Islam, Makanan, dan Kerusakan Lingkungan

Al-Qur’an mengingatkan dalam sebuah ayat yang sangat gamblang agar manusia tidak berlebih-lebihan dalam makanan dan minuman (QS. Al-A’raf : 31). Bahkan, diujung ayat tersebut ditegaskan kembali dengan kalimat “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” termasuk dalam makan dan minum. Ayat ini ternyata bukan hanya berdampak dosa secara personal, tetapi juga berakibat langsung pada kerusakan lingkungan.

PBB melalui FAO (Food And Agriculture) membeberkan sebuah data bahwa pertahunnya dunia membuang 1,3 miliar ton atau sepertiga dari yang dikonsumsi manusia. Fenomena food waste (israf dan mubadzir) ini berasal dari pribadi, hotel atau industri. Food waste ini tidak berujung pada terbuangnya makanan, tetapi sampah tersebut ternyata menghasilkan 4,4 giga ton emisi gas rumah kaca yang menjadi sebab global warming. Mirisnya, Indonesia sebagai majority country, menjadi negara peringkat ke empat paling mubadzir di dunia setelah India, China dan Nigeria. Lebih miris lagi, karena Indonesia memiliki program makan bergizi gratis karena kasus stunting.

Dahulu, larangan berlebihan dalam makan dan minum seperti dalam QS. Al-‘Araf : 31 dan cenderung dipahami seputar kesehatan personal, belum berdampak sosial. Atau ayat tentang tabdzir (boros) seperti QS. Al-Isra : 27 cenderung dipahami sebatas dosa individual. Setelah data global muncul, terbuktilah mukjizat Al-Quran bahwa penyia-nyiaan makanan (food waste) tersebut selain mengakibatkan krisis pangan juga berdampak langsung pada lingkungan karena menyumbang gas karbon yang berujung pada pemanasan global. 

Perhatikanlah bagaimana Nabi SAW mengajarkan tentang makanan. Sabda Rasulullah Saw “Makanan dua orang cukup untuk tiga orang, dan makanan tiga orang cukup untuk empat orang”. Dalam riwayat lain dikatakan “Makanan satu orang cukup untuk berdua, makanan berdua cukup untuk berempat, makanan berempat cukup untuk delapan” (HR. Muslim). Seperti Al-Quran, Sunnah ini dahulu cenderung dipahami sebatas perintah berbagi makanan. Setelah kita perhatikan data di atas, Sunnah ini ternyata menjadi solusi krisis lingkungan secara global dalam hal food waste

Narasi dan literasi Food waste harus lebih diperkuat sebagai salah satu Islamicity Index (Indikator ke-Islam-an), khususnya di Indonesia. Selain untuk berbagi, isu ini harus dikaitkan dengan krisis lingkungan global yang terjadi. Islamicity Index tidak boleh hanya dari meriahnya Perayaan Hari Besar Islam (PHBI) seperti maulid Nabi, Idul adha dan sebagainya. PHBI di Indonesia boleh jadi paling massif di dunia, tetapi dalam perayaan-perayaan tersebut banyak makanan terbuang. Itu berarti PHBI turut menjadi kontributor krisis lingkungan, tentu saja bukan salah PHBI nya, tetapi perilaku israf di dalamnya. Dalam konteks PHBI, yang paling mampu membawa literasi food waste tentu adalah da’i atau penceramah. Lihatlah bagaimana ibadah qurban berubah menjadi perilaku konsumtif dan food waste. Bisa dipastikan perilaku ini telah melenceng dari maqashid al-Ibadah (tujuan ibadah)  qurban itu sendiri.

Ada sebuah riwayat yang sepertinya menjadi sapu jagat dalil-dalil sebelumnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Saat Nabi SAW mengajak dua sahabatnya yaitu Abu Bakar ra dan Umar bin Al-Khattab ra ke rumah Abu Ayyub Al-Anshari karena keduanya kelaparan, begitu juga dengan Nabi Saw sendiri, lalu Abu Ayyub Al-Anshari menghidangkan aneka kurma, dan menyembelih kambing. Bagi kita, nikmat ini sangat menggembirakan, tetapi  tidak bagi Nabi Saw. Beliau makan kurma lalu bersabda “Sungguh kalian akan ditanya tentang kenikmatan (makanan ini) pada hari kiamat (QS. At-Takatsur : 8). Dari berbagai dalil di atas semakin jelas bahwa para pembuang makanan yang menyumbang kerusakan lingkungan akan mendapat hukuman di akhirat. 

Sebagai penutup, akan penulis tegaskan bahwa teks Al-Quran dan Sunnah cukup ditaati oleh umat Islam. Hanya saja pemahamannya seringkali tidak membumi atau relevan, akhirnya terjadi jarak antara teks dan realita. Teks Al-Quran dan Sunnah sudah sangat gamblang menjadi solusi krisis lingkungan yang disebabkan oleh perilaku israf dan tabdzir (food waste). Tinggal bagaimana literasi ini ditingkatkan kepada internal muslim, di saat yang sama, dalil-dalil ini memberi otoritas keagamaan bagi para aktivis lingkungan agar kampanyenya lebih direspon.

Dr. Mukhrij Sidqy, M.A, Ustadz di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Dr. Mukhrij Sidqy, M.A? Silahkan klik disini