Hukum Implan Gigi dalam Pandangan Islam

Dalam dunia modern yang semakin maju ini, estetika dan penampilan telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Salah satu tren yang kian berkembang adalah pemasangan implan gigi atau dental implants, yang tidak hanya berfungsi untuk kesehatan gigi tetapi juga untuk keindahan. Ada seseorang yang bertanya di media kami tentang kondisi giginya yang perlu dipasang implan gigi agar dirinya nyaman dan indah saat berbicara di depan umum. 

Pertanyaannya, apakah pemakaian implan gigi untuk tujuan estetika diperbolehkan dalam syariat Islam? Mengingat beberapa redaksi Hadis Nabi yang melarang tindakan pemalsuan atas fisik yang sudah diciptakan. Tentu masalah pemasangan implan gigi atau gigi baut untuk keindahan ini menghadirkan dilema etis dan hukum yang perlu kita bahas secara mendalam. 

Hukum asal merubah fisik tubuh

Pada dasarnya, hukum merubah wujud ciptaan Allah khususnya pada bagian tubuh kita itu tidak diperbolehkan. Hal ini mengacu pada firman Allah Swt dalam surat an-Nisa:119.

وَّلَاُضِلَّنَّهُمْ وَلَاُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ اٰذَانَ الْاَنْعَامِ وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّٰهِۚ وَمَنْ يَّتَّخِذِ الشَّيْطٰنَ وَلِيًّا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِيْنًا 

Artinya: “Aku benar-benar akan menyesatkan mereka, membangkitkan angan-angan kosong mereka, menyuruh mereka (untuk memotong telinga-telinga binatang ternaknya) hingga mereka benar-benar memotongnya, dan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah) hingga benar-benar mengubahnya.” Siapa yang menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah sungguh telah menderita kerugian yang nyata”.

Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di (w.486H) dalam Tafsir al-Sa’di : Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, hal.97 (Kairo : Dar al-Hadis) bahwa perintah  falayugoyyirunna khalqallah ditafsirkan dengan ketidakpuasan pada ciptaan  dan hikmahNya Allah. Penafsiran lengkap Al-Sa’di : 

{وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ْ} وهذا يتناول تغيير الخلقة الظاهرة بالوشم والوشر والنمص والتفلج للحسن ونحو ذلك مما أغواهم به الشيطان فغيروا خلقة الرحمن. وذلك يتضمن التسخط من خلقته والقدح في حكمته، واعتقاد أن ما يصنعون بأيديهم أحسن من خلقة الرحمن، وعدم الرضا بتقديره وتدبيره. 

“Perubahan ini menyangkut penampilan melalui tato, potong rambut, tato, dan belahan dada untuk kecantikan, dan hal-hal lain yang bisa menggoda setan, sehingga mereka mengubah ciptaan Allah. Perubahan ini akan menimbulkan ketidakpuasan terhadap ciptaan-Nya, ketidakpuasan terhadap hikmah-Nya, keyakinan bahwa apa yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri lebih baik dari ciptaan Allah, dan tidak Ridha pada kekuatan ciptaanNya.” 

Hemat penulis, ayat dan penafsiran diatas belum sepenuhnya menjawab masalah ini karena masih menyinggung aspek syariat dan belum memperhatikan faktor kemaslahatan masyarakat yang terjadi saat ini. Penulis mengutip argumentasi Dr.Muhammad Mushtafa al-Zuhayli dalam kitabnya al-Qawaid al-Fiqhiyah wa Tatbiqotiha fil Madzahib al-Arba’ah ( Cetakan Dar al-Fikr juz 1 hal 288) dalam kaidahnya nomor 36: 

الحاجة تُنزَّل منزلة الضرورة،عامة كانت أو خاصة

“Kondisi hajat (kebutuhan) bisa menempati posisi darurat, baik hajat itu bersifat umum maupun khusus” 

Al-Zuhayli mengelompokkan tiga tingkatan kebuutuhan yang harus dipenuhi oleh Masyarakat diantaranya; kebutuhan saat terancam (Syay’u Al-dharurat), kebutuhan yang mendesak (Syay’u al-Hajat), kebutuhan estetika (Syay’u al-kamaliyyat/al-tahsiniyyat). Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa apabila terdapat kebutuhan sekelompok masyarakat secara umum atau orang tertentu maka kebutuhan tersebut tidak dapat menempati tempat dharurah yg membolehkan keringanan karena dharurah tersebut. Akan tetapi kebutuhan berdasarkan kepada kelapangan dan kemudahan pada hal yg boleh ditinggalkan oleh dirinya, berbeda halnya dengan dharurah, karena dharurah berdasarkan kepada keharusan mengerjakan sesuatu untuk terbebas dari janji yang harus ditepati dan tidak boleh ditinggalkan. 

Pemakaian Implan Gigi: Demi Menjaga Estetika dan Menutupi Aib 

Musthafa al-Zuhayli menggunakan kaidah ini sebagai respon bolehnya menggunakan gigi baut yang penggunaannya tidak melanggar syariat. Ada sebuah Riwayat Hadis yang mengungkap sikap Nabi Muhammad pada Irfajah Ibnu As’ad yang terluka bagian hidungnya saat peperangan. Nabi membolehkan Irfajah untuk menggunakan hidung palsu yang terbuat dari emas dengan tujuan untuk menutupi cacat di hidungnya. 

أنّ النبي – صلى الله عليه وسلم – أذن لعرفجة ابن أسعد لما قطع أنفه في الحرب أذن له أن يتخذ أنفًا من ذهب لإزالة التشويه الذي حصل بقطع أنفه

“Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW mengizinkan Irfajah bin As’ad untuk menggunakan hidung yang terbuat dari emas (hidung palsu) untuk menutupi cacat di area nya yang terluka saat berperang bersama Nabi terpotong hidungnya(HR. Abu Daud, Sunan Abi Daud Kitab al-Khatim: Bab ma ja’a fi robtil asnan bi dzahab nomor 3632, juz 5 halaman 23).

Menurut al-Zuhayli, redaksi Hadis tersebut berada dalam satu ombak masalah yaitu merubah  fisik dengan tujuan estetika. Ada banyak manfaat estetika (mempercantik diri) ini diantaranya ialah memperkuat komunikasi dengan rekan kerja sehingga nyaman antar keduanya maka hal ini diperbolehkan karena tidak menipu apalagi merubah ciptaan Allah dengan sengaja. Masalah lain seperti hidung seseorang bengkok dengan tujuan agar mudah bernafas dan meraih oksigen dengan sempurna, maka dibolehkan baginya untuk merubahnya. Menurut al-Zuhayli, fungsi dari menciptakan sebuah estetika ialah menjaga  kerusakan indrawi dan moral yang sah saja untuk diobati. 

Lebih lanjut, Abdurrahman bin Muhammad bin Makhluf al-Tsa’alibi al-Jaza’iri al-Maliki dalam kitabnya Tafsir al-Jawahir al-Hassan (Dar al-Kutub al-Ilmiyyah 1996 jilid 3 halaman 287) menguatkan bahwa estetika itu penting dan perlu membawa kemanfaatan bukan kerugian. 

 وملاك تفسير هذه الآية أن كل تغيير ضار فهو داخل في الآية،وكل تغيير نافع فهو مباح

“Setiap perubahan yang membawa kerugian maka hukumnya haram (sesuai dengan surat an-Nisa:119), dan perubahan yang membawa manfaat hukumnya boleh. 

Kedua pendapat ini memperkuat dan merespon hukum pemakaian gigi baut yang tidak termasuk pada kategori mengubah ciptaan Allah dan memasang gigi baut tidak juga merugikan syariat. 

Disisi lain, mari kita lihat pandangan Abdullah bin Muhammad al-Thayyar dalam kitabnya Al-Fiqhu al-Muyassar (Riyadh: Mamlakah Suudiyyah juz 12 halaman 51) dalam kaidahnya ke sembilan tentang Jirahiyyah al-Tajmil (operasi kecantikan). Kaidah ini mengulas banyak hal tentang pengubahan bentuk tubuh salah satunya ialah penggunaan gigi baut. Dalam pandangan al-Thayyar, memakai gigi baut sangat dibolehkan demi untuk menutupi bentuk kekurangan, kerusakan, atau kelainan bentuk dalam dirinya agar merasa nyaman. Menurutnya, usaha untuk memakai gigi baut juga sebagai usaha untuk menghilangkan kecatatannya contohnya timbul dari lesi patologis yang mempengaruhi tubuh, seperti gusi surut karena berbagai infeksi. Atau disebabkan karena kelainan bentuk dari pengaruh eksternal, jika tidak menggunakan gigi baut maka terjadi penyumbatan pada gigi. 

Dengan demikian, pemasangan implan gigi diperbolehkan jika bertujuan untuk mengembalikan fungsi oral yang hilang akibat kerusakan atau kehilangan gigi. Perlu dipastikan ulang adanya tujuan dan manfaat dari pemasangan gigi baut ini dengan melihat sebagai sebuah estetika dan juga kebutuhan medis. Wallohu A’lam.

Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA., Dosen STIU Darul Quran Bogor dan Ustadzah di Cari Ustadz

Tertarik mengundang ustadz Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA.? Silahkan klik disini