Dimensi Kemanusiaan dalam Ajaran Islam

Jika kita lihat, hampir keseluruhan ajaran Islam itu terdapat dua dimensi: dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan. Keduanya ini selalu bermuara pada pembentukan akhlak manusia. Meski demikian, dimensi kemanusiaanya itu lebih besar.

Misalnya saja kita lihat dalam kasus shalat. Shalat yang berkualitas itu seperti apa? Shalat yang berkualitas itu yang mampu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Lalu, pada ibadah zakat dan haji, kita dapat melihat bahwa nilai kemanusiaannya sangat besar.

Puasa, Allah Swt katakan dalam sebuah hadis qudsi ash-shawmu li yang artinya puasa itu milik-Ku (Allah Swt), memiliki kesan spesial yaitu di sisi Allah Swt. Namun, sesungguhnya kalau kita melihat kualitas puasa seseorang, hal itu pun ditentukan juga oleh baik buruknya perilaku yang dia tampilkan. Inilah yang menentukan diterima atau tidaknya puasa seseorang. Misalnya dalam satu hadis digambarkan: orang yang ketika berpuasa itu tapi tidak meninggalkan perubatan dan ucapan yang keji, itu dia tidak dapat apa-apa kecuali hanya lapar dan dahaga saja, jadi tidak bernilai.

Ada sebuah hadis yang cukup komprehensif menjelaskan bahwa ibadah-ibadah dalam Islam bermuara pada pembentukan akhlak. Rasulullah saw mengatakan, “Tahukah kalian siapa yang mengatakan orang yang bangkrut itu?” Orang yang bangkrut, kata Rasulullah saw adalah orang yang datang nanti pada hari kiamat, dia datang dengan membawa pahala shalatnya, pahala zakatnya, pahala puasanya, dan seterusnya tetapi pada saat yang sama dia juga membawa dosa-dosa akibat kezaliman menyakiti orang lain, membunuh, berhutang, dan lain sebagainya.

Orang-orang yang zalim ini pahala kebaikannya akan diberikan kepada orang yang dizaliminya. Bagaimana bila nanti pahala kebaikannya ini habis? Dossa yang yang dizaliminya itulah yang dipindah. Modal yang dia bawa habis, tetapi ia pun harus menanggung dosa orang yang dizaliminya itu. Hal ini menunjukkan bahwa amal ibadah seseorang, ibadah yang dilakukan di hadapan Allah Swt, itu juga harus diimbangi dengan akhlak kita kepada sesama.

Saat membicarakan ibadah, kita hanya membayangkan bahwa ini urusan dengan Tuhan. Padahal, sesungguhnya, terdapat dimensi kemanusiaan dalam ibadah. Segala hal ibadah yang kita lakukan berpengaruh pada akhlak dan hubungan kita dengan orang lain. Bahkan, Rasulullah saw memang diutus untuk menyempurnakan akhlak bangas.

M. Quraish Shihab dan Najeela Shihab dalam Hidup Bersama Al-Quran 1: Moderasi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2021), 188 – 190.