Keutamaan Sabar dalam Berbagai Situasi

“Kawan-kawan, tolong bantu menjawab persoalan yang saya hadapi. Saya sudah menjalankan ibadah dengan baik, taat kepada aturan-aturan Allah dan menjauhi larangannya. Saya juga sudah melakukan segala upaya untuk menjadikan usaha saya laris dan laku. Tapi sampai sekarang usaha saya selalu gagal. Sedangkan ada orang lain yang tidak taat beragama, tetapi usahanya sering berhasil.”

Curhatan di atas adalah ungkapan jujur dari salah satu akun Twitter yang baru-baru ini saya tanggapi karena mendapatkan banyak like dan retweet dari banyak netizen. Saya kira pertanyaan di atas sangat relate dengan kehidupan masyarakat kita pada umumnya. Dan pertanyaan yang cenderung sederhana ini bisa menjadi “persoalan” bila tidak dijawab dengan bijak. Bahkan bisa jadi akan menggoyahkan keimanan kita. Na’udzubillah.

Saya akan memulai pertanyaan di atas dengan mencoba merujuk pada pesan-pesan al-Qur’an dan sunnah Nabi, dan tentunya perkataan para ulama panutan. 

Kita sering mendengar ungkapan dan saran dari orang lain untuk sabar ketika mendapatkan musibah atau cobaan, akan tetapi saran untuk bersabar tanpa disertai rincian jawaban seringkali memunculkan ketidakpuasan batin. Karena itu, terkadang diri kita memang perlu mengetahui secara rinci kenapa kita harus sabar, dan apa keistimewaannya, lalu apakah sabar itu bermacam-macam? 

Dengan mengetahui jawaban-jawaban dari pertanyaan ini, diharapkan kita lebih siap menjalani hidup ketika berhadapan dengan ujian dan cobaan yang menimpa kita. Karena suka tidak suka, mau tidak mau, ujian adalah keniscayaan kehidupan. Derajat kita bisa naik, namun bisa juga jatuh berkeping-keping karenanya. Karena itu, sikap kita menentukan kelanjutan kisah kita di dunia ini.

Sebagaimana cobaan dan ujian, sabar juga merupakan keniscayaan kehidupan. Maksudnya, selama kita hidup di dunia, kita diharuskan untuk memiliki salah satu akhlak mulia dan utama ini. Tak kurang-kurang Allah selalu berpesan melalui ayat-ayat-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِين

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.

Dalam satu kesempatan, Rasulullah memberikan wejangan kepada Ibnu Abbas perihal keniscayaan sabar, 

واعلم أن النصر مع الصبر وأن الفرج مع الكرب وأن مع العسر يسرا

Ketahuilah, bahwa pertolongan ada bagi orang-orang yang sabar, kelapangan akan menggantikan kesusahan, dan bersama kesulitan datang kemudahan. 

Habib Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad berkata, “Kebahagiaan itu diraih dari hasil taqarrub (kedekatan) kita kepada Allah, dan kebahagiaan juga konsekuensi logis dari sejauh mana kita selalu mengikuti jalan kebenaran (al-haqq) dan menjauhi kejelekan. Karena sesungguhnya nafsu diciptakan menurut fitrahnya, yakni tidak suka dengan kebenaran dan selalu condong pada kebatilan. Karena itu, bagi mereka yang ingin memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan, maka ia harus memiliki sifat sabar dengan cara memaksa nafsu dalam dirinya untuk mengikuti kebenaran (al-haqq) dan menjauhkannya dari kebatilan.”

Dari penjelasan habib Abdullah di atas, kita bisa menggaris bawahi beberapa poin penting. Di antaranya adalah bahwa kunci dari kebahagiaan adalah memaksa nafsu kita menuju ke arah kebaikan. Dan tentu ini bukan perkara mudah, karena kita dituntut untuk berjuang. Nah, perjuangan yang tidak mudah ini apabila tidak disertai dengan kesabaran nantinya akan pupus di tengah jalan. 

Seseorang juga perlu mengklasifikasikan berbagai macam kesabaran agar setelah mengetahuinya ia akan mampu menentukan sikap yang tepat dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam Risalah al-Mu’awanah Habib Abdullah membagi sabar dalam beberapa bagian. 

Pertama, Sabar dalam ketaatan. Melalui jalan ini, seseorang akan menemukan apa yang dinamakan dengan ikhlas. Tidak hanya menemukan, akan tetapi hatinya akan dipenuhi dengan sifat ikhlas (hudur al-qalb). Ketika hati seseorang sudah diliputi dengan sifat ikhlas ini, maka implikasinya akan merembet ke dalam raga manusia. Ia akan menjadi semangat dalam menjalani segala hal yang disyariatkan oleh Allah. Baik yang berkaitan dengan ibadah mahdhah yang berkaitan dengan Allah, maupun ghairu mahdhah, yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia. 

Orang yang telah menemukan kesabaran dalam menjalani ketaatan—selain mencapai maqam al-qurb (tingkatan dekat dengan Allah)—ia juga akan menemukan ketentraman, kenyamanan, dan manisnya ketaatan. 

Kedua, sabar dalam kemaksiatan. Maksudnya, apabila seseorang sabar dalam kemaksiatan, ia akan menjauhi kemaksiatan itu. Bahkan tidak hanya dari perilaku maksiat, melainkan ia sudah menjauhi kemaksiatan sejak dalam pikiran dan hati. Karena awal dari segala dosa adalah selintas. Adapun apabila kita mengingat dosa-dosa yang lalu, maka selama ia menghasilkan rasa takut dan menyesal, maka diperbolehkan. Namun, bila tidak, alangkah lebih baik jangan mengingat dosa yang telah lalu. Sabar dalam kategori ini akan mengingatkan seseorang akan siksa Allah. Maka dari itu, Allah akan mengganjar siapa yang tekun dan sabar dalam kemaksiatan dengan rasa tidak suka dalam menjalani segala bentuk kemaksiatan. Baginya, akan selalu timbul perasaan bahwa siksa neraka lebih pedih dibandingkan dengan perilaku kemaksiatan walau kemaksiatan itu tingkatannya rendah.

Ketiga, sabar atas keburukan. Ia dibagi menjadi dua bagian: 

(1) keburukan yang datang dari Allah tanpa adanya perantara. Misalnya sakit, kehilangan harta, meninggalnya anggota keluarga yang disayang, dll. Sabar dalam ketegori ini akan membuat hati seseorang berhenti mengeluh dan menggerutu. Padahal sikap menggerutu terhadap sesuatu yang orang sendiri tidak dapat mengelak bila menimpanya adalah suatu bentuk kebodohan. Di sisi lain, sikap ini juga menunjukkan kalau orang itu tidak bertawakkal pada Allah yang menguasai segalanya (al-Baqarah: 155). Dan bagi orang yang sabar dalam keburukan, akan tumbuh sikap ridha dalam hatinya.

(2) Keburukan yang datang dari orang lain. Bisa karena ada orang yang pernah menyakiti hatinya, menginjak-injak kehormatannya, maupun yang berkaitan dengan harta. Bagi mereka yang dinaungi kesabaran model ini, maka ia akan mampu untuk menahan nafsu amarahnya. Ia juga tidak menginginkan maupun mendoakan keburukan agar datang kepada orang yang menyakitinya. Karena ia tahu bahwa ganjaran dari Allah siap menanti bagi mereka yang mampu memaafkan (as-Syura:40). 

Jadi, sabar atas keburukan adalah jawaban yang kiranya tepat bagi netizen yang sedang gelisah dalam menghadapi cobaan tadi. Semoga Allah selalu memberikan kita pertolongan agar mampu untuk bersabar dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Amin.

Zaimul Asroor. M.A., Ustadz di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Zaimul Asroor. M.A.? Silahkan klik disini