Tanya:
Assalamu’alaikum wr. wb.
Ustadz, bagaimanakah solusi bagi umat Muslim di Bali jika hari raya nyepi jatuh pada
hari Jumat? Bagaimanakah shalat Jumatnya? Bagaimana pandangan ustadz?
[Nanya – via formulir pertanyaan]
Jawab:
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Umat Islam di Bali bukan hanya tetap boleh melaksanakan shalat Jumat pada Hari Raya
Nyepi, tetapi bahkan tetap berkewajiban. Kewajiban shalat Jumat tidak gugur atas nama
toleransi.
Hanya saja, hal-hal yang bersifat teknis atau bukan rukun boleh tidak
dilakukan. Misalnya, pengeras suara cukup diarahkan ke dalam masjid sehingga hanya
terdengar oleh jamaah. Atau bahkan tidak menggunakan pengeras suara sama sekali.
Di beberapa daerah terkadang jarak antara satu masjid dengan yang lainnya cukup jauh
sehingga untuk menjangkaunya perlu menggunakan kendaraan (sepeda motor). Jika
untuk menuju masjid besar terasa sulit karena tidak boleh menggunakan kendaraan,
beberapa orang tetangga berdekatan boleh saja melaksanakan shalat Jumat di
lingkungan terdekat (boleh mushalla, boleh aula, boleh pekarangan rumah, boleh ruang
terbuka, asalkan suci), walaupun jumlah jamaahnya tidak mencapai 40 orang.
Memang, dalam salah satu pendapat disyaratkan adanya paling sedikit 40 orang jamaah untuk
sahnya shalat Jumat. Tetapi ada mazhab-mazhab lain yang tidak mensyaratkan itu.
Artinya, kalau umat Islam di Bali terbiasa shalat Jumat dengan jumlah jamaah lebih dari
40 orang, kali ini tidak mengapa mengikuti mazhab lain yang juga cukup kuat. Yang
penting rukun-rukunnya tetap terlaksana.
Demikian, wallahu a’lam.
[Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi al-Quran]