Rakyat ketika menilai pemerintah melakukan kesalahan, seringkali mereka melakukan aksi demo dalam rangka memberikan kritik dan nasihat. Aksi-aksi teatrikal yang menggambarkan perilaku penyimpangan pemerintah sering kali ditampilkan dengan baik oleh pendemo, khususnya para aktivis dan mahasiswa. Bahkan, karena saking marahnya, kadang kritik rakyat yang ditunjukkan pendemo tampak sangat keras baik secara lisan maupun tulisan. Lantas bagaimana seharusnya etika pemerintah ketika menghadapi kritik rakyat? Apakah layak pemerintah melakukan somasi terhadap rakyatnya yang melakukan kritik?
Hal ini penting untuk diketahui agar kelak kalau kita menduduki jabatan di pemerintahan bisa mengingat dan mengaplikasikannya. Untuk menjawab hal tersebut, bisa diambil pelajaran kisah tentang Amirul Mukminin Umar bin Khattab ketika menghadapi kritik rakyat sebagaimana dimuat dalam kitab Fiqhul Islamy Wa Adillatuhu karya Prof. Wahbah Zuhaily. Beliau dikritik oleh seorang pemuda,
“Seorang laki-laki berkata pada Umar ra.: “Bertaqwalah! Wahai Umar. “Lalu pemuda lain menyahut: “Layakkah ungkapan itu ditujukan pada seorang Amirul Mukminin (Pemerintah)?. Dengan bijak Umar menjawab: “Tidak ada kebaikan pada diri kalian apabila kalian tidak mengatakannya (kalimat taqwa) dan tidak pula ada kebaikan dalam diriku apabila aku tidak mau mendengarnya (dari kalian).”
Baca Juga: Mengapa Peradaban Islam Mengalami Kemunduran?
Melihat penggalan cerita Umar bin Khattab ra. di atas, pejabat pemerintah hendaknya harus dengan lapang dada mendengarkan kritik rakyat. Pemerintah jangan hanya mau didengar, tapi juga harus mau mendengar. Pemerintah jangan hanya mau dijadikan cerminan bagi rakyatnya tetapi juga harus memberikan teladan yang baik.
Ketika mendapatkan kritik rakyat, pemerintah harus ikhlas dan sabar bukan malah tersinggung lalu marah-marah, apalagi mengancam rakyatnya dan melakukan somasi. Namun juga harus menjadi catatan bahwa kritik rakyat haruslah santun, faktual dan bukan merupakan fitnah atau tuduhan-tuduhan tanpa bukti yang kuat.
Perlu diingat bahwa rakyat itu lemah. Tidak memiliki kekuatan seperti pemerintah. Secara psikologis, kalau memang pemerintah merasa benar tak mungkin marah-marah. Ketika ada kritik dari rakyat, berikanlah bukti dan yakinkanlah rakyat jika memang pemerintah tidak salah.
Untuk itu, pemerintah harus sesering mungkin introspeksi diri. Utamanya, ketika pemimpin mulai memanen kritikan dari rakyatnya. Kalau perlu, ketika teguran rakyat itu benar adanya, hendaknya dia mengakui kesalahan-kesalahannya. Karena mungkin dengan begitu rakyat akan bisa memaafkan dan lebih percaya pada pemimpin. Itulah etika pemerintah yang harus dilakukan ketika menghadapi kritikan rakyatnya.
Baca Juga: Juru Damai dalam Penyelesaian Perselisihan Keluarga
Dalam era keterbukaan informasi seperti saat ini, memang sebaiknya harus lebih bijak dalam menyebarkan informasi. Rakyat memiliki hak untuk mengkritik pemerintah yang melakukan kesalahan. Pemerintah juga punya hak untuk membantah kritikan rakyat apabila tidak benar. Dalam aturan hukum di Indonesia seseorang tidak boleh sembarangan menyebarkan informasi-informasi yang mengandung kebohongan, mengandung SARA dan lain sebagainya.
Oleh karena itulah ketika akan menyampaikan kritik atau informasi berkaitan dengan perbuatan pemerintah atau pejabat, maka wajib disertai bukti-bukti yang kuat agar tidak berujung menjadi fitnah atau informasi bohong. Pemerintah juga harus lebih bijak dalam menghadapi rakyatnya. Apabila rakyatnya melakukan kesalahan, barangkali tidak harus selalu penjara yang menjadi penyelesaiannya. Musyawarah dan perdamaian sebenarnya bisa menjadi opsi utama dalam menyelesaikan permasalahan rakyat dan pemerintah.
Ahmad Muzakki, S.Sy, M.H, Ustadz di cariustadz.id