Baru-baru ini, jagat media sosial dihebohkan oleh sebuah video viral yang memperlihatkan seorang perempuan asal Aceh memainkan musik DJ sambil membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an di platform TikTok. Aksi ini menuai beragam reaksi dari masyarakat, mulai dari kekaguman atas kreativitasnya hingga kritik tajam yang mempertanyakan etika dan kehormatan Al-Qur’an dalam konteks tersebut. Fenomena ini menuai pro-kontra karena lantunan ayat Quran yang mungkin ingin dilihat sebagai ruang ekspresi, namun etika seni yang ditampilkan tidak sesuai dengan batasan yang ada. Perlu kita sadar bahwa setiap Muslim tidak hanya diperintahkan untuk membaca dan memahami kalam Ilahi saja, ada aturan etika yang perlu kita jaga saat membacanya.
Lantas, Bagaimana seharusnya kita memandang reaksi DJ Ayat quran ini? Apakah ini sebagai pemicu kreativitas Islami di dunia digital atau justru merusak adab Qurani yang tidak ada manfaat nya sama sekali?
Menyelaraskan Etika dan Estetika dalam Tilawah al-Quran
Perlu kita tahu bahwa Al-Quran memiliki kedudukan yang sangat tinggi bagi umat Islam, sebab ia adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai sumber utama ajaran Islam; menjadi petunjuk hidup dalam segi akidah, ibadah, Muamalah, etiks, ataupun hukum. Dari segi etik (akhlak), Al-Quran harus diagungkan, dihormati dengan cara tidak merendahkan meremehkan, dari segi bacaan ataupun konteks maknanya (Lafdzan wa Ma’nan).
Manna Khalil al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Quran (Kairo: Maktabah Al-Maarif Linasyr wa Tauzi’ cetakan kedua) dalam bab al-Tajwid wa Adab Tilawah al-Quran halaman 178, ada 12 etika membaca al-Quran; Salah satu diantaranya ialah membaguskan bacaan al-Quran dengan nada yang indah. Ia mengungkapkan:
“Diharuskan untuk memperbagus suaranya saat membaca al-Quran. Sesungguhnya Al-Quran itu sendiri adalah perhiasan bagi suara, dan suara yang indah itu lebih efektif dan menguntungkan jiwa. Dalam sebuah riwayat Hadis “ hiasilah al-Quran dengan suaramu (yang indah)”
Adapun konteks perempuan yang sedang ber-DJ sambil melantunkan taawwudz dan fatihah, itu tidak masuk pada ziinat al-shout (suara yang indah). Meski memang hemat penulis, perempuan ini ingin mengajak para viewers untuk tetap melantunkan bacaan Quran saat DJ berlangsung, namun tetap melanggar etika Tilawah al-Quran. Dalam sebuah hadis riwayat Ahmad, zinat al-shout (suara yang indah) diartikan sebagai suara yang membuat hati gembira dan nyaman di telinga diri sendiri ataupun sekitarnya. Bersyukurnya kita yang tinggal di Indonesia, lembaga pendidikan formal atau non-formal menyediakan banyak program tilawah dengan nagham bacaan yang bersanad dan bervariasi.
Selain suara yang indah, mengutip pendapat dari Shalah al-Khalidi dalam kitabnya Mafatih Littaammul Ma’al Quran, halaman 52, juga mengatakan bahwa membaca al-Quran alangkah lebih baiknya dilantunkan di lingkungan yang sehat dan baik; hati yang tentram; dan membawa dampak positif bagu sekitarnya.
“Al-Qur’an itu seperti hujan, sebagaimana hujan tidak mempengaruhi benda mati dan bebatuan, dan hanya tanah yang telah dipersiapkan yang berinteraksi dengannya, begitu juga Al-Qur’an harus turun pada lingkungan yang valid untuk berinteraksi dengannya, mempengaruhinya, dan menghidupinya, dan lingkungan ini adalah indera dan hati yang menerimanya”.
Pendapat dari Al-Qatthan dan al-Khalidi dapat ditarik kesimpulan bahwa membaca al-Quran sangat diperlukan nilai etika dan estetika. Etika dengan menempatkan sopan santun saat membaca dan berinteraksi dengan nya, pun menerapkan nilai estetika dengan mengindahkan huruf demi huruf nya.
Menyikapi Hukum DJ al-Quran
Berbicara tentang hukum DJ al-Quran, para ulama memberikan respon yang berbeda atas hal ini diantaranya:
Pertama, Muhammad bin Ahmad bin Umar As-Syatiri dalam kitabnya Syarhul Yaqutin Nafis, [ cetakan Beirut, Darul Minhaj: 2007], halaman 17. Al-Syatiri mengungkap bisa jadi DJ al-Quran ini mengundang pada yang makruh atau bisa jadi Haram.
Artinya: “Kemudian jika ada bacaan Al-Qur’an yang terdengar dari radio, televisi, atau media lainnya, atau jika beberapa orang yang hadir atau salah satu dari mereka bermain-main, melakukan tindakan yang tidak sopan, bukankah hal itu dianggap berpaling dan tidak menghormati Kitab Allah? Hal itu tidak jauh dari haram. Jika kita mengatakan haram atau setidaknya kita mengatakan makruh, bisakah kita menunjukkan rasa hormat dan kesopanan terhadap pengajian ini?”
Jika kita tarik pada permasalahan ber-DJ sambil membaca Al-Quran, ini juga termasuk pada tindakan yang kurang sopan dan kurang menghormati kitab Allah. Dalam konteks ini, Al-Syatiri dalam kitabnya memberikan ketegasan bahwa baik hukum haram atau makruh, tindakan bermain-main dengan kitab Allah (salah satunya dengan nada yang tidak sopan), adalah tindakan yang tercela.
Kedua, Ali Abi Sulthan Muhammad al-Qori dalam kitabnya Marqotul Mafatih bi Syarhi Misykatul Mashabih, Halaman 1505 juz 4, mengutip sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Hudzaifah dari Nabi Muhammad SAW:
“Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dari Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda, “Bacalah Al-Qur`ān dengan lidah dan suara orang-orang Arab, dan janganlah kalian membacanya dengan suara ahli kitab dan suara orang-orang yang suka pesta pora, karena akan ada setelahku orang-orang yang membaca Al-Qur`ān seperti orang yang bernyanyi dan meratap, sehingga Al-Qur`ān itu tidak masuk ke dalam kerongkongan mereka, tidak pula ke dalam hati mereka, tidak pula ke dalam hati orang-orang yang suka mengagumi urusan-urusan mereka.”
Dalam syarah nya, al-Qori mengungkap bahwa Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) pada zaman Nabi gemar melantunkan ayat al-Quran dengan nada-dan gerakan tangan yang melambai karena syahdu nya melodi.
Jika melihat dari sisi hadis ini, fenomena diatas persis dengan DJ al-Quran tersebut yang melambai dan berpenampilan kurang sopan di media instagram. Meski al-Qori tidak menyebut langsung hukum syari dari fenomena ini, namun kita bisa melihat bagaimana ia mengutip hadis Hudzaifah dalam kitab syarh nya.
Dengan begitu, perlunya kita menjaga kesucian Al-Qur’an sebagai kitab suci yang tidak hanya menjadi pedoman hidup, tetapi juga simbol keagungan dan etika dalam berinteraksi, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.
Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA., Dosen STIU Darul Quran Bogor dan Ustadzah di Cari Ustadz
Tertarik mengundang ustadz Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA.? Silahkan klik disini