Pembahasan soal menikah dengan pasangan non-muslim dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu dari perspektif kajian fikih, hukum Islam yang berlaku di Indonesia, dan juga Maqasid al-Syariah. Berikut penjelasannya
Saya pernah membaca kitab Kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab li al-Syirazi, Juz 17 karya Syeikh Muhyiddin an-Nawawi, dikatakan bahwa
“Seorang muslim dilarang menikah dengan perempuan “kafir” dan orang yang murtad dari agama Islam. Sedangkan menikahi non-muslim dari golongan ahli kitab (beragama yahudi dan nasrani sebelum ada perubahan kitab) hukumnya boleh sebagaimana pernah dilakukan bebera sahabat seperti sahabat Usman yang menikahi Nailah binti farafasah yang beragama Nasrani, dan kemudian masuk Islam.”
Sedangkan hukum menikahi ahli kitab selain yahudi nasrani, atau menikahi perempuan yahudi nasrani setelah ada perubahan kitab, hukumnya haram.
Hukum ini berbeda bagi perempuan. Seorang perempuan muslimah diharamkan menikah dengan laki-laki non-muslim, baik dari kalangan ahlu kitab ataupun non ahlu kitab sebagaimana ditegaskan dalam surat al-Baqarah ayat 221.
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Ayat ini menegaskan bahwa perempuan muslimah dilarang menikah dengan laki-laki musyrik secara mutlak, baik dari agama yahudi nasrani, atau selain kedua agama tersebut
Keharaman ini berdampak pada ketidakabsahan akad nikah karena tidak terpenuhi syarat pernikahan, yaitu syarat suami istri yang masing-masingnya harus merupakan pasangan yang boleh untuk dinikahi, sedangkan pada kasus tidak seagama, hal tersebut merupakan pasangan yang tidak boleh untuk dinikahi.
Menurut aturan yang berlaku di Indonesia, juga disebutkan larangan perempuan muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim. Hal ini ditegaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di beberapa pasal antara lain:
Pasal 4
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1)
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pasal 44
Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak
beragama Islam.
Pernikahan tidak seagama tidak sesuai dg maqasid al syariah karena akan merusak “hifd al din” dan “hifd al nasab”.
Dalam kitab Athar al-Maqasid al-Syari’iyyah fi Fiqh al-nikah ‘inda al-aqaliyyat al-muslimah karya Bandar bin Tilal al-Mahlawi, dijelaskan bahwa ada bebarapa tujuan disyariatkannya larangan pernikahan perempuan muslimah dengan laki-laki non muslim, yaitu:
1) Menjaga agama perempuan (istri)
2) Menjaga cinta dan kasih sayang antara suami istri
3) Mencegah agar non muslim tidak menjadi pemimpin dalam keuarga muslim
4) Mencegah agar anak tidak mengikuti agama selian Islam yang dianut ayahnya
Ada beberapa dampak dari pernikahan tidak seagama:
Wallahu A’lam bis Shawab
Dr. Holilur Rohman, M.H.I, Ustadz di Cariustadz.id dan Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya