Tanya: Apa definisi hamba sahaya di al-Quran Surat Al-Mu’minuun: 5-7? Apakah ini maksudnya diperbolehkan memiliki wanita dengan status bukan sebagai istri? QS. Al-Mu’minuun: 5-7: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap istrinya atau hamba sahaya, Mereka yang demikian itu tak tercela. Tetapi barangsiapa mau selain yang demikian itu, maka mereka itu orang-orang yang melewati batas.” [Hamba Allah via email] Jawab: Kata ma malakat aimanuhum, juga diterjemahkan sebagai ‘budak wanita’, menunjuk kepada satu kelompok masyarakat yang ketika turunnya Al-Quran merupakan salah satu fenomena umum di dunia. Dapat dipastikan, Allah dan Rasul-Nya tidak merestui perbudakan, walau dalam saat yang sama harus pula diakui bahwa al-Quran dan as-Sunah tidak mengambil langkah drastis untuk menghapuskannya sekaligus. Baik al-Quran dan as-Sunah, keduanya menutup semua pintu untuk lahir dan berkembanganya perbudakan, kecuali tawanan yang diakibatkan oleh peperangan dalam rangka mempertahankan diri dan akidah. Dan itupun memberikan peluang bagi penguasa muslim untuk membebaskan mereka. Dalam hal ini, dapat juga dipahami perlunya ketentuan-ketentuan hukum bagi para budak. Salah satu tuntutan itu adalah izin mengawini budak wanita. Itu bukan saja karena mereka juga adalah manusia yang mempunyai kebutuhan biologis, tetapi juga salah satu cara menghapus perbudakan. Seorang budak perempuan yang dikawini oleh budak lelaki makan ia akan tetap menjadi budak dan anaknya pun demikian. Tetapi bila dikawini oleh pria merdeka, dan memperoleh anak, maka anaknya lahir bukan sebagai budak, dan ibu sang anak pun demikian. Dengan demikian, perkawinan seseorang merdeka dengan budak wanita, merupakan salah satu cara menghapus perbudakan. Tentu saja ayat di atas bukan untuk merestui memiliki wanita tanpa status istri. Sedang budak-budak wanita yang disebut di atas, kini juga sudah tidak ada lagi. [M. Quraish Shihab – Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran] |