Kitab Risalatus Shiyam adalah salah satu kitab yang secara khusus membahas tentang puasa, yang dikarang salah seorang ulama nusantara; Ahmad Abdul Hamid al-Qandali atau biasa dikenal dengan K.H. Abdul Hamid Kendal. Tidak banyak kitab yang membahas secara khusus tentang puasa apalagi Karangan dari ulama Nusantara sendiri.
Yang menarik dari kitab Risalatus Shiyam ini adalah, kitab ini tidak hanya membahas tentang rukun dan syarat puasa saja. Namun juga membahas permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan tentang hal-hal yang membatalkan puasa, yang notabene banyak ditemukan di tanah air. Diantaranya adalah permasalahan seperti halnya memakai obat mata serta mengunyah makanan untuk bayi.
Baca Juga: Bagaimana Perempuan Haid Meraih Keberkahan Malam Lailatul Qadar?
Kitab Risalatus Shiyam memuat satu bab tersendiri mengenai 10 permasalahan penting terkait hal-hal yang dianggap membatalkan puasa. 10 permasalahan tersebut adalah permasalahan yang biasa dipertanyakan pada saat puasa:
Satu, orang yang melakukan suntik atau dalam bahasa kitab ini disebut sebagai injeksi, yaitu memasukkan obat namun lewat lubang yang tidak permanen atau lubang selain telinga, hidung, mulut, anus, dan kemaluan, maka puasanya tidak batal. Hal sama terjadi kalau seumpama seseorang memakai obat sakit mata meskipun setelah memakai obat tersebut terasa ada rasa pahit yang ada di tenggorokan. Hal itu tidak membatalkan puasa.
Permasalahan ini berkaitan dengan kewajiban menjauhi hal-hal yang bisa masuk ke dalam tubuh. Memasukkan sesuatu ke dalam tubuh memang dapat membatalkan puasa. Hal itu terjadi apabila sesuatu tersebut dimasukkan lewat lubang yang permanen seperti halnya lubang telinga, lubang hidung, lubang tenggorokan, maupun anus dan kemaluan. Kalau tidak permanen seperti halnya kulit yang ketika ditembus jarum suntik berlubang kemudian menutup kembali, maka puasanya tidak batal
Dua, mengunyah makanan dengan tujuan makanan tersebut hendak diberikan kepada anak kecil yang belum bisa mengunyah makanan, maka tidak membatalkan puasa. Asal tidak ada makanan yang ikut tertelan dan setelah itu kemudian berkumur. Selain itu, menurut kitab ini, mengunyah susur juga tidak membatalkan puasa.
Tiga, orang yang memakai celak ketika puasa maka puasanya tidak batal.
Empat, menelan ludah sendiri, yaitu ludah yang belum sampai keluar dari mulut maka tidak membatalkan puasa.
Lima, orang yang ketika puasa merasakan hawa panas yang amat sangat serta dahaga berat, kemudian menyiram kepalanya dengan air sehingga menjadi segar, maka puasanya tidak batal. Asal tidak ada air yang masuk ke dalam tubuh.
Enam, orang yang tidur mulai subuh sampai magrib maka puasanya tidak batal.
Tujuh, orang yang makan dan minum dalam keadaan lupa sedang berpuasa maka puasanya tidak batal.
Delapan, muntah yang tidak disengaja tidak membatalkan puasa
Baca Juga: Sejarah Singkat Awal Mula Perintah Puasa
Sembilan, menelan sisa makanan yang tersangkut di antara gigi, yaitu yang terlepas kemudian menyatu dengan ludah dan tertelan, maka tidak membuat puasa menjadi batal. Asal sisa makanan tersebut memang tidak dapat dimuntahkan
Sepuluh, debu di jalanan, lalat, atau nyamuk, yang tidak sengaja tertelan maka tidak membuat puasa menjadi batal.
Sekedar catatan dari penulis artikel, “tidak membatalkan” dalam keterangan Kitab Risalatus Shiyam di atas bukan berarti boleh dilakukan dengan bebas tanpa ada hukum makruh di dalamnya. Sebab ulama menganjurkan menjahui hal-hal yang berpotensi membatalkan puasa. Artinya melakukan hal-hal yang berpotensi besar membatalkan puasa tanpa adanya suatu keperluan, maka hukumnya makruh. Sekedar mengunyah makanan memang tidak membatalkan puasa, tapi apabila dilakukan tanpa suatu keperluan seperti menyuapi balita, maka hukumnya menjadi makruh. Wallahu a’lam.
Mohammad Nasif, Penulis Buku Keislaman dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang ustadz Mohammad Nasif, S.Th.I? Silahkan klik disini