Dalam ilmu biologi, manusia digolongkan sebagai omnivora, makhluk yang bisa memakan hampir segala sesuatu. Kata omni sendiri berarti “semua”. Dan faktanya, jika kita lihat video-video mukbang yang kerap berseliweran di media sosial, hampir tak ada jenis makanan—atau sesuatu yang menyerupai makanan—yang tidak bisa dicerna oleh manusia. Dari yang manis, asin, pedas, gurih, hingga kombinasi ekstrim sekalipun, semua masuk ke perut kita.
Namun, justru di situlah letak masalahnya. Karena kemampuan perut menampung berbagai macam asupan, Rasulullah pernah mengingatkan bahwa wadah paling buruk di muka bumi ini adalah perut manusia.
Rasulullah Saw bersabda, riwayat al-Tirmiżī no. 2380, Kitab az-Zuhd, Juz 4, hal. 510:
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٍ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ، فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
“Tidaklah anak Adam memenuhi suatu wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika memang harus (lebih dari itu), maka (hendaklah) sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.”
Hadis ini menjelaskan bahwa perut adalah wadah paling buruk, karena jika dibiarkan penuh, ia akan merusak tubuh, melemahkan akal, dan bahkan membunuh ruh kesederhanaan. Karenanya, Nabi memberi resep sederhana: isi perut kita dengan 1/3 makanan, 1/3 minuman, dan 1/3 untuk nafas.
Hari ini, istilah defisit kalori, intermittent fasting, atau diet rendah karbohidrat sudah menjadi tren kesehatan modern. Orang-orang mulai terbiasa makan lalapan tanpa nasi (salad) atau mengatur meal prep agar tubuh lebih ideal. Tetapi jauh sebelum itu, Rasulullah sudah menekankan prinsip makan secukupnya, tidak sampai kenyang.
Tujuannya jelas: makanan bukan hanya untuk memuaskan lidah, melainkan agar tubuh punya energi untuk bekerja, beribadah, dan bergerak produktif. Bukan sebaliknya, makan hingga kenyang lalu mengantuk, malas, dan berujung sakit.
Umar bin Khattab dan Sindirannya Terkait Perut
Suatu ketika, Umar bin Khattab melihat seorang sahabat dengan perut buncit. Sang sahabat mencoba berdalih bahwa perut buncit adalah nikmat Allah. Tapi Umar justru menegaskan:
“Bukan, itu musibah!” (Atsar diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf)
Ucapan Umar ini tentu bukan body shaming atau hinaan fisik. Ia adalah sindiran serius, sebab kebanyakan penyakit datang dari perut yang berlebihan: diabetes, kolesterol, obesitas, hingga penyakit jantung. Umar ingin mengingatkan bahwa overconsumption bukan nikmat, melainkan awal dari musibah.
Sejarawan Yuval Noah Harari dalam bukunya Homo Deus menyebutkan, di era modern ini lebih banyak orang meninggal karena kelebihan makan dibanding kekurangan makan. Jika dulu ancaman terbesar umat manusia adalah kelaparan, kini masalah utama justru obesitas.
Statistik global menunjukkan tren penyakit tidak menular (seperti diabetes, stroke, dan serangan jantung) jauh lebih tinggi daripada kematian akibat kelaparan. Ironisnya, semua itu berawal dari satu hal: perut yang tidak pernah merasa cukup.
Islam tidak menentang nikmat makanan. Bahkan banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk memakan rezeki yang halal dan baik. Tetapi yang ditekankan Nabi adalah mengendalikan nafsu perut.
Mengisi perut hingga penuh sama saja mematikan potensi tubuh. Padahal perut kosong sebagian justru menumbuhkan energi. Tidak heran jika Rasulullah dan para sahabat terbiasa berpuasa, hidup sederhana, dan jauh dari kemewahan makanan.
Maka, pesan Nabi tentang perut sejatinya bukan sekadar anjuran kesehatan, melainkan juga latihan spiritual. Menahan diri dari berlebihan makan berarti melatih kesadaran, mengendalikan nafsu, dan menata prioritas hidup. Sebab tubuh yang ringan, pikiran yang jernih, dan hati yang lapang adalah modal utama untuk beribadah sekaligus berkarya. Dengan menjaga perut, kita bukan hanya menjaga kesehatan, tetapi juga menjaga arah hidup agar tidak terjebak dalam musibah kenikmatan yang salah kelola.
Dr. Muhammad Asgar Muzakki, M. Ag, Ustadz di Cariustadz.id
Tertarik mengundang Dr. Muhammad Asgar Muzakki, M. Ag? Silakan klik disini