untuk menjadi muslim yang shalih secara individu dan shalih sosial, berusaha memperbaiki diri, meredam kegelisahan, ketakutan, rasa ego dalam diri, juga tentu mengembalikan segala ikhtiar dan doanya hanya kepada Allah. Demikianlah orang-orang yang menang (muflihun) terbebas dirinya dari rasa kecewa saat takdir belum berpihak padanya serta senantiasa berusaha berbahagia atas hasil ikhtiar yang Allah berikan padanya. Allah al-Musta’an. Semoga.

Dr. Ina Salmah Febriani, M.A., Ustadzah di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Dr. Ina Salmah Febriani, M.A? Silahkan klik disini