Boleh Menolak Tradisinya, Tetapi Tidak Penanggalannya

Di sebagian kalangan umat Islam, muncul sikap keberatan terhadap penggunaan atau peringatan tahun baru Masehi. Banyak yang menganggap penanggalan ini identik dengan tradisi Barat atau terkait agama tertentu, sehingga dipandang tidak layak digunakan oleh seorang muslim.

Namun pandangan semacam ini sering kali tidak didasarkan pada pengetahuan sejarah atau pemahaman yang mendalam. Jika ditelaah lebih jauh, sebenarnya yang kerap dipersoalkan bukanlah sistem penanggalannya, melainkan bentuk perayaan yang menyertainya.

Padahal kalender Masehi hanyalah sistem untuk menghitung waktu yang menggunakan matahari sebagai acuan, dan matahari sendiri merupakan salah satu ciptaan Allah yang memegang peranan sangat penting dalam berbagai ibadah Islam.

Peran Matahari dalam Ibadah Umat Islam

Dalam Islam, matahari bukan sekadar benda langit, melainkan tanda kekuasaan Allah yang secara langsung dipakai sebagai pedoman ibadah. Shalat lima waktu, ibadah paling mendasar bagi seorang muslim, seluruhnya ditentukan berdasarkan posisi matahari di langit.

Waktu Subuh ditandai oleh terbitnya fajar shadiq, Zuhur dimulai setelah matahari tergelincir dari titik tertingginya, Asar masuk ketika bayangan benda bertambah panjang, Maghrib dimulai saat matahari terbenam, dan Isya terjadi setelah hilangnya cahaya merah di langit. Seluruh rangkaian ini menunjukkan bahwa pergerakan matahari adalah penentu utama ritme harian seorang muslim.

Puasa Ramadan pun bergantung penuh pada matahari. Umat Islam mulai berpuasa ketika fajar menyingsing dan berbuka persis ketika matahari terbenam. Bahkan rangkaian ibadah haji, khususnya wukuf di Arafah, menentukan waktunya berdasarkan posisi matahari di atas horizon. 

Pada masa lalu, ketika jam dan alat ukur waktu belum berkembang, matahari menjadi penunjuk paling akurat bagi perjalanan, waktu istirahat, dan lainnya. Semua ini memperlihatkan bahwa matahari memiliki kedudukan penting dalam ibadah, dan justru menjadi bukti bahwa penggunaan matahari sebagai patokan waktu merupakan sesuatu yang sangat dekat dengan tradisi Islam.

Kalender Syamsiyah sebagai Sistem Global

Kalender Masehi yang saat ini digunakan di seluruh dunia adalah kalender syamsiyah, yaitu sistem yang berpatokan pada peredaran bumi mengelilingi matahari. Sistem ini bukan ciptaan agama tertentu. Bangsa-bangsa kuno seperti Mesir, Persia, Cina, dan India telah menggunakan kalender berbasis matahari jauh sebelum munculnya agama-agama modern. Karena itu, menganggap kalender Masehi sebagai simbol akidah tertentu tidaklah tepat.

Pada era globalisasi, kalender Masehi dipakai di seluruh dunia bukan karena pertimbangan agama, tetapi karena keperluan administrasi internasional, bisnis, pendidikan, penelitian, dan komunikasi antarnegara yang membutuhkan standar waktu bersama.

Ulama-ulama besar pun tidak mempersoalkan penggunaan kalender ini. Mereka menegaskan bahwa kalender Masehi termasuk ranah muamalah yang pada dasarnya diperbolehkan. Selama penggunaannya tidak dikaitkan dengan keyakinan atau ritual keagamaan tertentu, kalender tersebut hanyalah alat bantu administrasi, sebagaimana jam dan kalender digital yang kita gunakan sehari-hari. 

Faktanya, hampir semua negara Muslim hari ini, termasuk Arab Saudi dan Mesir, menggunakan kalender Masehi untuk pemerintahan dan urusan publik, sementara kalender Hijriah tetap digunakan untuk penentuan waktu-waktu ibadah.

Perbedaan antara Penanggalan dan Perayaan

Kekeliruan yang sering terjadi adalah menyamakan antara menggunakan kalender Masehi dengan merayakan tahun baru Masehi. Padahal keduanya adalah hal yang berbeda. Kalender adalah alat penanggalan, sedangkan perayaan adalah bentuk ekspresi budaya.

Sebagian umat Islam keberatan terhadap perayaan tahun baru karena dianggap menjurus pada hura-hura, tidak bernilai ibadah, bahkan cenderung kepada kemaksiatan. Namun keberatan semacam itu tidak otomatis menjadikan penggunaan kalendernya terlarang. Masalah perayaan lebih tepat dipandang sebagai persoalan budaya dan kebiasaan masyarakat, bukan persoalan akidah atau ibadah.

Tidak ada dalil yang secara khusus melarang atau mewajibkan perayaan tahun baru Masehi. Ulama berbeda pendapat, dan perbedaan ini dapat dihargai selama tidak saling menyesatkan. Yang perlu dihindari adalah sikap yang terlalu mudah mengharamkan sesuatu yang bersifat netral, termasuk alat untuk menghitung waktu. Mengharamkan penggunaan kalender Masehi justru tidak konsisten dengan kenyataan bahwa matahari sendiri digunakan sebagai patokan ibadah dalam Islam.

Matahari dan bulan adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang diberikan kepada manusia untuk mengukur waktu. Karena itu, menggunakan kalender syamsiyah yang didasarkan pada peredaran matahari bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan Islam. Kalender Hijriah dan kalender Masehi memiliki fungsi masing-masing: yang satu untuk urusan ibadah, dan yang lainnya untuk urusan administrasi serta hubungan dunia modern. Seorang muslim dapat menggunakan keduanya secara seimbang tanpa mengorbankan keyakinannya.

Sikap yang bijak adalah melihat segala sesuatu secara proporsional. Kalender bukanlah simbol agama, melainkan perangkat untuk mengatur waktu. Sikap anti terhadap kalender Masehi tidak memiliki dasar secara hukum agama dan tidak sejalan dengan kenyataan bahwa matahari, yang menjadi acuan kalender tersebut, justru memiliki kedudukan penting dalam ibadah Islam.

Dengan memahami hal ini, umat Islam dapat bersikap lebih tenang, rasional, dan sesuai dengan ajaran Islam yang mengedepankan kemudahan dan kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.

Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini