Zakat Profesi

Kembali kita berkesempatan untuk bersyukur dan memuji Allah SWT. yang telah mengaruniakan kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan ibadah Ramadlan. Kita juga panjatkan salam dan salawat kepada Rasulullah Muhammad SAW. yang telah mendapat amanah untuk menyampaikan dakwah Islam kepada umatnya.

Ramadlan adalah bulan ibadah, sebagaimana ibadah salat, umrah dan haji yang tergolong ibadah individual untuk mewujudukan ketaatan, kepatuhan dan kemauan untuk melaksanakan tuntunan-tuntunan Allah SWT. secara perorangan. Namun demikian, Islam juga mengajarkan bahwa Rahmatan lil-Alamin juga diwujudkan dengan adanya kepedulian terhadap teman, kerabat dan orang-orang di sekitar kita. Oleh karena itu, salat yang sifatnya ibadah individual guna bermunajat kepada Allah SWT. selalu diakhiri dengan salam. Ucapan salam pertama ke kanan, inilah sebuah isyarat setelah beribadah individual dilanjutkan dengan ibadah sosial. Wujud peduli, mendoakan saudara-saudara di sekitar kita. Dilanjutkan dengan mendoakan orang-orang di sekitar kiri kita. Itulah salah satu wujud ibadah sosial.

Salah satu ibadah yang bersifat sosial adalah zakat. Dalam al-Qur’an seringkali zakat disebutkan setelah salat; Wa Aqimus Salata wa ‘atuz zakata. Maknanya, laksanakanlah ibadah-ibadah yang bersifat individual, namun jangan lupa pula namun jangan lupa untuk melaksanakan ibadah yang bersifat sosial. Jika puasa ramadlan ini disebut sebagai ibadah individual, akan lebih lengkap dan sempurna jika diikuti ibadah sosialnya dengan berzakat. Zakat fitrah menjadi wajib bagi semua individu yang tergolong mampu, wajib mengeluarkan bahan pangan, jika untuk ukuran Indonesia dalam bentuk 2,5 Kg beras.

Selain zakat fitrah, juga ada zakat mal, yakni zakat dari harta yang kita miliki yang sudah mencapai haul selama 1 tahun. Dan rejeki itu melebih batas minimal, yang disebut nishab, yang setara dengan nilai 85 gram emas. Di dunia pertanian, juga ada zakat pertanian. Yaitu saat mereka panen dan panenannya melebih batas minimal nishab, sekitar 650 kg beras maka wajib dikeluarkan zakatnya. Bila sawahnya diairi dari irigasi yang menggunakan dana, maka zakatnya 5%. Bila diairi oleh air hujan tanpa biaya, maka zakatnya 10%. Inilah anjuran yang popular dianjurkan oleh Rasulullah SAW. dan satu lagi adalah zakat ternak.

Seorang ulama, Yusuf al-Qaradawi ketika memerhatikan fenomena masyarakat ternyata ada individu-individu yang memunyai profesi yang mampu menghasilkan rejeki dalam jumlah yang banyak. Misalnya, dokter, karyawan, insinyur, dan lain-lain. Penghasilan mereka terkadang bisa melebihi hasil yang dipanen para petani setelah 3 bahkan 4 bulan bercocok tanam. Karenanya, Yusul al-Qaradawi ber-ijtihad, jika petani menghasilkan 650 kg beras saja sudah wajib dizakati, maka bagaimana dengan para profesional? ijtihadnya kemudian dikenal dengan istilah zakat profesi.

Zakat profesi ini ada yang karyawan, penerima gaji setiap bulan, ada arsitek, menerima rejeki usai proyeknya selesai. Ada dokter, yang penerimaan permalamnya jika dikumpulkan dalam sebulan cukup banyak, maka golongan-golongan ini juga layak untuk diwajibkan berzakat, yakni zakat profesi. Zakat itu ada nishab, ada batas minimal penghasilan, ada waktu minimal yakni satu tahun. Namun golongan petani tanpa haul, tidak ada batas waktu 1 tahun. Setiap kali panen, meski baru 3 bulan, sudah masuk wajib zakat. Tiga bulan berikutnya panen, ia wajib zakat lagi. Sehingga mungkin, kewajiban petani bisa 3 hingga 4 kali berzakat. Dengan demikian, profesional-profesional yang kemungkinan mendapatkan rejeki lebih besar dari mereka, menurut Yusuf al-Qaradawi menjadi wajib dikeluarkan zakatnya.

Lalu berapa banyak untuk dizakati bagi para profesional ini? bila melebihi nishab, seharga 85 gram emas, jika dianalogikan satu gram emas senilai Rp. 500.000, maka akan terkumpul capaian Rp. 45.000.000 (empat puluh lima juta rupiah). Maka, ini wajib dizakati. Karyawan dengan penghasilan perbulannya Rp. 10 juta, dan pertahunnya menjadi Rp. 120 juta, maka disini ada 2 pendapat. Pertama, jika mencapai angka pendapatan tersebut maka ada zakat 2,5% minimal yang harus dikeluarkan zakatnya, yang senilai Rp. 3 juta.

Lalu ada pendapat kedua, gaji itu dikurangi terlebih dahulu dengan pengeluaran pokok sehari-hari, sehingga setelah dipotong tersebut masih mencapai nishabnya sebanyak 85 gram emas atau tidak. Jika masih mencapai lebih dari 45 juta rupiah tadi sisanya, maka menjadi wajib dizakati. Inilah yang menjadi perhatian dari Yusuf al-Qaradawi.

Tentu hal ini mendapati pro dan kontra. Namun jika ini dianalogikan dengan kaum petani yang bekerja keras dan perlu modal untuk bibit, pupuk, pekerja tambahan, perawatan, dan itu ternyata tidak diperhitungkan. Jika hal itu saja sudah wajib dizakati meski sudah mencapai 650 kg yang tadi sudah disepakati tanpa memperhitungkan modal. Sementara para profesional memang memerlukan modal awal, untuk menuntut ilmu. Hanya sekali di awal, berbeda dengan para petani yang selalu membutuhkan modal tiap kali memulai usahanya. Oleh karenanya, menurut Yusuf al-Qaradawi para profesional ini layak dikenai zakat profesi.

Nah, inilah ijtihad ulama, yang di masa Nabi Muhammad SAW. memang belum diungkapkan. Namun teriring perkembangan zaman, kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan pun maju pesat, dan berimbas pada profesi, tugas-tugas atau pekerjaan yang menghasilkan rejeki. Allah SWT. mengingatkan dalam surah at-Taubah ayat 103

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ

Yang artinya : “Ambilah Wahai Nabi Muhammad dari umatmu sebagian dari rejeki mereka untuk mensucikan dan membersihkan harta dan jiwa mereka dan kemudian doakanlah mereka.”

إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ

Dan doa kamu akan memberikan ketenangan bagi hati kita.

Inilah dasar tuntunan Allah SWT. dan terkadang seseorang akan berpotensi menganggap rejeki yang mereka terima adalah jerih payah mereka sendiri. Lalu jika sudah didapat mengapa harus mengeluarkan zakat? Maka Allah SWT mengingatkan

wa fi amwalihim haqqun lis sa’ili wal mahrum : Orang-orang yang tidak akan merugi, orang-orang yang selalu taat kepada Allah SWT. adalah merka yang mengetahui dalam rejeki yang mereka peroleh ada bagian kecil yang bukan miliknya. Itu milik Allah, diamanahkan untuk diberikan kepada mereka yang berhak.

Tidak melaksakana amanah, apabila mereka tidak memberikan milik Allah kepada yang berhak. Ketika terakumulasi, bisa jadi Allah SWT. akan mengambil tanpa pemberitauan terlebih dahulu, mungkin juga yang diambil melebih titipan Allah SWT. yang tidak disalurkan kepada mereka yang berhak. Inilah teguran Allah SWT. dan bisa jadi sekali dua kali kita tidak merasa bahwa kita telah melanggar dengan tidak menyalurkan amanah-Nya. Oleh karena itulah zakat profesi itu akan sangat penting, sedangkan secara umum zakat, sedekah sangat perlu kita perhatikan karena itu merupakan kelengkapan dari ibadah Ramadlan yang kita laksanakan. Zakat disyariatkan dilaksanakan setelah ketetapan bulan Ramadlan ditetapkan sebagai bulan dimulainya berpuasa.


Disampaikan oleh Prof. Hamdani ANwar, MA untuk Bellagio Mall pada 16 Juni 2017.