Cariustadz.id, – Bisa dikatakan bahwa kehadiran momongan adalah dambaan bagi setiap pasangan. Anak menjadi pelengkap keluarga yang bisa menjadi penerus perjuangan orang tua dan sebagainya. Akan tetapi, bagaimana jika anak tersebut hadir di luar institusi pernikahan?
Program “Ruang Tengah” yang diselenggarakan Cari Ustadz menghadirkan Ust. Nurul Ifran dan Mustholih Siradj untuk menjawab pertanyaan tersebut dari segi agama dan hukum positif.
Nurul Irfan dalam pemaparannya menyebutkan bahwa status luar nikah perlu dibedakan menjadi dua. Pertama, adalah luar nikah karena zina dan kedua luar nikah dalam arti tidak dicatatkan ke negara atau nikah siri. Yang pertama jelas tidak sah, status anaknya pun dalam hukum fikih bukan menjadi anak nasab dari bapaknya, sedang yang kedua dianggap sah menurut hukum fikih. Bila kasusnya nikah siri, maka nanti bisa diakomodir dengan yang namanya ijab isbat nikah, akad untuk menetapkan pernikahan dan dicatat KUA.
Adapun dari segi hukum, Mustolih Siradj menerangkan bahwa anak yang lahir dari proses apa pun, adalah manusia yang tidak berdosa. Undang-undang nomor 23 tahun 2006 yang dirubah oleh undang-undang nomor 24 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan telah mengatur bahwa setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali mempunyai hak mendapatkan pencatatan kependudukan oleh Negara.
“Negara juga menjamin pencatatan anak yang tidak jelas asal usul orang tuanya, kasus seperti ini nanti dinas sosial yang wajib berperan, dengan BAP dari kepolisian, kemudian bisa dicatatkan. Kemudian dalam kasus misalnya, tidak jelas bapaknya, maka ibu si anak harus menandatangani surat tanggung jawab mutlak, kemudian bisa dicatatkan di negara,” jelas Mustolih.
Bahkan bagi anak yang misalnya tidak tercatat dalam pernikahan, masih bisa mendapatkan hak waris. Hal ini berdasarkan putusan MK Nomor 64 Tahun 2010 mengenai hak anak yang tidak tercatat bahkan diputuskan bahwa anak yang lahir di luar pernikahan, itu juga punya hubungan tidak hanya kepada ibu kandungnya, tetapi juga kepada bapaknya, dengan catatan dibuktikan dengan ilmu pengetahuan teknologi dan bukti-bukti lain.
Pertanyaan berikutnya, bila anak perempuan hasil dari pasangan luar nikah, apakah bisa bapaknya menjadi wali?
Menurut Nurul Irfan, ada hadis yang mengatakan al-Waladu lilfiraasyi wa lil ‘Aahiri al-hajaru, anak hanya bernasab kepada seseorang Ayah yang memiliki ranjang sah. karena itu anak yang lahir di luar perkawinan yang di masyarakat sering dikenal dengan istilah anak zina, itu sebetulnya memang tidak memiliki nasab langsung kepada bapaknya, khusunya hak perwalian.
“Kalau dia mau menikah, ini mau nggak mau harus jujur di depan KUA, tetapi jujur empat mata, ngomong saja di bapaknya, Pak penghulu! tolong datang ke rumah saya besok, anda bapak berkenan menikahkan anak saya, langsung ya, bukan taukil dari saya. minta tolongnya itu empat mata, di ruang penghulu, tanpa harus dipublikasi, karena itu menjadi aib dan kalau misalnya dipublikasi, melanggar satu hadis lain tentang akhlak. man satara musliman satarahullaahu yaumal qiyamah, barangsiapa yang menutup aib orang muslim, maka dihari kiamat nanti akan ditutup oleh Allah aibnya,” terang Nurul Irfan panjang lebar.